Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Superiman Meluncur dari WC

Untuk memulihkan perekonomian nasional, Hamzah Haz menggagas lembaga Wapres Centre. Targetnya dalam empat bulan terkumpul Rp 100 triliun. Mesin uang baru untuk siapa?

31 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH gebrakan spektakuler dari Wakil Presiden Hamzah Haz. Ia memperkenalkan sebuah nama: Superiman. Mulai tahun depan, pengusaha kecil dan menengah tak perlu antre untuk mendapatkan kredit dari bank. Cukup mendatangi "Superiman", dan mereka dipastikan bakal mendapat kredit dengan bunga murah, 3 sampai 6 persen. Tanpa jaminan pula. Hebat nian. Apalagi Superiman bercita-cita menggantikan IMF dan Paris Club. Nama gerakan ini sebenarnya panjang sekali, yakni Program Gerakan Nasional Solidaritas Umat Peduli Modal Nasional. Entah dengan cara apa lalu dimunculkan akronim Superiman. "Nama Superiman itu bukan dari saya, tapi dari Lius, dia orang Buddha," kata Hamzah. Yang dimaksudkan adalah Lius Sungkharisma, ketua Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti). Lius bersama Yusuf Siregar dan Budiono Widodo merogoh duit dari kantongnya masing-masing Rp 100 juta saat meluncurkan gerakan ini Selasa pekan lalu. Hamzah sendiri menyetor Rp 25 juta, sehingga yang terkumpul baru Rp 325 juta. Namun gerakan ini yakin, hingga akhir tahun ini bakal terkumpul Rp 100 triliun. Dalam peluncuran gerakan ini, Hamzah Haz juga memperkenalkan lembaga induknya, yakni Wapres Centre (dipopulerkan dengan WC). Katanya, ini lembaga swadaya, swadana, dan mandiri. Lembaga ini diharapkan bisa menjadi alternatif dalam menangani krisis ekonomi yang berkepanjangan. Presiden Megawati duduk sebagai penasihat dalam lembaga ini, dan sebagai pelaksana harian ditunjuk Laode M. Kamaluddin, yang sehari-hari menjadi staf khusus Hamzah. Adapun Sekretaris Wapres Prijono Tjiptoherijanto duduk sebagai ketua dewan pembina, dengan anggota di antaranya Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, Ketua Kadin Aburizal Bakrie, dan mantan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo. Juga ada sederet pengusaha kelas kakap yang tergabung dalam Masyarakat Tionghoa Peduli (Matali). Mereka pun duduk di sembilan kepengurusan Wapres Centre lainnya, seperti Wapres Moneter, Wapres Peduli, dan Wapres Internasional. Menurut Laode, pada 28 Oktober nanti akan digelar fund rising besar-besaran secara nasional. Masyarakat diminta menyumbang secara sukarela. Sumbangan disetor ke rekening khusus 17081945 (ini angka proklamasi kemerdekaan) di empat bank pelat merah seperti BRI, BNI, BTN, dan Mandiri. Untuk menunjukkan transparansi, nantinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta auditor independen dipersilakan menelisik neraca keuangan. Siapakah orang-orang yang tergabung di Matali? Direktur Bank Harda, Peggy Puger, yang menjadi sekretaris organisasi itu, tak bersedia memberikan penjelasan saat dihubungi via telepon. "Saya sedang meeting, lain kali saja," katanya. Laode mengakui, peran kelompok Matali sangat besar dalam merumuskan cita-cita Hamzah membentuk wadah dana krisis nasional yang pernah diungkapkannya dalam berbagai kesempatan. Maklum, meski posisi Wapres biasa dianggap "ban serep", nyatanya tetamu dari berbagai lapisan masyarakat dan kepentingan tiap hari menyambangi Hamzah. Jika semua aspirasi mereka dibiarkan berlalu, tentu mubazir. Sehingga perlu wadah yang bisa mengolahnya menjadi konsep yang dapat diterapkan. "Matali yang jadi semacam katalisatornya," kata Laode. Lewat Matali pula, Laode optimistis rencana untuk mengumpulkan para taipan Cina yang merantau di 30-an negara pada akhir Desember nanti bakal terwujud. Proyek Wapres Centre yang bakal segera disumbangkan kepada pemerintah adalah pembangunan di kawasan perbatasan Kalimantan-Malaysia. "Kita sudah menyiapkan blue print-nya," kata Laode. Secara garis besar, dalam proyek di areal sepanjang 1.800 kilometer dengan lebar 10 kilometer itu akan dibangun perkebunan kepala sawit, pabrik pulp, dan industri lainnya. Selain melibatkan empat pemerintah daerah, juga akan ada investor dari Malaysia, Cina, dan India. Megaproyek triliunan rupiah itu diperkirakan akan menyerap lebih dari sejuta pekerja. Bagaimanapun, pengamat politik Arbi Sanit melihat proyek Wapres Centre maupun Superiman tak beda dengan pola Soeharto saat bergandengan dengan para konglomerat guna menghimpun dana. Ujung-ujungnya bermuara pada Pemilu 2004. Namun, saat meresmikan Wapres Centre, Hamzah berkeras program tersebut tak terkait untuk memperbesar pundi-pundi partainya. "Tidak ada nuansa politiknya. Seluruh dana akan diaudit," kata Hamzah. Menurut sumber TEMPO, kelompok Matali berhasil menembus pintu Istana Wapres melalui Irwan Artigtyo Sumadhijo dan Sheito Kobayashi. Irwan adalah putra Rachmadi Bambang Sumadhijo, Menteri Pekerjaan Umum era B.J. Habibie, dan Sheito adalah peranakan Jepang-Tionghoa yang punya akses ke Matali. Bahkan sebetulnya kedua fasilitator itulah yang menjadi penggagas Wapres Centre. Paling tidak hal itu tertera dalam lembar pengantar booklet "Silaturahmi Wapres Hamzah Haz dengan Matali", 12 Mei lalu. Hanya, kedua nama itu tak tampak karena ditutup kertas lain, sehingga yang muncul sebagai penggagas tunggal adalah Hamzah sendiri. Sumber TEMPO menyebutkan, pihak Istana Negara dan Sekretariat Negara sebetulnya kurang setuju ada Wapres Centre, karena dianggap melangkahi Presiden. Apalagi pembentukan situs istanawapres.go.id. Justru Istana Presiden belum punya situs. Karena itu, Laode sempat dipanggil Wakil Sekretaris Kabinet Erman Radjagukguk untuk memberikan klarifikasi. Tapi, saat dikonfirmasi soal itu seusai sidang kabinet terbatas Kamis pekan lalu, Erman hanya menggeleng. "Sudahlah, masih banyak tugas yang harus dikerjakan," katanya sambil menunjuk tumpukan map yang dibawanya. Laode sendiri menepis adanya gesekan antara Hamzah dan Megawati dalam soal Wapres Centre. Sebagai bukti, Presiden Megawati tercantum sebagai penasihat. Bahkan, menurut Laode, semula Presiden bersedia hadir dalam peresmian Wapres Centre tersebut, tapi Megawati harus memimpin rapat PDI Perjuangan di Lenteng Agung. Bagaimana dengan pencantuman nama lainnya, seperti Gubernur BI? Sumber TEMPO menyebutkan ada kemungkinan cuma dipajang, tanpa menghubungi terlebih dahulu. "Buktinya, Burhanudin dan Prijono tidak hadir," kata sumber TEMPO tersebut. Padahal, saat peresmian Wapres Centre itu, Prijono berada di ruang kerjanya, hanya 10 meter dari tempat acara. "Ketika itu saya memang sedang sibuk sekali," kata Prijono. Namun ia tak menjelaskan apakah namanya cuma dicantumkan atau sudah dihubungi. "Silakan tanya Pak Laode," katanya. Bagi Arbi Sanit, semua itu bukan jaminan dan sulit dijadikan pegangan. Sebab, di Amerika sekalipun, soal pembukuan banyak pula akal-akalan. Apalagi di Indonesia lewat BPK, yang laporannya jarang didengar pemerintah. Arbi percaya, setiap penyumbang bakal mengharapkan konsesi tertentu. "Mana ada pengusaha mau gratisan. Tapi, kok, DPR juga bisu melihat fenomena ini," kata Arbi sengit. Sudrajat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus