ANAK-anak sekolah berkerudung hitam antre di depan pintu masuk pavilyun dagang Inggris, di Teheran, untuk mendapatkan gambar berwarna-warni Kota London. Beberapa di antara anak-anak itu tampak bersiul-siul kecil mengikuti irama musik pop yang diputar petugas pavilyun. Lho? Jangan kaget. Pemandangan langka cuma dapat disaksikan pada Pameran Dagang Teheran yang diselenggarakan selama 11 hari, bulan lalu. Pameran yang diikuti 37 negara itu memperagakan hasil industri mereka, seperti gurinda berputar, batu batere, sampai pompa air penyemprot api. Meski dijejali sekitar 500.000 pengunjung, pameran itu dinilai peserta bukan sebagai ajang bisnis, melainkan lebih berupa pendekatan sosial. Betapa tidak. Inggris, misalnya, yang mengerahkan 44 perusahaan, hanya sebagian kecil yang berhasil melakukan transaksi. Ini bisa dimaklumi mengingat Iran sedang membenahi ekonominya, akibat perang yang berkepanjangan. Bagi sebagian peserta, pameran itu memang sengaja diikuti, sekalipun hasilnya tak sebanding dengan biaya penyelenggaraan, antara lain untuk memintas jalan memperoleh visa guna melakukan kontak dengan para pengusaha Iran. Kabarnya, banyak bisnis yang memberikan prospek cerah di sana, terutama setelah situasi membaik nanti. Seperti diketahui, Iran kini memang lagi sempoyongan gara-gara jatuhnya harga minyak. Dan, itu membuat nilai ekspor Iran melorot hingga 30 persen. Akibatnya, pembelian barang-barang impor juga turun. Impor yang memperoleh prioritas utama saat ini adalah alat-alat militer, makanan, obat-obatan, mesin industri, dan pertanian. Bagi Iran, pameran dagang ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan barang-barang ekspor nonmigas, dari anggur sampai madu. Supaya lebih merangsang pembeli luar negeri, produk-produk itu mereka tempeli label Untuk Diekspor. Tak diketahui berapa kontrak yang ditandatangani lran untuk produk-produk nonmigas itu. Memang, dalam masa sulit ini, di tengah terus merosotnya harga minyak, ekspor nonmigas adalah wilayah terobosan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini