Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dita Puspita, salah seorang warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Korea Selatan, menyoroti tren #Kabur Aja Dulu yang ramai di media sosial, khususnya platform X. Dia berpendapat bahwa tren itu merupakan bentuk ekspresi publik atas kondisi yang tidak memuaskan di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dita menilai bahwa kampanye ini sangat berbahaya jika dibiarkan tanpa solusi. Menurut dia, Indonesia bisa kehilangan sumber daya manusia Indonesia berkualitas apabila mereka lebih memilih untuk menempuh pendidikan dan melanjutkan hidup di luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Orang-orang capable ini lebih merasa dihargai di negara-negara yang mereka tinggali sekarang," kata Dita saat dihubungi Tempo melalui aplikasi WhatsApp pada Rabu, 19 Februari 2025.
Perempuan yang tinggal di Seoul itu mengaku khawatir jika fenomena ini berujung pada brain drain atau larinya orang-orang intelektual dari Indonesia ke negara lain.
Dita bercerita bahwa keinginannya ke luar negeri sebenarnya sudah ada sejak dulu. Sebab, dia ingin mendapatkan pendidikan dan memperoleh karier yang lebih baik di luar negeri, termasuk di Korea Selatan.
"Korea Selatan adalah tempat yang tepat bagiku untuk studi dan meniti karier," ujarnya.
Mahasiswi program magister di Kookmin University itu menuturkan bahwa dia berencana untuk menetap di Korea Selatan dalam 3-5 tahun mendatang.
Selama belajar di Korea Selatan, Dita mengaku memperoleh berbagai fasilitas penunjang belajar. Dia juga mengatakan bahwa lingkungan di Korea Selatan lebih mendukung bagi pengembangan dirinya.
"Di sini enggak banyak orang yang cepat nge-judge atau ngeremehin aku dalam berproses dan berkembang," tuturnya.
Dita yang mengambil jurusan teknik elektro itu juga mengungkap bahwa iklim persaingan di Korea Selatan sangat sehat, baik di dunia pendidikan maupun karier. Dia mengaku tidak takut untuk bersaing dengan orang lokal meskipun terkadang masih mengalami kendala bahasa.
Lebih lanjut, Dita mengatakan masyarakat Korea Selatan tidak pernah meremehkan dirinya yang berasal dari Asia Tenggara. Dia juga menyebut bahwa tak pernah menjadi korban rasisme di negara itu. "Justru aku diterima dengan baik di sini," ucap mahasiswi yang juga berprofesi sebagai peneliti itu.
Alumnus Universitas Indonesia asal Tangerang itu turut mengungkap bahwa menempuh pendidikan di Korea Selatan telah membentuk dirinya menjadi lebih tangguh dan kuat. "Aku enggak bakal dapat hal ini kalau enggak di sini," katanya.
Tak sampai di situ, Dita mengungkap banyak rekannya yang sesama WNI lebih betah hidup di Korea Selatan karena memiliki harapan untuk hidup lebih layak. Sebagai contoh, dia menyebut bahwa penghasilan yang bisa diperoleh di Korea Selatan lebih besar ketimbang Indonesia.
Lebih dari itu, Dita menilai Korea Selatan lebih banyak memberikan apresiasi atas prestasi setiap individu. Dia juga mengungkap bahwa banyak orang Indonesia yang mendapatkan pujian di Korea Selatan karena berprestasi di dunia akademik maupun profesional.
"Hanya saja di Indonesia, mereka belum mendapatkan apresiasi yang maksimal," ujarnya.
Menurut Dita, seharusnya WNI lebih mendapatkan penghargaan di Indonesia, termasuk kenaikan gaji dan jabatan. "Jika suatu saat Indonesia bisa seperti itu, aku rasa narasi #KaburAjaDulu enggak akan ramai seperti sekarang," tuturnya.
Pilihan Editor: Viral #KaburAjaDulu, WNI di Seoul Ungkap Kelebihan dan Tantangan Berkarir di Korea Selatan