Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad kembali mencalonkan diri sebagai presiden setelah wafatnya Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter bulan lalu. Ahmadinejad, yang menjabat dari 2005 hingga 2013, mendaftarkan diri bersama puluhan calon lainnya di kementerian dalam negeri pada hari Minggu, sehari sebelum periode pendaftaran berakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah disingkirkan dari kancah politik usai masa jabatannya yang kontroversial, Mahmoud Ahmadinejad mengaku mencalonkan diri atas permintaan rakyat dan yakin bisa menyelesaikan masalah Iran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Aljazeera, ketika ditanya soal kemungkinan didiskualifikasi oleh Dewan Penjaga, ia menjawab dengan senyum, "Jangan ajukan pertanyaan politik."
Meskipun Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mendesaknya untuk tidak mencalonkan diri pada 2017, Ahmadinejad tetap mendaftar dan dilarang ikut serta. Kepresidenannya ditandai inflasi besar, devaluasi mata uang, dan ketegangan terkait program nuklir Iran yang berujung sanksi multilateral.
Ahmadinejad berjanji membawa perubahan bagi Iran jika terpilih kembali, meski banyak yang skeptis terhadap kemampuannya di tengah tantangan berat. Untuk lebih memahami sosok Ahmadinejad, berikut adalah profilnya.
Siapakah Mahmoud Ahmadinejad?
Mahmoud Ahmadinejad lahir pada 28 Oktober 1956 di Garmsr, Iran. Ia merupakan seorang politisi Iran yang menjabat sebagai presiden Iran dari 2005 hingga 2013.
Dikutip dari Britannica, Ahmadinejad dibesarkan di Tehran dan menempuh pendidikan di Iran University of Science and Technology (IUST) dengan studi teknik sipil. Saat Revolusi Iran pada 1978 hingga 1979, ia menjadi salah satu pemimpin mahasiswa yang mengorganisir demonstrasi. Setelah revolusi, Ahmadinejad bergabung dengan Pengawal Revolusi, sebuah kelompok milisi agama yang dibentuk oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Ia menjabat di berbagai posisi hingga 1993, lalu diangkat menjadi gubernur provinsi Ardabil yang baru dibentuk. Pada Mei 2003, ia terpilih sebagai wali kota Tehrn dengan agenda populis. Sebagai wali kota, ia meningkatkan manajemen lalu lintas kota dan menjaga harga tetap rendah.
Dalam pemilihan presiden 2005, Ahmadinejad dengan mudah mengalahkan rivalnya yang lebih moderat, mantan presiden Hashemi Rafsanjani. Sebagai presiden, ia membalikkan kebijakan pendahulunya yang berorientasi pada reformasi, Mohammad Khatami, dan umumnya mengambil pendekatan yang lebih konservatif dalam negeri.
Dalam urusan luar negeri, ia dengan tegas membela program nuklir Iran dari kritik internasional dan mengundang kecaman internasional dengan komentarnya terhadap Israel serta menyebut Holocaust sebagai mitos.
Kontroversi Ahmadinejad
Ahmadinejad adalah figur yang kontroversial baik bagi Iran maupun dunia. Ia dikritik karena permusuhannya terhadap negara-negara seperti Israel, Arab Saudi, Inggris, dan Amerika Serikat.
Pernyataannya yang menyebut bahwa Holocaust adalah rekayasa juga menuai kecaman. Namun, kembalinya Ahmadinejad terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Barat terkait program nuklir Teheran yang berkembang pesat, perang yang meningkat antara Israel dan Hamas, serta persenjataan Iran untuk Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Menurut The Week, pemilihan ulangnya yang dipersengketakan pada 2009 memicu protes besar Green Movement atau Gerakan Hijau dan tindakan keras yang meluas di mana ribuan orang ditahan dan puluhan orang tewas.
Ahmadinejad juga mengkritik korupsi pemerintah, meskipun pemerintahannya sendiri menghadapi tuduhan korupsi dan dua mantan wakil presidennya dipenjara. Ia dikenal karena nuklirisasi Iran dan merupakan pemimpin utama Aliansi Pembangun Iran Islam, sebuah koalisi kelompok politik konservatif di negara tersebut.
Meski banyak memicu kontroversi, Ahmadinejad tetap populer di kalangan rakyat miskin karena upaya populis dan program pembangunan rumahnya. Setelah meninggalkan jabatan, ia aktif di media sosial dan menulis surat-surat publik kepada para pemimpin dunia untuk meningkatkan profilnya.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | DEWI RINA CAHYANI | IDA ROSDALINA