Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mangkuk Biksu Bersaksi

22 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKONOMI warga Burma gampang terlihat pada mangkuk dan cawan para biksu. Setiap pagi, biksu berke liling meminta lauk dari warga dengan menyodorkan mangkuk kosong. Makanan penduduk bertukar dengan doa mereka.

Sejak pertengahan Agustus lalu, mangkuk mereka lebih sering kosong. Ini pertanda buruk. Ekonomi warga sudah jatuh ke titik terendah. Biasanya, sefakir apa pun warga, para biksu selalu mendapat jatah makanan. Pertanda di mangkuk biksu itu benar belaka. Pada 27 September pecah huru-hara berdarah.

Harga minyak yang melambung adalah sebabnya. Pada Agustus, pemerintah Burma menaikkan harga minyak menjadi 3.000 kyat per galon bensin (sekitar empat liter). Ini hampir setara dengan harga internasional (1.500 kyat setara US$ 1). Kenaikan harga hingga lima kali lipat ini sungguh-sungguh mencekik warga. Sekitar 90 persen penduduk hidup pas-pasan dengan pendapatan kurang dari US$ 1 (sekitar Rp 9.000) per hari. Akibatnya, ekonomi 50 juta warga morat-marit. Warga kesulitan berbagi dengan para biksu. Mung Ti, salah seorang pegiat demokrasi Burma, punya angka untuk menggambarkan kesusahan tersebut.

Menurut aktivis yang minggat ke India sejak demonstrasi 1988 itu, upah harian buruh di Rangoon saat ini sekitar 1.500 kyat. Pemerintah Burma mengatakan ini setara dengan US$ 250 karena nilai tukar tiap dolar Amerika adalah 6 kyat. Tapi tunggu dulu, itu harga mata uang pemerintah. Bagi Mung Ti, nilai tukar kyat yang sesungguhnya ada di pasar gelap: US$ 1 setara dengan 1.350 kyat. Mana nilai tukar yang benar?

Jika harga pemerintah laik dipercaya, buruh kasar Burma sungguh makmur. Dengan upah setara US$ 250, setiap buruh kasar bisa membeli sekitar setengah ton (500 kilogram) beras cuma dengan sehari bekerja. Ini mengacu pada harga beras internasional yang sekitar US$ 1 untuk dua kilogram beras.

Nyatanya, harga beras di Burma juga 3.000 kyat per kilogram. Jadi, upah itu hanya cukup untuk membeli setengah kilogram beras. ”Atau, sepiring nasi dengan lauk ayam,” ujar Mung Ti kepada Tempo melalui telepon. Kelaparan melanda seluruh negeri. ”Satu keluarga dengan lima orang perlu, setidaknya, 5.000 kyat sehari hanya untuk membeli bahan makanan,” dia menambahkan.

Di lingkaran kekuasaan, kondisinya sungguh mencengangkan. Tahun lalu, sebuah rekaman video pernikahan Thandar Shwe, anak penguasa Burma Jenderal Than Shwe, beredar di internet. Ini pesta berkelas tinggi: hidangan melimpah dan tubuh kedua mempelai kemilau oleh berlian.

Burma—menempati peringkat ke-186 negeri termiskin di dunia—sesungguhnya kaya dengan sumber alam. Mereka punya cadangan gas 283 miliar meter kubik serta bahan tambang bernilai tinggi. Batu-batu mulia di negeri itu menunggu digosok. Namun, uang hasil penjualan sumber alam mengalir ke kocek penguasa. Walhasil, mangkuk biksu tidak sering terisi.

KS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus