Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Manhattan di Kota Suci

Masjidil Haram dan Ka'bah kini dibayang-bayangi oleh gedung pencakar langit. UNESCO mengaku heran terhadap sikap diam pemerintah negara Islam atas rusaknya situs warisan Islam.

21 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekitar satu jam sebelum matahari terbenam, Kota Suci Mekkah pada Jumat dua pekan lalu itu sedang diterjang badai. Berdasarkan taksiran Otoritas Pertahanan Sipil Arab Saudi, kecepatan angin hingga mencapai 80 kilometer per jam. Kilat juga menyambar-nyambar di langit kota yang terlihat seperti belantara crane raksasa itu. Derek-derek tersebut milik Saudi Binladin Group, perusahaan kontraktor yang mengerjakan proyek perluasan tahap ketiga Masjidil Haram, yang dicanangkan Raja Salman bin Abdul Azis pada Juli lalu.

Aswandi Ahmad, seorang dari jemaah haji asal Indonesia, sedang berada di Mataf, dekat Pintu Gerbang Raja Fahd. Sekitar pukul 17.15, ia baru selesai melakukan tawaf dan sedang menunggu waktu salat magrib. Badai disertai hujan itu juga membawa pasir, yang membuat perih mata. "Tak lama kemudian terdengar suara glondhang..., diikuti oleh suara panik dan teriakan istigfar di mana-mana," kata Aswandi, mengingat kembali peristiwa itu, Kamis lalu.

Suara dentuman keras sekitar pukul 17.23 itu berasal dari derek raksasa berwarna merah putih milik Saudi Binladin Group, yang ambruk di dekat Pintu Gerbang As-Salaam, yang kemudian menewaskan 111 dan melukai 331 jemaah dari berbagai negara--10 korban dari Indonesia. Aswandi bergegas menghubungi istrinya, Meyrinda Nauli, yang saat itu berada di lantai dua Masjidil Haram, hanya 70 meter dari lokasi crane jatuh. Pria 38 tahun asal Malang itu baru tersambung lewat telepon dengan Meyrinda 10 menit kemudian, dan bertemu satu jam setelah itu di penginapannya, Hotel Dar El Eiman.

Sesaat setelah insiden derek itu, Gubernur Mekkah Pangeran Khaled Al-Faisal membentuk komite penyelidikan yang dipimpin Hesham Al-Faleh, penasihat Pangeran Khaled. Laporan komite diserahkan ke Raja Salman dua hari kemudian, yang diikuti keluarnya putusan pengadilan Saudi, Selasa pekan lalu: eksekutif Binladin Grup dilarang meninggalkan negara itu; semua proyek Binladin Group ditangguhkan sambil menunggu kajian; korban tewas atau cacat permanen dalam insiden itu diberi santunan 1 juta riyal Saudi, yang terluka 500.000 riyal.

* * * *

"Rimba" crane di Mekkah, tempat tiap tahun umat Islam dari seluruh dunia datang untuk berhaji, adalah bagian dari proyek perluasan masjid yang di dalamnya terdapat Kabah, kiblat salat umat Islam. Menurut Saudi Press Agency (SPA), ekspansi pertama Masjidil Haram diprakarsai oleh pendiri Kerajaan Arab Saudi, Raja Abdulaziz (1932), yang kemudian dilanjutkan raja-raja sesudahnya: Saud bin Abdulazis (1953-1964); Faisal bin Abdulazis (1964-1975); Khalid bin Abdulazis (1975-1982); Fahd bin Abdulaziz (1982-2005); Abdullah bin Abdulaziz (2005- 2015). Proyek perluasan terbaru dilakukan Raja Salman, yang peluncurannya dilakukan pada 12 Juli lalu.

Ziauddin Sardar, penulis buku Mecca: The Sacred City (2014), mengatakan pembangunan--yang disebutnya "awal kehancuran"--Mekkah terjadi pada pertengahan 1970-an. Pembangunan membuat bangunan kuno yang tak terhitung banyaknya, termasuk Masjid Bilal, yang berasal dari zaman Nabi Muhammad, dibuldoser. Sejumlah bangunan yang berasal dari kekhalifahan Utsmaniyah Turki digantikan oleh bangunan modern. "Kota ini sekarang dikelilingi oleh brutalisme bangunan beton persegi panjang, yang merupakan campuran Disneyland dan Las Vegas," kata Ziauddin dalam opininya di The New York Times edisi 30 September 2014. Ia menambahkan situs arsitektur dominan di kota ini bukan lagi Masjidil Haram, melainkan Makkah Royal Clock Tower.

Makkah Royal Clock Tower atau Abraj Al-Bait Towers adalah gedung setinggi hampir 600 meter milik pemerintah, yang kini membayangi Masjidil Haram dan Ka'bah. Ini gedung tertinggi di Arab Saudi, keempat di dunia setelah Shanghai Tower di Shanghai (Cina), Tokyo Sky Tree di Tokyo (Jepang), dan Burj Khalifa di Dubai (Uni Emirat Arab). Besar dan tinggi jamnya mengalahkan Big Ben di London. Di kompleks itu terdapat mal lima lantai, apartemen mewah, dan hotel bintang lima Makkah Clock Royal Tower Hotel. Hotel yang memiliki 1.542 kamar ini dikelola Fairmont Hotel and Resorts, perusahaan pengelola hotel mewah di berbagai belahan dunia yang berbasis di Kanada.

Pembangunan Abraj Al-Bait Towers, yang bisa menampung hingga 100 ribu orang, menelan biaya US$ 15 miliar. Pembangunannya dikerjakan oleh Saudi Binladin Group pada 2002. Proyek bisa berjalan setelah Ajyad, benteng peninggalan kekhalifahan Usmaniyah tahun 1781, yang saat itu dimaksudkan untuk mengusir bandit dan penjajah agar tak masuk kota, dibongkar.

Menurut Ziauddin, pembangunan Kota Mekkah juga mengenyahkan situs berharga lainnya: rumah Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad, yang kemudian berubah menjadi blok toilet, dan rumah Abu Bakar, khalifah Islam pertama, berganti menjadi Hotel Hilton Mekkah. Rumah Nabi Muhammad menjadi sebuah perpustakaan tapi tidak terbuka untuk umum. Banyak ulama Saudi radikal yang menyerukan pembongkarannya karena khawatir peziarah akan berdoa kepada Nabi, bukan kepada Tuhan.

Pejabat Turki pernah mengeluhkan ekspansi luar biasa itu dalam sebuah kunjungan pada September 2014. "Saya mengatakan kepada Menteri Haji Saudi, dan menganggap salah dalam budaya kita jika Ka'bah terlihat berada di bawah," kata kepala Direktorat Urusan Agama Turki (Diyanet) Mehmet Görmez kepada wartawan pada 29 September tahun lalu. Pejabat Saudi itu balik bertanya, "Lalu bagaimana saat Anda melihat dari atas (Mekkah) ketika naik pesawat?" kata Gormez. "Itu adalah sudut pandang yang lain."

Abraj Al-Bait Towers berjarak 300 meter, atau 4 menit jalan kaki, ke Masjidil Haram. Salah satu jualan Makkah Clock Royal Tower Hotel adalah pemandangan langsung ke arah masjid akbar itu, dan Ka'bah. Tarif sewa kamarnya US$ 855 (lebih dari Rp 12 juta) semalam untuk tipe Fairmont King, sampai US$ 7.225 semalam untuk tipe Grand Royal King Suite Kaaba. Dalam kunjungan pada 2014 itu Görmez sudah dipesankan kamar oleh pemerintah Saudi di lantai 20. "Saya membuka jendela, dan lutut saya gemetar ketika melihat pemandangan Ka'bah di bawahnya," tutur Görmez. Ia pun turun mencari kamar lain sebagai pengganti. "Sejarah sedang dihancurkan di Tanah Suci setiap hari," ujarnya, seperti dikutip hurriyetdailynews.com.

Kegusaran atas kondisi Kota Suci juga dikemukakan Irfan Al-Alawi, salah satu pendiri Islamic Heritage Research Foundation di Mekkah. Kata Alawi, Mekkah bukan kota biasa. Ia khawatir banyaknya gedung pencakar langit akan membuat kota suci ini "terlihat seperti Manhattan"--wilayah di New York yang dipenuhi gedung pencakar langit dan sering disebut sebagai pusat ekonomi dan kebudayaan Amerika Serikat. "Orang-orang mengunjungi Masjidil Haram untuk beribadah dan memiliki spiritualitas yang terkait dengan Tuhan. Tapi itu kini seperti menjadi resor liburan," katanya, seperti dilansir CNN.

Pejabat Arab Saudi membela perluasan masjid dan pembangunan Mekkah ini, yang meliputi perbaikan kereta dan jalan, sebagai upaya membuat jemaah haji lebih nyaman. Ketika empat tahun lalu Raja Abdullah meresmikan pelebaran Masjidil Haram seluas 400.000 meter persegi, setara dengan lebih dari 50 lapangan sepak bola, itu akan memungkinkan kompleks masjid menampung sekitar dua juta orang. "Apa yang terjadi di sini adalah booming pengembangan utama melalui peningkatan kemitraan publik-swasta," kata Fahad Al-Harbi, seorang kepala distrik di Mekkah, seperti dikutip news24.com. Perbaikan ini "untuk memudahkan jemaah".

Badan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengaku heran dengan sikap diam sejumlah negara terhadap rusaknya warisan dunia di Mekkah. Padahal, ketika pemerintah Taliban meledakkan patung Buddha Bamiyan di Afganistan pada 2001, dunia internasional mengecam. "Ketika soal Mekkah, sejauh kita perhatikan itu hanya jadi masalah Saudi," kata Roni Amelan, juru bicara UNESCO. Pemerintah Saudi tak pernah memasukkan Mekkah ke daftar situs warisan dunia sehingga badan PBB ini tak memiliki dasar hukum untuk bersikap.

Carla Power dalam Time edisi14 November 2014 menulis pemerintah di negara Islam mungkin sadar kekuatan Saudi yang bisa memotong kuota haji mereka sehingga cenderung diam tentang masalah ini, kecuali Turki. Saat Benteng Ajyad digusur, Turki dan komunitas internasional mengecamnya. Tapi pemerintah Saudi mengatakan, "Tidak ada yang memiliki hak untuk mencampuri kedaulatan negara", dan langkah itu sebagai "perkembangan yang merupakan kepentingan umat Islam seluruh dunia".

Abdul Manan (The New York Times, CNN, Time, The Independent)


Perluasan Rumah Tuhan

Perluasan Masjidil Haram sudah dilakukan sejak Raja Abdul Azis, yang kemudian diikuti Raja Saud dan Raja Faisal. Perluasan taman timur dilakukan di era Raja Khalid, pelebaran masjid di sisi barat selama era Raja Fahd, dan perluasan Massaa di era Raja Abdullah. Perluasan besar diperintahkan oleh Raja Abdullah, yang dilanjutkan oleh Raja Salman. Pelebaran ini dilakukan untuk menampung jemaah yang terus bertambah. Pada 1960-an jumlah jemaah sekitar 200.000 dan kini sudah hampir mencapai 3 juta.

Komponen Perluasan Ketiga
Bangunan utama masjid, perluasan Massaa dan jalan Mataf, taman luar, jalan layang, tangga, kompleks bangunan layanan pusat, layanan terowongan, gedung keamanan, rumah sakit, pejalan kaki menggunakan terowongan, stasiun transportasi, jembatan yang mengarah ke masjid, jalan lingkar pertama sekitar area masjid, dan infrastruktur yang termasuk pembangkit listrik, waduk air, dan sistem drainase banjir.

Lima Proyek Besar Raja Salman
Perluasan baru yang diumumkan Raja Salman pada 12 Juli 2015 akan meningkatkan kapasitas fasilitas penampungan jemaah menjadi 1.850.000.

Proyek meliputi:

  • Perluasan bangunan masjid (enam lantai untuk salat, 680 eskalator, 24 elevator untuk orang yang berkebutuhan khusus, dan 21.000 toilet dan tempat wudu)
  • Taman eksternal
  • Jalur pejalan kaki yang melewati terowongan
  • Gedung layanan pusat
  • Jalan lingkar pertama

    Raja Arab Saudi

  • Raja Abdul Aziz 1932-1953
  • Raja Saud bin Abdulaziz 1953-1964
  • Raja Faisal bin Abdulaziz 1964-1975
  • Raja Khalid bin Abdulaziz 1975-1982
  • King Fahd bin Abdulaziz 1982-2005
  • Raja Abdullah bin Abdulaziz 2005- 2015
  • Raja Salman bin Abdulaziz 2015- sekarang
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus