Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AUSTRALIA
Turnbull Gantikan Abbott
Australia punya perdana menteri baru, Malcolm Turnbull. Pria 60 tahun ini menggantikan Tony Abbott, yang digulingkan partainya sendiri, Partai Liberal, pada Senin malam pekan lalu.
Turnbull adalah pengacara kaya raya sekaligus mantan investor perbankan. Partai Liberal menganggapnya lebih sejalan dengan opini publik Negeri Kanguru. Dia, misalnya, dikenal vokal dalam isu perubahan iklim, yang merupakan tantangan terbesar bagi Partai Liberal dari segi moral, sosial, politik, dan ekonomi.
Sebagai perdana menteri ke-29, Turnbull berencana menempatkan lebih banyak perempuan di kabinetnya. "Tidak ada antusiasme yang lebih besar bagi saya dibanding melihat lebih banyak perempuan dalam kekuasaan dan pengaruh di parlemen dan kementerian," katanya, seperti dilansir AP, Selasa pekan lalu.
Menurut analis Hugh White, tantangan bagi Turnbull saat ini adalah menjalankan pemerintahan yang efektif. "Itu tidak terjadi sejak 2007," ujarnya. Maklum, gejolak politik di Australia bermula pada pemerintahan Partai Buruh yang dipimpin Kevin Rudd pada 2007.
Bob Gregory, profesor bidang ekonomi di Australia National University, berkomentar, tugas utama Turnbull saat ini mengkomunikasikan kebijakannya. "Dia harus berterus terang, menjelaskan segala sesuatu." Turnbull sendiri berjanji akan lebih sering berkonsultasi dengan kolega dan publik, karena Australia membutuhkan pemimpin yang mengadvokasi, bukan memberi slogan.
AMERIKA SERIKAT
Jam Ahmed Dikira Bom
Ahmed Mohamed, pelajar sekolah menengah berusia 14 tahun di Irving, Texas, Amerika Serikat, sangat bangga dengan jam digital buatan sendiri dari suku cadang dan kotak pensil. Namun, ketika dia memperlihatkannya kepada gurunya di MacArthur High School, sang guru malah menelepon polisi karena ketakutan, mengira Ahmed membuat bom.
Remaja itu kemudian dipanggil ke ruang kepala sekolah. Di sana sudah ada lima polisi, yang lalu menggeledah tas, menginterogasi, serta mengambil tablet dan karyanya. Dia dibawa ke kantor polisi dengan tangan diborgol. Foto Ahmed mengenakan kaus NASA, badan antariksa Amerika, dengan raut wajah kebingungan segera beredar di media sosial.
Menurut Ahmed kepada Dallas Morning News, ketika dia menunjukkan jam buatannya, gurunya berkata, "Itu kelihatan seperti bom." Polisi pun menyebut jam itu seperti bom di film-film. Padahal Ahmed memang dikenal suka memperbaiki barang-barang. Dia membuat radio sendiri, juga memberi hadiah speaker Bluetooth untuk temannya.
Mengetahui kejadian yang menimpa Ahmed, Presiden Barack Obama mencuitkan dukungan, bahkan mengundangnya ke Gedung Putih. "Jam yang keren, Ahmed. Mau membawanya ke Gedung Putih? Kita harus mendorong anak-anak sepertimu menyukai sains. Itulah yang membuat Amerika hebat."
Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, bersikap serupa. "Memiliki keterampilan dan ambisi membuat sesuatu yang keren harus mendapat tepuk tangan, bukan penahanan. Masa depan milik orang seperti Ahmed." Zuckerberg meminta Ahmed terus berkarya. Dia juga menawari remaja keturunan Sudan itu berkunjung ke kantor Facebook.
Meski menyatakan tak akan menuntut Ahmed, kepolisian Irving tampak tak menyesal menahan bocah itu. Tidak ada permintaan maaf kepada Ahmed ataupun keluarganya. "Itu membuat saya merasa tidak seperti manusia," kata Ahmed.
JEPANG
Tinggalkan Kebijakan Pasifis
Keributan pecah di majelis tinggi parlemen Jepang saat pemungutan suara atas undang-undang kontroversial tentang keamanan pada Kamis pekan lalu. Undang-undang yang telah disetujui majelis rendah parlemen ini bakal mengamendemen kebijakan pasifis Jepang yang dianut sejak akhir Perang Dunia II.
Dengan undang-undang baru, Jepang diizinkan membantu pertahanan negara-negara sekutunya yang sedang dalam kondisi diserang. Upaya mengubah aturan itu sebenarnya menggembosi popularitas Perdana Menteri Shinzo Abe. Tapi Abe menyebutnya sebagai langkah vital untuk menghadapi tantangan eskalasi militer Cina. "Ini untuk melindungi hidup dan kebahagiaan rakyat," kata Masahisa Sato, anggota komite Partai Liberal Demokrasi, partai pemerintah, seperti dilansir ABC.
Kalangan oposisi tak setuju. Mereka khawatir undang-undang itu hanya akan membuat Jepang terjerat dalam konflik yang dimotori Amerika Serikat. "Apakah partai berkuasa mendengar suara publik? Apakah Anda pikir bisa melakukan apa pun karena Anda mayoritas?" ujar pemimpin komite Partai Demokrat, partai oposisi, Tetsuro Fukuyama, seperti dilaporkan Japan Today.
Demi memuluskan niatnya, Abe menunda pengesahan undang-undang oleh majelis tinggi hingga menjelang reses pada 27 September. Pada Rabu pekan lalu, Abe berhasil mendapat dukungan tiga kelompok oposisi minoritas, yaitu Jisedai no To (Party for Future Generations), The Assembly to Energize Japan, dan Shinto Kaikaku (New Renaissance Party). Dia berjanji mengadopsi resolusi tambahan, yaitu kewajiban pemerintah untuk mendapat persetujuan parlemen sebelum mengerahkan pasukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo