Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kali Ini Lobi Tak Bergigi

Lobi Yahudi kalah dalam upaya menjegal kesepakatan nuklir dengan Iran. Salah satu penyebabnya Perdana Menteri Israel sendiri.

21 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan televisi berdurasi 32 detik itu menampilkan Ahmad Batebi di sebuah ruang minim cahaya. Bekas tahanan politik Iran selama sembilan tahun ini menceritakan pengalamannya dimasukkan ke satu ruangan dengan mata tertutup, diperintahkan berdiri di sebuah bangku, lalu ditendang. "Iran menandatangani perjanjian yang melarang penyiksaan, tapi tetap melakukannya," ujar Batebi. "Sekarang mereka menandatangani kesepakatan menjanjikan tak ada senjata nuklir. Menurut Anda, apa yang akan mereka lakukan?"

Iklan itu dibuat kelompok nonprofit Citizens for a Nuclear Free Iran atas sponsor American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), lembaga lobi Yahudi di Amerika Serikat. Menurut laporan The New York Times, AIPAC menghabiskan hingga US$ 30 juta untuk biaya iklan serupa dan lobi demi menjegal upaya Presiden Barack Obama meloloskan kesepakatan nuklir Iran di Kongres. Tapi, "Mereka gagal. Mereka bahkan tak mendapat suara," kata Clifford Kupchan, Direktur Eurasia Group, sebuah perusahaan konsultasi, Kamis dua pekan lalu. Dia menyebut hal ini sebagai salah satu kemunduran terbesar AIPAC dalam sejarah memenangi lobi untuk kepentingan Israel.

Senator Demokrat, Steven Cohen, mengatakan kegagalan lobi AIPAC disebabkan oleh pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Kongres pada Maret lalu. "Dia datang dan mencoba mempengaruhi anggota Kongres serta melobi untuk menentang Presiden menciptakan sebuah kelemahan," ujar Cohen, seperti dilansir The Washington Post.

Kedatangan Bibi—sapaan akrab Netanyahu—terwujud atas prakarsa Duta Besar Israel di Amerika, Ron Dermer, dan Ketua House of Representatives (DPR) sekaligus senator Partai Republik, John Boehner. Ketika itu Bibi menyebut Iran dan nuklirnya sebagai ancaman bukan hanya bagi Israel, melainkan juga seluruh dunia. Banyak pihak justru menganggapnya tak etis karena datang di masa mendekati pemilihan umum Israel dan tanpa permisi Gedung Putih.

Menurut seorang asisten legislator Yahudi asal Demokrat yang tak mau disebut namanya, langkah Duta Besar Dermer juga menuai banyak reaksi negatif. Dermer, yang mantan anak buah Frank Luntz, pejabat di Partai Republik, dianggap memperburuk posisi AIPAC. "(Lobi AIPAC) sebelumnya tak pernah bernada keras, sok berkuasa, atau mengancam. Tapi sekarang kesan yang didapat kelompok Yahudi Demokrat adalah 'ambil atau tinggalkan, jika Anda di pihak yang berlawanan, Anda salah'," katanya.

Mantan anggota Kongres dari Demokrat, Robert Wexler, berkomentar, Netanyahu merasa paling tahu soal Amerika. "Kesalahan Netanyahu, dia mengenal Amerika yang memilih Ronald Reagan. Dia benar-benar tak familiar dengan Amerika yang memilih Obama. Itu Amerika yang sangat berbeda."

Selain faktor Netanyahu, Cohen mengungkap bombardemen kampanye anti-kesepakatan nuklir yang sangat menggebu-gebu dan ujungnya sangat mengganggu. Mereka mempertanyakan agama dan intelektualitas, bahkan menyebut Cohen sebagai kapo—sebutan buat tahanan Nazi yang bertugas mengawasi pekerja paksa. Senator Demokrat lainnya, Chris Coons, yang mendukung Obama, mengatakan iklan anti-kesepakatan nuklir AIPAC yang ditemuinya terlalu agresif. "Bukannya mendorong untuk menolak kesepakatan itu, para senator membenci iklannya," ucapnya.

Akhirnya, meski AIPAC satu suara dengan Partai Republik dalam menolak kesepakatan nuklir, mereka hanya bisa mempengaruhi dua senator dan beberapa anggota DPR dari Demokrat. Sedangkan Obama mampu meraup dukungan lebih dari 34 anggota Senat, yang berarti jaminan bahwa lawan politiknya tak mungkin mengumpulkan dua pertiga suara untuk memveto kesepakatan nuklir.

Atmi Pertiwi (The Washington Post, The New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus