Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAFA mendapati kakinya berlumuran darah ketika terbangun. Gadis etnis Yazidi berusia 12 tahun ini diperkosa penculiknya, milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Dia tidur di tempat yang sama dengan saya dan meminta saya tidak takut karena saya seperti putrinya," kata Wafa kepada peneliti Human Rights Watch (HRW), Samer Muscati dan Rothna Begum, seperti dirilis dalam laporan HRW, Rabu dua pekan lalu.
Wafa dan keluarganya diculik dari desa mereka, Kocho, Distrik Sinjar, Provinsi Nineveh, bagian utara Irak. Penculik memisahkan Wafa dari keluarganya. Dia dibawa ke beberapa lokasi di Irak, lalu Raqqah, Suriah. "Pria yang menculiknya mengatakan jangan khawatir karena dia akan diperlakukan seperti anak sendiri," ucap Muscati. Kenyataannya, dia diperkosa berulang kali. Dia berhasil kabur tiga bulan setelah diculik. Namun orang tua, tiga saudara laki-laki, dan satu saudara perempuannya masih hilang.
Wafa baru satu contoh Yazidi korban ISIS. Etnis Yazidi adalah bagian dari minoritas Kurdi yang kebanyakan tinggal di utara Irak. Yazidi juga tersebar di tenggara Turki, utara Suriah, beberapa wilayah Rusia, dan sebagian Iran. Jumlah mereka berkisar 1 juta jiwa. Menurut HRW, sejak ISIS menyerang Sinjar, pada 3 Agustus 2014, lebih dari 736 ribu warga Irak yang umumnya Yazidi lari dari rumah mereka.
ISIS membunuh etnis Yazidi laki-laki dan menculik keluarga mereka. Para perempuan muda dan gadis-gadis dipisahkan dari pria dewasa, bocah lelaki, dan wanita tua. Sampai September 2014, HRW mendapat data dari kelompok Yazidi, ada 3.133 nama warga mereka yang hilang, diculik ataupun dibunuh ISIS sejak awal serangan. Maret 2015, jumlahnya bertambah menjadi 5.324 nama.
Direktur HRW Liesl Gerntholtz mengatakan ISIS melakukan pemerkosaan terencana, pelecehan seksual, dan kejahatan mengerikan lainnya terhadap perempuan Yazidi. Korban penculikan ISIS, Dilara, 20 tahun, mengiyakan pernyataan itu. Dia mengaku dibawa ke aula pernikahan tempat 60 perempuan Yazidi lain berusia 8-30 tahun dikumpulkan. "Kata tentara ISIS, kami akan menikah dengan mereka, melahirkan anak-anak mereka, dan berpindah ke Islam," ujarnya.
Menurut Dilara, milisi ISIS juga membeli perempuan seharga US$ 2.000 atau sekitar Rp 25,8 juta dari satu anggota ISIS ke anggota lain untuk diperkosa. Selesai dengan satu perempuan, milisi tak beradab itu kembali lagi untuk mencari perempuan lain. Dilara melihat langsung tentara ISIS menjambak rambut, memukuli, dan membanting kepala perempuan yang menolak. "Mereka (tentara ISIS) seperti binatang," katanya.
Samia, perempuan yang didiagnosis menderita kanker pada 2007, tak lepas dari pemerkosaan ketika dia diculik, Agustus 2014. Seperti dilaporkan International Business Times, Selasa pekan lalu, dia dijadikan properti oleh seorang milisi bernama Abu Ahmed. Samia memohon agar tak disentuh. "Saya dalam perawatan kemoterapi. Saya dan suami saya tak berhubungan seksual selama tiga tahun karena kondisi ini," ujarnya kepada Ahmed. Usaha itu sia-sia. Samia tetap diperkosa berulang kali setiap Ahmed kembali dari perang.
Masih menurut laporan HRW, perempuan yang menjadi korban mencoba bunuh diri dengan pecahan kaca atau pisau, menyetrum diri di bak mandi, hingga minum racun. Salah satunya Rashida, 31 tahun. Masih kepada peneliti HRW, dia menceritakan pengalaman pahit ketika tentara ISIS mengundi nama para gadis. Gadis yang namanya muncul disuruh mandi sebelum disetubuhi. "Pria yang memilih saya, Abu Ghufran, memaksa saya mandi. Tapi, ketika di kamar mandi, saya mencoba bunuh diri," ucapnya.
Di rumah penahanan, Rashida menemukan cairan yang dia duga racun. Tak hanya membawa cairan itu ke kamar mandi, dia juga membagikannya kepada gadis-gadis yang lain. Setelah cairan itu dicampur dengan air kamar mandi, mereka meminumnya. Gagal. Tak satu pun tewas. Mereka hanya sakit.
ISIS sendiri mengaku memperbudak perempuan dan anak-anak. Dalam sebuah artikel di majalah online berbahasa Inggris terbitan ISIS, Dabiq, mereka mengklaim menghidupkan kebiasaan yang dibenarkan hukum Islam. "Setelah penangkapan, perempuan dan anak-anak Yazidi dibagi berdasarkan syariat kepada pejuang ISIS yang ikut dalam Operasi Sinjar setelah seperlima budak dikirim ke otoritas ISIS sebagai khums (pajak rampasan perang)," demikian pernyataan ISIS seperti dikutip situs HRW.
Sebuah dokumen yang dikeluarkan Departemen Riset dan Fatwa ISIS menyebutkan jual-beli budak diperbolehkan karena hanya dianggap properti yang bisa dibuang. Mereka juga membenarkan pemukulan perempuan sebagai bentuk pendisiplinan. Pernyataan departemen itu, seperti dikutip situs Memri: Jihad & Terrorism Threat Monitor, 4 Desember 2014, "Boleh bersetubuh dengan perempuan budak yang sudah balig, jika dia bisa. Jika tidak bisa, cukup menikmatinya tanpa bersetubuh."
Atmi Pertiwi (hrw, Memri Jttm, Ib Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo