Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Menyeleksi Pimpinan C1

Sekretariat Negara mengambil alih pembentukan panitia seleksi pimpinan KPK. Kementerian Hukum sempat mengusulkan Romli Atmasasmita sebagai ketua panitia.

27 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA mantan penegak hukum bertamu ke ruangan pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrrahman Ruki, di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa sore dua pekan lalu. Mereka adalah Jimly Asshiddiqie, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas. Bertemu di lantai tiga gedung KPK, tuan rumah didampingi tiga wakil ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, Johan Budi S.P., dan Zulkarnain.

Jimly, Tumpak, dan Erry datang ke C1-sebutan alamat kantor KPK di Jalan Rasuna Said-dengan misi khusus. Ketiganya, kata seorang pejabat KPK, banyak bertanya tentang masa depan komisi antirasuah itu. "Salah satunya mengenai pandangan pimpinan terkait dengan calon pimpinan KPK mendatang," ujar pejabat ini, Rabu dua pekan lalu.

Dalam pertemuan itu, Ruki dan tiga Wakil Ketua KPK menghendaki agar pimpinan KPK mendatang adalah orang-orang yang berintegritas tinggi dan relatif tak punya banyak masalah. Namun Ruki tak menyebut contoh figur yang diinginkannya. "Secara umum saja," ujar pejabat tadi.

Jimly, yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, membenarkan pertemuan itu untuk membahas kriteria calon pimpinan KPK. Adapun Erry menjawab diplomatis. "Banyak hal yang kami bicarakan," kata Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 itu, Selasa pekan lalu.

Jimly dan Erry kini anggota Tim Sembilan, yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo. Tim ini bertugas menyelesaikan konflik antara KPK dan Kepolisian RI terkait dengan kasus dugaan rekening gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Sama seperti Erry, Tumpak dulu Wakil Ketua KPK (2003-2007).

Bekas staf khusus Sekretariat Negara Refly Harun tidak merasa heran atas kunjungan Jimly, Erry, dan Tumpak tersebut. "Sangat wajar bila mereka membahas kriteria calon pimpinan KPK," ujarnya. Ketiganya, kata Refly, memang diusulkan sebagai anggota panitia seleksi pimpinan KPK. Nama mereka bahkan sudah masuk ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno tiga bulan lalu.

Anggota panitia seleksi lainnya adalah guru besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Saldi Isra; guru besar Universitas Indonesia, Imam Prasodjo; Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Agus Santoso; serta Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi. Nama-nama tadi muncul melalui diskusi alot di kalangan internal Sekretariat Negara.

Menurut Refly, sederet nama tadi sudah disiapkan untuk mengantisipasi permintaan Presiden. Apalagi masa jabatan pimpinan KPK akan berakhir pada Desember ini. Panitia seleksi juga biasanya dibentuk enam bulan sebelum jabatan pimpinan KPK berakhir. Tujuannya agar seleksi berjalan transparan sesuai dengan amanah Undang-Undang KPK. Itu sebabnya, kata Wicipto, panitia seleksi idealnya sudah terbentuk bulan ini.

Biasanya panitia seleksi pimpinan KPK dibentuk oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tapi kali ini diambil alih oleh Sekretariat Negara. Seorang anggota staf Sekretariat Negara membeberkan sejumlah alasan kenapa pemilihan panitia seleksi tidak dilakukan di Kementerian Hukum. Alasan pertama, kata dia, untuk menjaga independensi panitia seleksi. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dikhawatirkan membawa kepentingan partai. Pemerintah juga khawatir panitia seleksi bentukan Yasonna akan menuai antipati dari sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang sedang menggulirkan hak angket terhadap Yasonna.

Alasan lain, Kementerian Hukum menyodorkan nama guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita. sebagai ketua panitia seleksi. Menurut anggota staf tadi, pengajuan nama itu membuat gusar Sekretariat Negara karena Romli punya rekam jejak tak sedap di mata KPK belakangan ini.

Romli, misalnya, dalam beberapa kesempatan kerap mempersoalkan langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK. Terakhir, dia menjadi saksi ahli yang meringankan di persidangan saat Budi Gunawan memohon praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Jika jadi ketua panitia seleksi, dikhawatirkan akan menuai kecaman masyarakat," kata anggota staf Setneg ini.

Romli membantah anggapan bahwa namanya diusung sebagai ketua panitia seleksi. "Saya belum pernah ditanya soal jabatan itu, apalagi minta-minta jabatan," katanya pekan lalu. Keterangan Romli berbeda dengan dua anggota staf Sekretariat Negara lain yang ditemui Tempo. Menurut mereka, Romli tak hanya diajukan oleh Kementerian Hukum, tapi juga disokong oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edy Purdijanto. Tedjo membantah soal ini. Wicipto juga mengaku tidak tahu nama Romli diusung oleh Kementerian Hukum. "Kalaupun ada nama itu, bukan dari bagian saya," ujarnya.

Nama lain yang disodorkan oleh Kementerian Hukum adalah Edward Omar Sharif Hiariej, guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Seorang dosen UGM bercerita, Edward pernah ditelepon oleh Romli pada Maret lalu. Dalam percakapan itu, menurut dia, Romli mengajak Edward menjadi panitia seleksi pimpinan KPK. "Pak Edward mengiyakannya," tutur dosen ini. Edward tak bersedia memberikan konfirmasi. "Saya no comment kalau soal itu," katanya.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah sejumlah alasan tadi. Menurut dia, pengambilalihan itu hanya untuk memudahkan proses seleksi karena semua peraturan presiden dikeluarkan oleh lembaga yang dipimpinnya. "Meski begitu, koordinasi tetap dilakukan bersama Kementerian Hukum," kata Pratikno.

Refly mengatakan pembentukan panitia seleksi itu dimulai Desember tahun lalu. Kebijakan Sekretariat Negara mengambil alih pembentukan panitia seleksi pimpinan KPK itu juga sejalan dengan Pasal 30 ayat 2 Undang-Undang KPK, yang mengatur pembentukan panitia seleksi dilakukan oleh pemerintah. Menurut dia, dalam pemerintahan Jokowi, panitia seleksi dianggap sebagai alat Presiden untuk menyeleksi pimpinan lembaga negara independen. "Karena itu, harus diambil alih Presiden dan tugas pokok Setneg adalah melancarkan tugas-tugas Presiden," ujarnya.

Keputusan presiden tentang pembentukan panitia seleksi pimpinan KPK akan diterbitkan pada akhir bulan ini. Salah satu pertimbangannya: masa jabatan pimpinan KPK periode 2011-2015 berakhir tahun ini. Keputusan presiden itu juga untuk mengantisipasi penolakan Peraturan Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang KPK, yang berisi pengangkatan tiga pelaksana tugas pimpinan KPK, yakni Ruki, Indriyanto, dan Johan Budi. Ketiga pemimpin itu menggantikan Busyro Muqoddas, yang sudah habis masa jabatannya, serta Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang nonaktif karena menjadi tersangka polisi. Bila Dewan Perwakilan Rakyat menolak Perpu Nomor 1 Tahun 2015, KPK hanya memiliki dua pemimpin, yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.

Rusman Paraqbueq, Tika Primandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus