Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Maut di kota suci

Gerilyawan tamil yang menuntut hak otonom, dilatih gerilyawan plo, menjadi biang kerusuhan berdarah di sri lanka. bentrokan fisik kian menjadi, ratusan pribumi sinhale di bantai di anudhapura. (ln)

25 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENYAMAR sebagai tentara, 25 gerilyawan Tamil telah membantai 148 pribumi Sinhale di Anuradhapura, kota suci umat Budha, yang terletak 210 km di Utara Colombo. Mereka lebih dulu membajak dua bis, Selasa pekan silam, lalu tanpa belas kasihan menembak ke segala arah. Dari begitu banyak korban, seorang biksu dan empat biksuni ikut terbunuh. Orang-orang malang ini sedang berziarah ke Sri Mahabodhi, sebuah pohon suci menurut kepercayaan umat Budha. "Bagi kami pohon itu sesuci kuil Amritsar bagi orang Sikh di India," kata Chandra Bandara, kepala distrik Anuradhapura. Buntut pembantaian itu, presiden Sri Lanka Julius Jayewardene memperpanjang masa berlaku keadaan darurat dan melimpahkan wewenang lebih besar kepada satuan keamanan untuk menghadapi gerilyawan Tamil. Dewasa ini Sri Lanka sudah berada di tepi jurang perang saudara, dan bagi Jayewardene tampaknya tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan berbagai dana di luar anggaran belanja untuk melipatgandakan potensi militer. Gerilyawan Tamil dilatih gerilyawan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina), sedangkan tentara Sri Lanka digembleng ahli inteligen Israel dan veteran satuan komando elite Inggris, SAS. Sejak meruncingnya konflik Tamil lawan Sinhale, Desember 1984, suatu penyelesaian politik tak kunjung menjadi kenyataan. Minoritas Tamil - 21/2 juta di tengah 17 juta pribumi Sinhale--tetap menuntut pemerintah otonom, sementara pemerintahan Jaye tidak bisa menerima gagasan radikal itu. Enam bulan terakhir ini konflik antara kedua belah pihak semakin tidak terjembatani, sebaliknya bentrokan berdarah kian menjadi-jadi. Berita terakhir dari Colombo menyatakan, lebih dari 60 penduduk sipil keturunan Tamil tercatat hilang atau mati sesudah pasukan komando menyapu bersih kawasan timur negeri itu. Menurut tokoh masyarakat setempat, satuan tugas itu menembak 41 orang pada hari Kamis, 16 orang lagi pada hari Jumat, dan lima yang terakhir, Sabtu lalu. Keterangan ini dibantah Menhan Sepala Attygalle. Namun, seorang pejabat di daerah Ampara menunjukkan daftar 20 orang tewas, seorang di antaranya pendeta Hindu. Lalu seorang pemimpin Tamil di Ampara menyatakan bahwa ada tiga desa dibabat pasukan komando, sejumlah penduduk tertembak, beberapa rumah terbakar. Melihat elaatnya, kerusuhan berdarah ini, yang sudah berlangsung tujuh tahun, masih akan berkepanjangan. Pembantaian di Anuradhapura, misalnya, adalah penyebab utama serangkaian bentrokan fisik yang terjadi dua pekan terakhir. Menurut analisa orang Sinhale, pihak Tamil sengaja melakukan perbuatan keji itu, sebagai provokasi agar lawan terpancing, setidaknya untuk membalas dendam. Dalam tahap lanjut, provokasi itu akan marak dan meruyak lalu negara tercemplung dalam krisis. Pada saat itulah, pribumi Sri Lanka terpaksa mundur ke selatan, sementara kaum pendatang Tamil melakukan konsolidasi di utara. Dengan demikian, seperti yang diramalkan kepala distrik Chandra Bandara, akan terjadi pemisahan defacto, suatu kondisi yang sejak dulu dicita-citakan perusuh Tamil. Dari sini sudah terbentang jalan ke arah terbentuknya negara bagian separatis Tamil. Operasi pembersihan yang dilancarkan ke utara, barat, dan timur agaknya dimaksudkan untuk secepatnya menggagalkan perjuangan bersenjata Tamil. Sehari sesudah pembantaian di Anuradhapura, 48 Tamil dibabat habis oleh segerombolan orang tak dikenal. Tak ubahnya balas dendam, pembunuhan itu dilakukan di atas sebuah ferty dalam cara yang sama keji dan sama dinginnya. Untuk itu, mereka hanya menggunakan golok dan kapak. Tak salah lagi pelakunya tentu orang-orang Sinhale yang berhasil menyergap feny dengan mengerahkan dua perahu milik angkatan laut Sri Lanka. Tapi 48 nyawa belumlah memadai. Seorang tentara Sinhale berpangkat kopral, dalam suatu tindakan membabi buta telah menembak mati enam warga Tamil dan melukai 16 lainnya. Perbuatan kalap itu dilakukannya di depan tangsi militer, persis ketika serombongan orang Tamil akan diungsikan ke tempat yang lebih aman. Sang kopral akhirnya ditembak di tempat oleh atasannya, seorang kolonel. Tapi tindakan tegas ini tidak dapat menghentikan wabah pembunuhan. Pada hari hari berikutnya puluhan Tamil jatuh sebagaikorban. Di Trincomalee, 16 orang terbunuh, Sabtu lalu, disusul 40 tewas di Ampara. Tujuh rumah telah dibakar di Puttalam, di pantai barat, sedangkan rumah-rumah orang Tamil di Chilaw porak-peranda. Puttalam dan Chilaw adalah dua kota kecil tak jauh dari Anuradhapura. Kabar selentingan yang menyebutkan bahwa penyebab semua bencana adalah satuan khusus yang dilatih SAS segera dibantah pemerintah. Namun, umum mengetahui bahwa potensi mereka meningkat 25 kali dalam tiga tahun terakhir. Belum lagi senjata dan perlengkapannya yang dibeli dari Inggris, RRC, dan Pakistan. "Dalam waktu dekat persenjataan kita akan ditingkatkan guna menumpas pemberontakan yang dilancarkan pihak teroris," ujar Presiden Jayewardene, Sabtu lampau. Pemerintah Sri Lanka telah pula membeli sembilan kapal patroli Cougar dari Inggris, sejumlah kapal patroli dan senapan T-56 dari RRC, dan senapan ringan seperti AK-47 dan M-16 dari Pakistan. Di pihak lain harus diakui, gerilyawan Tamil semakin lihai melancarkan taktik perang "hantam dan lari". Sehabis melabrak penduduk sipil di Anuradhapura, mereka mundur seraya menembak dan melempar granat untuk pada akhirnya menghilang di balik hutan Taman Wilpattu. Jalan raya yang mereka tinggalkan dipenuhi mayat bergelimpangan. Kapankah kebuasan seperti ini akan berakhir? Kelompok ekstremis Macan-Macan Tamil Elam mengaku bertanggung jawab atas pembantaian Anuradhapura. Tapi mereka sama sekali tidak bicara tentang sebuah akhir, begitu pula halnya Presiden Jayewardene. Isma Sawitri Laporan Reuter dari Colombo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus