PEMUNGUTAN suara belum lama usai. Di sebatang jalan kecil mendaki, "Perintah Berkurung Pukul 01.00-5.00" seakan diabaikan, Selasa tengah malam pekan silam. Sorot lampu kendaraan memecah kegelapan, menuntun pejalan kaki menuju rumah bertingkat dua di atas bukit Kota Kinabalu, Sabah. Di sana, kediaman resmi ketua menteri, bagaikan ada pesta rakyat. Di bawah tenda, kerumunan seratus orang mengelilingi televisi berukuran besar. Mereka menunggu penyiar mengumumkan kemenangan PBS (Partai Bersatu Sabah). Di ruang dalam yang sejuk dan berkarpet tebal, orang berebut menyalami sang ketua menteri. Menurunkan 48 calon PBS ternyata menyikat 34 dari 48 kursi Dewan Undangan Negeri dalam pemilu 5-6 Mei lalu. Maka, kekallah sekali lagi masa jabatan Datuk Joseph Pairin Kitingan sebagai ketua menteri. Dengan tanda gambar dua tangan saling bersalaman PBS hanya menyisakan 12 kursi untuk USNO (United Sabah National Organization), satu kursi untuk Berjaya (Parta Bersatu Rakyat Sabah Jelata), dan satu lagi untuk calon dari SCCP (Sabah Consolidated Chinese Party). Adalah untuk pertama kali dalam sejarah Sabah sebuah partai dapat merebut mayoritas mutlak. Namun, buat Kuala Lumpur, kemenangan PBS membawa Sabah ke dalam genggaman oposisi - sebagai satu-satunya negara bagian yang diperintah oleh bukan anggota Barisan Nasional. Kemenangan itu, di pihak lain, membawa Pairin selangkah lagi menuju cita-citanya. Seperti katanya sendiri kepada TEMPO, "Kami tidak perlu berkongsi pemerintahan dengan partai-partai lain. Dan sekalipun kami diterima menjadi anggota Barisan Nasional, kami hanya bisa menerima kerja sama. Bukan koalisi." Salah satu faktor yang ikut menentukan kemenangan PBS kali ini adalah keberhasilan mereka menguasai delapan kawasan mayoritas Cina. Menurut Ahmad Bahrom Titingan,satu dari tiga deputi ketua menteri yang baru dilantik, "Orang-orang Cina lebih menekankan pemilihannya kepada partai, bukan kepada kandidat." Dalam pada itu, PBS ternyata bisa merebut 6 dari 17 daerah pemilihan mayoritas Melayu-Islam. Sebenarnya, kata seorang pengamat politik Sabah, kenyataan itu menunjukkan, PBS masih sulit diterima oleh kelompok Melayu-Islam. Kepada TEMPO, seorang pimpinan PBS lantas berucap, "Bukan salah PBS kalau wakil mereka nantinya tidak cukup memadai. Mereka sendiri masih banyak yang tidak mendukung PBS." Mengharap bisa menggoyahkan PBS, kekalahan telak memang terasa di kubu USNO. Mengapa?. Atas permintaan Perdana Menteri Mahathir Mohammad, mereka tidak menurunkan dua tokoh penentu dalam perebutan kursi kali ini: Tun Musthapa dan Yahya Lampong. Selain itu, mereka masih lagi dirundung malang. Kesepakatan tertulis USNO-Berjaya untuk mencegah "bentrokan perebutan kursi" tidak berjalan mulus. Karena, seperti kata H. Karim Ghani, ketua komite kampanye USNO, "Berjaya mati-matian berjuang untuk memenangkan kandidatnya sendiri." Sementara itu, Pairin mencoba mengukuhkan kemenangan partainya dengan mempersiapkan dua rancangan amendemen: meniadakan kemungkinan anggota partainya "loncat pagar", dan memperkuat jumlah kabinet dari 9 menjadi 12 menteri. Sebegitu jauh, strategi Pairin belum menemui hambatan berarti. Walau begitu, besar dugaan Kuala Lumpur tak akan membiarkan Sabah terlalu lama di tangan oposisi. "Karena menghadapi pemilu nasional, bukan mustahil PAS (Parti Islam Sa-Malaysia) akan memakai kesempatan ini," kata seorang anggota Majelis Tertinggi UMNO, di Kuala Lumpur. Menurut kalangan PAS, mereka sudah menyiapkan rencana melebarkan sayap ke Sabah. Adalah tugas Deputi Perdana Menteri Ghafar Baba untuk menggiring PBS ke Barisan Nasional. Tapi apakah PBS mau menerima persyaratan koalisi, seperti yang tertuang dalam Formula Sabah? Jalan menuju ke sana agaknya masih panjang. Pertemuan 90 menit Pairin dengan Mahathir, Sabtu silam, hingga awal pekan ini masih belum menampakkan hasil yang berarti. James R. Lapian Laporan Ekram H. Attamimi (Kinabalu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini