Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pemberontakan ganda pastor balweg

Pastor conrado balweg meninggalkan npa & membentuk kelompok baru, cpla. npa kian ganas & semakin sulit dirontokkan. imbauan gencatan senjata tak digubris. 90 pastor masih bergabung dengan npa. (ln)

17 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA penting itu datang terlambat dari Pegunungan Cardilerra, Luzon Utara. Conrado Balweg, 42, pastor ganteng yang bekerja sama dengan pemberontak komunis, telah pecah kongsi dengan NPA (Tentara Rakyat Baru). Ini dilaporkan oleh Abby Tan, koresponden harian The Strait Times dari Manila. Bersama seorang pastor lain, Bruno Ortega, ia membentuk kelompok gerilyawan baru, CPLA (Tentara Pembebas Rakyat Caldilerra), 7 April silam. Alasannya NPA dan CPP (Partai Komunis Fiiipina) sudah acap kali melangkahi orang-orang Balweg, khususnya di bidang operasional. Jika NPA menempatkan gerilyawan di luar basis, misalnya, anak buah Balweg sama sekali tidak dikonsultasi oleh mereka. Dewasa ini sedang berlangsung perundingan sangat rahasia antara pemerintahan Aquino dan pemimpin komunis, khusus mengenai gencatan senjata. Tapi sebegitu jauh belum ada reaksi dari Manila tentang perpecahan Balweg-NPA. Sementara itu, timbul pertanyaan: apakah "pemberontakan" pastor ini bisa ditafsirkan sebagai lonceng kematian bagi gerilyawan komunis NPA? Spekulasi tentang ini agaknya masih terlalu dini. Lagi pula, untuk mengukur umur NPA, dua hal mesti diperhitungkan: ketahanan militernya dan ketangguhan organisasi CPP. Pertama-tama harus diakui bahwa pemerintah komunis bayangan yang banyak diberitakan itu bukanlah isapan jempol belaka. Pemerintah ini bukan cuma bisa memungut pajak, tapi lebih dari itu, mampu menerapkan program land reform. mengelola berbagai proyek sosial, dan menegakkan "keadilan revolusioner". Di samping itu, mereka juga menjiwai doktrin Marxisme-Leninisme, dengan sasaran membentuk negara demokrasi rakyat. Dalam pandangan mereka, kepemimpinan model Cory Aquino cuma pantas untuk dicap borjuis. Tujuan jangka panjang CPP adalah mewujudkan penataan masyarakat baru yang hanya mungkin terlaksana dengan menjebol tata masyarakat yang sekarang. Untuk mengamankan perjuangan mereka dan agar mudah melancarkan infiltrasi ke lapisan yang lebih luas, pada tahun 1970 CPP membentuk NPA. Semula cuma berkekuatan 2.000 orang, dalam tempo 16 tahun NPA sudah bisa mengandalkan 16.000-20.000 "tentara pejuang", lengkap dengan "sparrow-unit" untuk aksi serang-lari dan gerilya kota. Pemimpin mereka Bernabe Buscayno alias Commander Dante ditangkap tahun 1976 dan sampai kini masih disekap dalam penjara. Bentrok senjata militer lawan NPA serentak merosot tajam - satu upaya penyamaran rupanya - karena komunis ternyata melancarkan konsolidasi ke dalam. Tapi kemudian pada ulang tahunnya ke-10, NPA tiba-tiba mengejutkan pihak lawan. Mereka memaklumkan, mulai saat itu perjuangan komunis akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Dan memang itulah yang terjadi. Dengan menciptakan 26 front gerilya besar kecil, yang menyebar dari Luzon di utara ke pulau-pulau Visayas dan sejumlah provinsi Kristen di Mindanao, NPA berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Dari 26 front gerilya berkembang menjadi 45. Mereka "menyerang tentara, polisi, informan pemerintah, dan petugas daerah yang korup, tanpa mencelakakan penduduk," demikian laporan Robert Trumbull dari harian The New York Times. Sejak tahun 1984, NPA ternyata kian ganas. Mereka menyerang depot logistik militer di beberapa daerah, serta makin sering menampakkan diri di Manila. Strategi menyebar NPA dengan unit-unit kecilnya ternyata sangat efektif. Sambil menggalakkan agresi, mereka berhasil memantapkan ketahanan diri. Sampai pada tahap ini NPA tampaknya sulit dirontokkan walaupun, misalnya saja, terjadi pembelotan besar-besaran seperti dikatakan Tom Marks dalam sebuah artikelnya yang dimuat surat kabar Asian Wall Street Journal April lalu. Bekas analis militer pada dinas intel Amerika ini memberi contoh bagaimana gejala kontra-revolusioner dalam tubuh NPA, kontan ditumpas dengan hukuman mati. Menurut Marks - yang sedang mempersiapkan tesis doktornya pada Universitas Hawaii - eksekusi terhadap rakyat kecil di pedesaan sudah sering dilakukan NPA, bahkan ketika Marcos masih berkuasa. Perlu juga dicatat adanya Operasi Sweet Elephant dan Operasi Magnolia, keduanya dilancarkan NPA untuk memungut pajak secara intensif, agar perang jangka panjang itu tidak kehabisan biaya. Dalam jaringan organisasi yang berwatak keras dan lugas seperti ini di mana tempat orang seperti Balweg dan kawan-kawan? Balweg bukanlah pendeta pertama yang meninggalkan gereja untuk bergabung dengan pemberontak komunis di gunung-gunung. Dia juga bukan yang pertama mencampakkan rosario dan jubahnya untuk diganti dengan seragam perang dan senapan otomatis M-16. Seperti banyak pemberontak gereja lainnya, Balweg mencari alternatif lain untuk Marcos, tepatnya menghendaki satu perubahan. Tapi motivasi yang menggerakkan para pendeta itu berbeda-beda. Pada saat ini diperkirakan ada 90 pendeta dan biarawati - jumlah ini tidak sampai 1% dari 13.000 pendeta di Filipina - yang bekerja sama dengan komunis dalam ikatan bervariasi. Ada yang sekadar terikat, tapi ada juga yang terlibat ketat. Balweg terpanggil untuk angkat senjata ketika pemerintahan Marcos - demi pembangunan sebuah waduk dan PLTA - dengan paksa menghancurkan sejumlah desa dan lahan pertanian suku Kalinga. Demi waduk itu pula, hutan kebanggaan suku Tinggian ikut dimusnahkan. Sebagai protes, Balweg, orang asal Tinggian itu, bersama-sama suku Kalinga menyeberang ke NPA. Itu terjadi tahun 1979, manakala NPA belum sekuat sekarang. Kehadiran Balweg di tengah pemberontak mengangkat pamor NPA dan sekaligus mengorbitkan pendeta itu sebagai pahlawan rakyat. Ia cepat populer karena pihak militer berkali-kali menyebarluaskan berita kematiannya, padahal pendeta tampan itu masih segar bugar. Bagaikan tokoh bandit ulung dalam cerita-cerita Wild West, kepala Balweg dihargai 22.000 peso (sekitar US$ 10.000). Dengan 600 pengikut, ia bukan saja aman dari jangkauan penegak hukum tapi kini juga berani memisahkan diri dari NPA. Adakah 90 pastor lainnya kelak akan mengikuti jejak Balweg? Belum tentu. Soalnya, tidak semua pastor berada dalam posisi semujur Balweg. Pendeta Agatep misalnya, yang semula tergolong moderat, berinisiatif menggalang kekuatan petani miskin di perkebunan tembakau di Ilocos Sur. Ia akhirnya bentrok dengan penguasa setempat - konco Marcos - hingga kemudian bergabung dengan NPA. Tapi Agatep sekali waktu tertangkap, dijebloskan ke penjara, lalu bebas lagi, kabarnya karena amnesti. Ia bukannya lalu kembali ke gereja, tapi malah berbalik merangkul NPA. Belum banyak yang diperjuangkan Agatep, ketika tokoh moderat ini akhirnya mati tertembak di tangan tentara. Lain halnya Pendeta Nicano Ruiz yang terang-terangan memimpin NPA di selatan Leyte. Begitu pula Rev. Edgar Kangleon, seorang pelopor perbaikan sosial di Samar, yang, setelah markasnya digerebek tentara, ternyata membina kerja sama ketat dengan CPP. Ia bahkan menggelapkan dana kaum miskin 60.000 peso untuk kas CPP, begitu pula sumbangan lain dari Eropa. Ini terungkap dalam pengakuan yang diberikan Kangleon ketika diiterogasi pihak militer. Di samping pendeta Marxis seperti Rui dan Kangleon, ada pula Uskup Francisco Claver yang menggabung ke NPA dengan tujuan utopis: mengubah dari dalam. "Sebagai orang gereja, kami tidak berminat melawan kelicikan politik dengan kelicikan yang sama pula. Yang kami pentingkan adalah bagaimana lebih memanusiakan manusia, dalam cahaya Injil," tutur Claver. Berbekal cahaya itu, Claver memompakan analisa Marxis ke benak para petani, hingga mereka sadar dan berani bangkit menentang kaum penindas yang pada umumnya adalah tuan tanah. Tapi bagi Balweg dan Claver, perjalanan masih akan panjang. Dulu mereka memihak NPA karena terpojok oleh Marcos, serta tuan tanah berikut konco-konconya, tapi kini seorang Cory Aquino menawarkan pilihan lain. Dengan semangat toleransi yang besar, Cory menyerukan gencatan senjata dan perundingan, tanpa menyajikan program rujuk yang jelas. Jangankan land reform, perbaikan nasib petani juga belum digubris oleh presiden ini. Mungkin karena itu pula, Balweg - walaupun pisah dari NPA - tetap saja mempertahankan statusnya sebagai pemberontak. Rekan-rekannya mungkin masih ragu dan lebih suka menunggu. NPA? Meskipun tidak sepopuler Aquino, mereka tampaknya merasa cukup kuat untuk bertarung "keras lawan keras". Mereka punya senjata dan cita-cita, dua kelebihan yang bisa membuat kelompok ini jadi sangat beringas dan berbahaya. Isma Sawitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus