Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menangkal mirage dengan ulat sutera

Atas instruksi presiden saddam, beberapa jet tempur irak memuntahkan bom ke atas wilayah iran. serangan balik iran ditujukan ke kuwait. as memperkuat armada kapal perangnya di kawasan itu.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Irak Saddam Hussein tak sudi lebih lama berdiam diri. Sabtu, 29 Agustus lalu, atas instruksinya, beberapa jet tempur Irak memuntahkan bom ke atas wilayah Iran. Serangan di rembang petang itu mengenai instalasi minyak di Pulau Kharq, Farsi dan Pulau Lavan, ladang minyak lepas pantai Rakhsh, dan terminal Pulau Sirri. Belasan tanker, bahkan yang tak berbendera Iran, juga kena hajar. Tapi Baghdad pun mengakui, sebuah jet Mirage mereka raib tak tentu rimbanya. Dengan pengeboman itu, Perang Teluk berkobar lagi, menjebol resolusi damai PBB, yang hanya bertahan enam pekan, terhitung sejak 20 Juli berselang. Kini satu babak baru sudah dimulai, justru teradi persis ketika Perang Teluk memasuki tahun ke-8, manakala 300 kapal tercatat dimangsa roket, 200 di antaranya kapal tanker. Saddam Hussein sesumbar, "Terhitung sejak hari ini, kami akan terus mematahkan jalur-jalur ekonomi musuh yang menjadi sumber dana bagi agresi mereka." Amarah Saddam bisa dimaklumi, karena selama masa tenang bikinan DK PBB itu, pihak Iran tidak menunjukkan tanda-tanda akan menerima atau menolak usul gencatan senjata. Kesempatan itu dimanfaatkan pemerintahan Khomeini untuk memompa penjualan minyaknya sampai 20 juta barel per hari -- biasanya per hari rata-rata 2 juta barel. Ini tentu saja tak lepas dari usaha mencari dana, demi revolusi yang tak menunjukkan gelagat akan berhenti. Irak, yang tiap kali siap berdamai, telah lama frustrasi oleh nafsu perang Iran dan sikap Teheran yang sukar ditebak. Kondisi ekonomi Irak ini memang jauh lebih kedodoran ketimbang Iran. Utang luar negerinya total US$ 64 milyar atau sepuluh kali lipat beban utang Iran. Berbagai bank, mulai meragukan kemampuan pemerintahan Saddam dalam membayar utang. Pernah terjadi, utang sejumlah US$ 620 juta, diminta dijadwal kembali pembayarannya. Sementara itu, Iran sudah memotong anggaran impor produk nonmiliter menjadi US$ 5,6 milyar, atau hanya seperempat dari jumlah impor 1982. Ini akibat harga minyak jatuh. Negeri para ayatullah ini relatif tak berutang pada negara lain, kecuali dalam bentuk kredit barang dagangan, sejumlah US 5,6 milyar. Hanya saja, kredit yang selama ini jatuh tempo 180 hari belakangan diminta diperpanjang menjadi satu tahun. Sindikat bank luar negeri, bahkan dari pusat keuangan di London, toh masih bersedia membantu urusan perdagangannya. Tapi sebagian kekayaan ini kini dibakar lagi, terutama dalam upaya "menaklukkan" Irak. Balasan Iran melalui satuan Pengawal Revolusi di pantai dan unit angkatan lautnya terjadi mulai Selasa petang pekan lalu. Mengingat tak bisa menandingi kekuatan udara lawannya, serangan mereka berganti arah ke Kuwait, negeri yang selama ini mereka anggap membantu Irak. Yang dikirim Iran ke perairan Kuwait antara lain rudal Ulat Sutera buatan RRC, yang mampu membawa biji ledak seberat 450 kg dan menjangkau sasaran sejauh 50 mil. Pada serangan 16 jam pertama, enam kapal jadi korban, di antaranya sebuah kapal dagang Italia. Menteri pertahanannya, Valeno Zanone, kontan mengancam akan mengirimkan armada perang. Kecuali itu, lima diplomat Iran diusir pemerintah Kuwait. Seiring dengan suhu yang menaik, kekuatan armada angkatan laut AS di perairan Teluk ditambah dari 30 menjadi 40 kapal perang. Inilah pengerahan kekuatan terbesar yang pernah dilakukan AS sejak Perang Vietnam. Spekulasi dan kontroversi tumbuh di AS, tentang sejauh mana negeri ini akan melibat diri di sana. Banyak yang khawatir AS akan terjerumus dalam kancah Perang Teluk, dan sulit untuk keluar dari sana. Sampai kini Presiden Ronald Reagan baru mengancam akan melakukan embargo senjata dan suku cadang ke Iran. Sementara itu Sekjen PBB Pere de Cuellar pekan ini datang ke Teheran, -- atas undangan Iran mungkin untuk membahas kemungkinan penghentian perang. Mohamad Cholid, Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus