SETELAH delapan hari menghilang, Kolonel Gregorio "El Gringo" Honasan tiba-tiba bersuara. Pidatonya yang berapi-api menggema selama 15 menit dari corong radio swasta terkenal DZRH di Manila, Sabtu lalu. Rekaman suara itu masuk ke DZRH melalui hubungan telepon -- diduga disambung dari Manila. Namun, di mana El Gringo berada tak ada yang bisa memastikan -- seorang juru bicara menyebutkan, ia bersembunyi di pegunungan di utara. Dalam acara "siaran pemberontak" itu, Honasan mengecam semua kebijaksanaan Presiden Nyonya Aquino -- kelemahannya melawan komunisme, ketidakmampuannya menghadapi korupsi, dan sikapnya yang ingkar janji. Kolonel "bekas" pahlawan itu menjelaskan, ia mundur dalam usaha kudeta pekan lalu dengan perhitungan strategis, "agar kehilangan prajurit di pihak kami tidak terlampau besar." Sekarang, ia mengklaim, mempunyai 1.000 pengikut yang siap menggempur kekuasaan Cory El Gnngo lalu mengakhiri pldatonya dengan imbauan kepada para prajurit. Diucapkan dalam bahasa Tagalog, kolonel pemberontak itu berkata, "Kita dirongrong masalah moral dan disiplin dalam tubuh AFP. Kami perwira senior mencoba menyampaikannya kepada para prajurit." Masih dalam siaran ltu, Senin pekan ini penyiar DZRH, Phil Brazil mengudarakan tawaran wawancara eksklusif dengan Honasan seharga US$ 20 juta. Juru bicara AFP (angkatan bersenjata Filipina), Honesto Isleta, menilai bahwa siaran El Gringo yang mendadak itu tak lebih dari perang urat saraf. Ia tidak yakin, pemberontak masih mempunyai kekuatan. "Semua pasukan pemburu sedang mengejarnya, dan bila tertangkap ia akan diadili," ujar Isleta. Sementara itu, Kepala Staf AFP Jenderal Fidel Ramos justru bersikap lebih lunak. Dari DZRH juga, ia mengumandankan imbauan kepada Honasan. "Greg, di sini Jenderal Ramos, kembalilah dan hadapi semua nyanyian ini sebagai prajurit profesional." Perang urat saraf lewat media massa memang bisa efektif di hari-hari ini. Tapi seminggu sesudah "kudeta" Honasan, situasi Filipina masih simpang siur. Di Manila hampir setiap hari masyarakat diteror panik, misalnya kalau ada helikopter patroli terbang rendah. Lalu di dalam tampak penembak tepat, terlihat jelas nongkrong di balik senapan mesin. Jumat lalu dua penggerebekan dilancarkan mendadak di Manila. Yang pertama di kawasan industri Marikina -- 10 km dari pusat kota Makati. Dibayangi satuan helikopter yang terbang rendah, pollsi menyerang rumah keluarga Honasan karena info, ia ada di sana. Kepala pemberontak itu tak ditemukan, tapi adiknya, Don Honasan, 36 tahun, ditahan dengan tuduhan memiliki senjata gelap pistol A.357 kaliber 45. Sorenya, pasukan keamanan presiden menyerang Escuala Town House, bangunan perkantoran di Delos Santos Avenue, Makati. Di situ ditemukan lima laras senapan mesin M-14, satu peluncur granat, tiga pucuk senapan semiotomatis M- 16, tiga peti granat, dan berpeti-peti amunisi. Alamat yang dicantumkan pada paket senjata itu: Kamp Aguinaldo. Bekas Menhan Juan Ponce Enrile, yang kini menjadi senator dari pihak oposisi, segera dicurigai terlibat percobaan kudeta El Gringo, karena gedung itu miliknya. Namun, ia menyangkal keras. "Mengapa harus di sana, mengapa tidak di rumah di mana saya mempunyai izin menyimpan senjata?" demikian Enrile menangkis. Honesto Isleta membenarkan, sementara tidak ada bukti Enrile terlibat dalam pemberontakan pekan lalu itu. Di masa kini, menurut laporan intelijen Amerika, beberapa kelompok dalam tubuh militer masih menunggu gerakan baru, seraya menciptakan kesempatan untuk menentang Cory. El Gringo, misalnya, masih mencoba menyusun kekuatan di kalangan sisa-sisa pengikutnya. Dan akhir pekan lalu, sebuah pemerintahan Junta militer dibentuk di Luzon Tengah. Juru bicara Junta yang menggunakan nama sandi "Brother Louie" menelepon harian The Independent. "Kami siap mengadakan perundingan dengan Cory, agar perang saudara tidak terjadi," kata penelepon tak dikenal itu. Ia juga mengumumkan, bentuk bendera mereka berwarna dasar putih dengan lingkaran kuning, merah, dan hitam di tengahnya. Kabarnya, seorang jenderal terpilih menjadi pemimpin junta militer itu. Dan sebuah organisasi dalam tubuh militer yang menamakan dirinya SCRAM (Soldier Concerned for Reform in the Administration and the Military) berada di belakangnya. Ramos berjanji akan menghancurkan mereka tanpa berunding lebih dulu. "Justru dengan menumpas usaha kudeta, kita terhindar dari perang saudara," katanya. Cory juga mengecam dengan kata-kata pedas melalui juru bicaranya, Theodore Benigno. "Mereka lebih buruk dari komunis karena menusuk dari belakang," demikian Cory. Namun, kedudukan Ramos belum tentu kukuh. Kebiasaan membentuk "klik" seperti RAM (Reform the Armed Froces) kelompok Honasan -- masih saja merajalela. Selain SCRAM, muncul pura sekelompok perwira angkatan laut dengan nama MPA (Movement for Professionalism in the Armed Forces). Kelompok ini yang mengaku tidak punya hubungan dengan kelompok Honasan, juga tokoh politik seperti Enrile, menuntut agar Jenderal Ramos dipecat. Jim Supangkat (Jakarta) & Bayu Pratama (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini