MENLU Amerika Serikat George P. Shultz akhirnya terjun juga ke
Timur Tengah. "Tanpa kunjungan Shultz usaha perdamaian di sana
tidak akan berbuah," komentar Gedung Putih. Ini adalah lawatan
pertamanya sejak menjabat sebagai menlu, menggantikan Alexander
Haig, sembilan bulan lampau.
Shultz, yang mengawali muhibah dari Kairo, akhir pekan lalu,
menyangkal perjalanannya bersangkut paut dengan pengeboman
gedung Kedutaan Besar AS di Beirut yang minta korban 39 orang
tewas dan 110 luka-luka - sebagian besar dari mereka tamu. ia
menyatakan missinya adalah "untuk mempercepat penarikan
pasukan-pasukan asing dari Libanon."
Pasukan asing di Libanon, selain Israel (35.000 orang), Suriah
(30.000), Organisasi Pembebasan Palestina (sekitar 5.000 sampai
8.000), dan pasukan PBB (4.500). Yang terakhir ini terdiri atas
tentara Prancis, Italia, dan AS bertugas menghindarkan bentrokan
pasukan Israel denan Suriah, yang diundang sendiri oleh
Libanon.
Berita kunjungan Shultz ke Timur Tengah membuat Presiden Libanon
Amin Gemayel mengambil sikap tidak akan menandatangani
perjanjian dengan Israel bila disertai syarat pasukan Mayor Saad
Haddad berhak patroli bersama tentara Libanon di wilayah
Selatan. Haddad adalah serdadu Libanon yang membelot dan kini
dipersenjatai oleh Israel.
Sementara itu Israel belum menyatakan mau mundur dari Libanon.
Kepala negosiator perdamaian Israel David Kimche, mengatakan:
"Pengeboman Kedubes AS di Beirut menandakan pasukan Libanon
belum mampu mengatasi serangan teroris." Ia menambahkan melihat
kenyataan itu Israel masih perlu menempatkan pasukannya di
Libanon.
Sebelum Shultz turun tangan, usaha perdamaian di Libanon digarap
oleh utusan khusus AS, Philip Habib. Tapi hasilnya belum
memuaskan. Buktinya: pasukan asing masih saja bercokol di
Libanon.
Adakah Shultz akan berhasil "membebaskan" Libanon dari serdadu
asing? Siapa tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini