SUHU perang di Teluk Persia tidak semakin mereda. Bahkan sejumlah peristiwa di sana meningkatkan kemungkinan perang terbuka antara Amerika Serikat dan Iran. Juga antara negara-negara Arab dan Iran. Sikap menahan diri di pihak negara-negara yang melawan Iran sudah mendekati batas kesabaran. Selasa pekan lalu Irak mengakui, peluru-peluru kendali Iran telah mencapai Baghdad, ibu kota negerinya, dan menghancurkan beberapa sekolah dan membunuh anak-anak yang tak berdosa. Arab Saudi bereaksi. Negara itu mencoba menghimpun negara-negara Arab untuk bersama-sama mengerem agresi Iran. Arab Saudi sudah merintis pembicaraan dengan Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain Syria, bahkan dengan Mesir. Dengan menjanjikan bantuan ekonomi kepada Mesir, Arab Saudi mencoba menjalin perdamaian antara Mesir dan negara-negara Arab hubungan ini terputus tahun 1979 setelah Mesir menandatangani perjanjian dengan Israel. Pembicaraan puncak direncanakan akan terselenggara di Amman, Yordania, 7 November mendatang. Mesir kemungkinan besar akan hadir. Di tengah tingginya tingkat ketegangan dengan negara-negara Arab itu, Iran tanpa gentar mencari perkara dengan Amerika Serikat. Selasa lalu, sebuah tanker AS yang berlabuh di Kuwait kena peluru kendali nyasar. Ini mengundang protes AS yang tidak biasa. Reagan mengancam akan melakukan pembalasan, karena serangan pada tanker AS yang sedang berlabuh itu bisa dikategorikan sebagai serangan terhadap kapal Amerika. Jumat pagi pekan lalu Presiden Reagan memanggil penasihat keamanan Franc Carlucci dan pembantu-pembantu dekatnya untuk mendiskusikan serangan Iran pada kapal AS di Kuwait itu. Tak ada kesimpulan khusus. "Kami akan mencoba mencari pendekatan lewat PBB dan mencoba berkonsultasi dengan Kuwait," ujar Reagan. Sementara itu, juru bicara Gedung Putih Marlin Fitzwater mengemukakan kemungkinan naiknya harga minyak menjadi salah satu pertimbangan untuk tidak gegabah melakukan tindakan pembalasan. Namun, tepat pada hari itu juga -- seperti tak kapok-kapoknya -- peluru kendali Iran kembali merusakkan supertanker AS, Sea Isle City. Kapten kapal berkebangsaan Amerika, John Hunt, luka parah, sementara 18 awak kapal lainnya cedera. Menteri Pertahanan Caspar Weinberger yakin, peluru kendali yang menyerang Sea Isle City adalah Silk Worm. "Dan kita tahu milik siapa itu," ujar Weinberger. Iran sendiri acuh tak acuh mendengar tuduhan musuhnya itu. Presiden Ali Khamenei tidak mengakui peluru kendali itu milik Iran, tapi juga tidak menyangkalnya. "Hanya Tuhan yang Mahabesar yang tahu peluru kendali siapakah itu," katanya. Reaksi keras kini datang bukan hanya dari Reagan, tapi juga dari Kongres AS. Kongres berpendapat, pembalasan yang harus dilakukan ditunjang undang-undang karena kapal dan warga negara AS sudah terlibat. "Saya akan mendukung rencana pembalasan itu," ujar Senator Sam Nunn dari kubu Demokrat, "Iran harus tahu apa risiko menyerang AS." Nunn tidak sendirian. Sebagian besar anggota Kongres, yang biasanya membatasi Reagan memperbesar dana perang di Timur Tengah, kini menyatakan akan mendukung bila Reagan merencanakan pembalasan. Ahli militer Teluk, Anthony Cordesman, akhir pekan lalu meramalkan perkembangan terakhir di Teluk mungkin akan membentuk perimbangan baru pada Perang Teluk. AS, yang hingga kini netral, mungkin akan berpihak pada perang Iran-Irak itu. Ramalan ini tak meleset jauh. Hari Minggu yang baru lalu pesawat-pesawat AS mulai membuka serangan ke ladang-ladang minyak Iran yang merupakan sumber penghasilan Iran. Dan pada serangan pengeboman itu, sejumlah pesawat pemburu tanpa identitas ikut menghantam menara bor lepas pantai Iran. Pesawat-pesawat ini mungkin milik Irak. Maka, perang akbar barangkali tinggal menunggu waktu saja. Jim Supangkat, kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini