Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pecahan-pecahan permusuhan

Pejuang ekstremis tamil tidak mau menerima upaya perdamaian rajiv gandhi & jr jayewardane. orang-orang tamil selalu berselisih dengan sesama golongan tamil sendiri & golongan sinhala yang kini berkuasa.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIAN lama Sri Lanka kian mirip bom waktu. Upaya damai yang sudah dikemas, bikinan Perdana Menteri Rajiv Gandhi dan Junius R. Jayewardene, praktis telah tak ada harganya di mata pejuang ekstremis Tamil. Di tangan mereka kunci ketenteraman kawasan timur dan utara tersimpan. Tetapi orang-orang Tamil selalu berselisih dengan sesamanya. Kelompok moderat, seperti CWC (Ceylon Workers Congress) yang diketuai Sayumamoorthy Thondaman, seorang menteri dalam kabinet Jayewardene, tampaknya masih harus bersabar. Berbeda dengan Tamil-Tamil lain -- dari ENDLF, TELA, EPRLF, dan PLOTE, sampai LTTE, yang masing-masing merasa berhak menyandang senjata dan setiap saat bisa mencetuskan kerusuhan -- CWC justru menghindari semua itu Thondaman cukup repot mencegah barisan pemudanya terseret ke garis keras. Mereka, kelompok Tamil sempalan, boleh dibilang berawal dari TULI (Tamil Unitel Liberation Front), yang pada Agustus 1980 sudah menyetujui pembentukan Dewan Pengembangan Wilayah. Ini Iembaga yang dipersiapkan sebagai sarana pembentukan otonomi bagi orang-orang Tamil, terutama di utara (Jaffna) dan di timur. Tetapi pemilu untuk mengisi wakil-wakil di dewan tersebut, yang berlangsung Juni 1981, diboikot oleh kekuatan-kekuatan lain yang non-Tamil. Mereka terdiri dari SLFP (Sri Lanka Freedom Party, yang sosialis), LSSP (Lanka Sama Samaj Party, mengacu kepada Trotsky), dan Partai Komunis. Maka, UNP (United National Party) berhasil menguasai 18 dari 24 kursi. Merasa tak puas, golongan Tamil bergerak melawan golongan Sinhala, suku bangsa yang menguasai bidang pemerintahan. Jumlah mereka memang banyak, 50% lebih dari sekitar 16 juta penduduk. Sementara itu, Tamil cuma 18%-nya. Akibat unjuk rasa, seluruh negeri dinyatakan dalam keadaan darurat Agustus 1981. Pihak Tamil mengajukan mosi tidak percaya dan memboikot parlemen pada November 1981, ketika pihak pemerintah memberikan usulan damai untuk menyelesaikan kemelut rasial ini. Akarnya jauh ke masa tiga ribu tahun silam, ketika golongan Sinhala baru tiba dari India Utara dan Tamil dari India Selatan. Kerajaan Sinhala menguasai kawasan Sri Lanka Selatan, kemudian Tamil bermukim di timur dan utara. Kedua pihak tak pernah membuka hubungan, lantaran masing-masing berbekal kecurigaan. Kondisi tidak berubah, bahkan setelah penjajah Inggris mengambil alih kekuasaan atas negeri itu dari tangan Belanda. Sinhala merasa dipilih Budha untuk menjaga Sri Lanka sebagai tanah suci. Dan Tamil, yang Hindu, mereka anggap sebagai kaum penyembah berhala yang kotor dan najis. Kolonialisme membua dua golongan itu sadar akan kebangsaannya. Tapi bagi Tamil frustrasi berlanjut. Ini tak lain karena mereka masih berhadapan dengan pemerintah Sri Lanka yang dikuasai kaum Sinhala. Mereka mencita-citakan Tamil Eelam, sebuah negeri dengan pemerintahan sendiri. Dan mereka yakin bisa, dengan modal padi yang memadai, kurma, dan biji jambu mete. Trincomale, kota pelabuhan yang nyaman akan dijadikan ibu negeri. Dalam pada itu, minoritas Islam berada pada posisi tidak berpihak ke mana-mana. Tak pernah terdegar gejolak politik di kalangan mereka. Impian kaum Tamil kini mengejawantah dalam bentuk kekerasan. Atas nama fanatisne golongan, orang-orang yang sudah dibaiat diwajibkan mengalungkan sebuah kapsul sianida. Bunuh diri bagi mereka adalah cara menghindari interogasi, jika tertangkap musuh. Tak cuma kapsul, barisan tempurnya benar-benar dipersenjatai dan dilatih sebagaimana layaknya tentara. Pernah ada dugaan, mereka dilatih di India, persisnya di Madras. Tapi prasangka itu dibantah PM Rajiv Gandhi. Kini, ia sendiri yang mengirimkan pasukan, memaksa Tamil menerima Perjanjian 29 Juli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus