Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Selamat tinggal, m'bow

30 dari 50 anggota dewan eksekutif unesco telah berketetapan memilih frederico mayor zaragoza sebagai direktur jenderal unesco. dunia berharap, kesemrawutan unesco bisa cepat diatasi lebih baik.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGO terakhir di Paris baru saja dimainkan oleh Amadou Mahtar M'Bow. Setting-nya adalah Istana Fontenoy, bangunan gagah markas besar UNESCO, tak jauh dari Menara Eiffel. Setelah bertahan selama 13 tahun sebagai dirjen UNESCO, Sabtu sore pekan lalu, M'Bow mundur secara jantan. Ia menarik diri 12 jam sebelum putaran akhir pemungutan suara untuk memilih dirjen baru UNESCO -- lembaga dunia untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan itu. Keputusan mundur mau tak mau harus diambil kalau M'Bow tidak ingin semakin kehilangan muka mengingat reputasinya sudah jatuh di mata banyak negara. Bahkan Swiss yang selalu dianggap netral -- belakangan, bersama Jepang, Jerman Barat, Denmark, dan Negeri Belanda, mengancam keluar dari UNESCO jika ia terpilih kembali sebagai dirjen (kalau terpilih M'Bow akan "memerintah" untuk masa jabatan ketiga). Malang tak dapat ditolak, kedudukan dengan gaji US$ 350 ribu per tahun (tanpa dikenai pajak), harus direlakan M'Bow kepada Mayor. Tentu setelah sidang pleno UNESCO 7 November nanti mengesahkan Federico Mayor Zaragoza, doktor ahli biokimia dari Spanyol, sebagai dirjen yang baru. Ahad kemarin, setelah melalui pergulatan semalam suntuk dalam putaran kelima (terakhir), 30 dari 50 anggota Dewan Eksekutif, lembaga yang berhak menyelenggarakan pemilihan dirjen, telah berketetapan memilih Mayor untuk jabatan itu. Soviet, yang semula berada di belakang M'Bow, beralih ke Mayor. Sisanya, 20, mayoritas dari negara-negara Afrika dan Timur Tengah, masih memilih M'Bow. Bahwa M'Bow, 66 tahun, akan kalah, gejalanya sudah tampak pada putaran sebelumnya. Jumlah suara untuk bekas guru dari Senegal, Afrika Barat, ini tak beranjak naik dari 20, atau lebih dua suara dari pemilihan putaran awal, dua pekan lalu. Sementara itu Mayor menjadi favorit semula hanya menggondol enam suara pada putaran pertama, menanjak sampai akhirnya mengungguli M'Bow dengan 30 suara. Akan halnya Soedjatmoko, calon ASEAN dari Indonesia, tertinggal jauh dengan tiga suara. Calon lain, Menteri Luar Negeri Pakistan Sahabzada Yakub Khan, mengundurkan diri setelah pada awalnya tampil meyakinkan, dengan perolehan 16 suara. Bekas perwira tinggi Pakistan yang tampil ke puncak karier seiring dengan kepemimpinan Zia ul-Haq ini urung maju dengan kilah menghindari friksi antara Asia dan Afrika. Pada dirinya memang ada cela. Setidaknya, seperti dikatakan oleh Gisele Halimi, wakil Prancis di UNESCO, "Mendukung calon dari pemerintahan yang lahir atas dasar kudeta, menurut saya, bertentangan dengan prinsip yang mendasari kelahiran UNESCO." Gisele mundur dari jabatannya sebagai protes kepada pemerintahnya sendiri, yang menyokong pencalonan Yakub Khan. Dengan kepemimpinan baru, lembaga PBB bersifat nonpolitik ini bisa diharapkan kembali ke khittah-nya. Sudah tak bisa dipungkiri bahwa M'Bow telah menggiring UNESCO (yang berdiri 1946) lebih banyak ke jalur politik yang condong ke kiri, ketimbang mengembangkannya sebagai organisasi antarnegara dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, seperti yang digariskan para pendirinya. Tim Eggar, seorang anggota parlemen Inggris, pernah mengatakan, "Hampir semua program besar UNESCO sekarang merupakan upaya mempolitisasikan lembaga ini." Satu contoh adalah kelahiran Tata Informasi dan Komunikasi Dunia Baru (NWICO), yang dikait-kaitkan dengan pelaksanaan Deklarasi Media Massa UNESCO 1978. Bagi banyak pihak, lembaga itu lebih merupakan kontrol atas kebebasan pers dengan motor utama International Organization of Journalist -- organisasi rekaan kekuatan komums. Kendati dikecam kanan-kiri, M'Bow ngotot menaikkan anggaran NWICO 1988-1989 lebih tinggi 23% dibanding periode sebelumnya. Tambahan lagi, seperti sudah ditulis banyak orang, antara lain oleh Judson Goodin dalam Reader's Digest edisi Oktober 1987, M'Bow juga telah menyalahgunakan kekuasaannya. Kesenangannya bepergian ia sangkutkan pada acara sekaligus anggaran UNESCO -- yang tiap dua tahun mencapai US$ 300 juta. Nepotisme juga berjangkit. Ini jelas terlihat sejak Januari 1977, ketika jumlah pegawai UNESCO yang berasal dari Senegal, -- termasuk sanak-saudara M'Bow -- meningkat 650%. Menurut pandangan anggota-anggota dari blok Barat, kelompok M'bow bahu-membahu dengan para spion Soviet yang ditempatkan sang dirjen dalam beberapa posisi kunci. Seiring dengan itu, beberapa pejabat dengan kualitas kerja tak tercela, tapi yang tak selalu sependapat dengan M'Bow, didepaknya. Dua di antaranya: Erwin Solomon (warga AS, dengan masa kerja 26 tahun) dan Dragoljub Najman (warga Yugoslavia, masa kerja 30 tahun, dengan jabatan asisten direktur jenderal). Tak tahan melihat sepak terjang M'Bow, AS dan Inggris, masing-masing pada tahun 1984 dan 1985, mengundurkan diri. Akibatnya, masukan dana berkurang sampai 30%. Tapi M'Bow tak mau dipersalahkan. Ia merasa, segalanya berjalan sesuai dengan kesepakatan negara-negara anggota. Kritik-kritik kepada dirinya ia anggap dirasuki semangat rasial. Terakhir, sewaktu mundur dari pencalonan, ia masih sempat menyerang Barat. "Dalam proses pemilihan ini, mereka telah merusakkan sopan santun demokrasi melalui ancaman-ancaman dan pemerasan," katanya lantang. Sekarang harapan akan perlunya pembenahan UNESCO sudah dititipkan lewat nominasi Mayor. Uni Soviet, melalui kantor berita Tass, bahkan sudah memujinya, "berpengalaman dan sudah akrab dengan persoalan UNESCO." Untuk mendukung pengesahannya awal bulan depan, Menteri Luar Negeri Jerman Barat Hans Dietrich Genscher akan melobi beberapa negara anggota. Jepang, yang sangat gusar melihat kesemrawutan manajemen M'Bow, menyambut Mayor dengan senang. Mayor sendiri, sebagai bekas deputi dirjen UNESCO (ia bertugas periode 1978-1981), tak ragu-ragu mengatakan, "Salah satu prioritas kerja saya adalah mengimbau AS dan Inggris untuk bergabung kembali." Hanya, barangkali, niat mulia ini tidak akan mudah terlaksana. AS, umpamanya masih dingin saja. Juru bicara deplu AS, Charles Redman, berkata bahwa negaranya belum merasa perlu meninjau kembali keputusannya untuk menarik diri. "Kami tak pernah mengatakan bahwa inti soalnya hanya pada M'Bow," tambahnya. Siapakah Mayor Zaragoza, orang Spanyol yang ahli biokimia itu? Kelahiran Barcelona 27 Januari 1934, ia tokoh kawakan dalam dunia pendidikan dan politik -- kendati yang terakhir baru ia tekuni pada 1977. Sebagai penasihat bidang pendidikan tinggi UNESCO, penggemar olah raga jalan kaki dan ski air ini telah menghasilkan 50 buah karya tulis. Ia anggota aktif The World Academy of Science and Arts serta anggota parlemen Eropa. Mohamad Cholid, kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus