MASYARAKAT Jepang, hampir setengah abad lalu, pernah terbuai oleh novel Manusia dengan 20 Wajah, kisah pencuri yang lihay mengubah-ubah roman mukanya, karya Rampo Edogawa. Sekarang ada kisah sungguhan yang membuat Jepang dirundung kecemasan. Komplotan "Manusia dengan 21 Wajah", nama yang mungkim diilhami novel Edogawa, menuntut tebusan jutaan yen sesudah meracuni kembang gula buatan Morinaga. Operasi yang dilancarkan polisi di beberapa toko pengecer hanya menemukan 13 bungkus permen Morinaga yang dibubuhi sodium cyanide. Dan diterakan peringatan: "Ini mengandung racun. Berbahaya. Jika makan, Anda mati." Menurut komolotan itu, jumlah tersebut adalah bagian dari 20 bungkus yang mereka sebarkan di beberapa toko antara Tokyo dan Hakata, awal minggu sllam. Lewat acara ini "Manusia dengan 21 Wajah" mencoba memeras perusahaan Morinaga sebesar 100 juta yen (US$ 410.000). Tapi tuntutan komplotan itu ditolak. Pekan lalu, melalui iklan di beberapa surat kabar, Morinaga menjelaskan sikapnya menghadapi pemeras ini. "Semua karyawan kami," menurut iklan itu, "bekerja keras untuk menjaga keamanan produk kami." Tapi kekhawatiran khalayak tampaknya tak bisa dihapuskan oleh iklan tersebut. Sejak komplotan itu memberitahu lembaga-lembaga pemberitaan tentang aksi dan tuntutannya, para pemilik toko menyingkirkan produk Morinaga dari rak mereka. "Berita televisi dan surat kabar mengenai peracunan itu," tulis koresponden TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, "lengket kuat dalam ingatan orang, termasuk anak-anak." Karena itulah, sejak minggu lalu, Morinaga mulai menciutkan produksi sebesar 50% dan membebaskan 450 karyawan part time dari pekerjaannya. Menurut Sadao Takagi, wakil pimpinan Morinaga, omset mereka akan anjlok 25 milyar yen dalam setengah tahun terakhir ini. Hingga kini memang belum ada korban yang jatuh. Tapi kegelisahan meluas, karena dalam surat untuk Morinaga, komplotan itu menyatakan, mulai pertengahan pekan ini, 30 bungkus permen Morinaga beracun akan disebarkan di seluruh Jepang. Penyidikan polisi tetap tak memperlihatkan kemajuan, kecuali menduga bahwa komplotan tersebut beranggota empat orang, yang berusia 30an, dan di antara mereka terdapat seorang anak-anak. Perkiraan itu dibuat setelah didengarkan rekaman pembicaraan telepon yang ada pada polisi. Untuk mendapatkan bantuan khalayak, kini polisi membuka jalur telepon khusus bagi publik yang ingin mendengarkan rekaman itu. Senin lalu televisi juga menyiarkan rekaman gambar seorang pria yang diduga sebagai pelaku kejahatan. Rekaman itu dibuat di sebuah toko serba ada tempat ditemukannya permen beracun Morinaga. Walau tanpa hasil, setiap hari sampai kini, polisi Osaka tetap mengerahkan 6.000 petugasnya - sepertiga anggota polisi kota itu buat melacak kejadian ini. Morinaga sendiri pun menurunkan 2.000 pegawai beserta 1.OOO anggota keluarganya untuk mengawasi 3.000 pengecer produk mereka. Ini adalah pekerjaan sulit, karena di Jepang sekarang terdapat 300.000 toko yang menjual produk perusahaan itu. Kepala polisi Jepang, Sadatoshi Suzuk, ketika memanggil komandan detektif polisi Kyoto, Osaka dan Hyogo, memerintahkan agar mereka bekerja keras menangkap para pemeras. Suzuki sendiri pernah mendapat surat ejekan yang berbunyi, "Jika Anda gagal menangkap kami, Anda akan kehilangan jabatan." Akan berhasilkah polisi? Belum ada tanda untuk itu. Dalam buku putih tahunan yang dikeluarkan polisi diakui bahwa angka kejahatan belakangan ini memang meningkat tapi Jepang masih tergolong aman dibandingkan Eropa dan Amerika Serikat. Penyebabnya, menurut buku putih itu, masyarakat yang materialistis, tapi miskin nurami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini