Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESIBUKAN melonjak drastis di kantor Komisi Pemilihan Independen Afganistan di Kabul dalam sepekan terakhir. Pemilihan umum putaran kedua tinggal tiga minggu lagi, dan seluruh kertas surat suara serta logistik untuk pemilihan itu sudah harus terkirim. ”Ini sebuah tantangan,” kata Ketua Komisi, Azizullah Lodin. Ia yakin semua akan berjalan lancar.
Keputusan menggelar pemilihan presiden putaran kedua pada 7 November ditetapkan Selasa pekan lalu, tak lama setelah Presiden Hamid Karzai akhirnya mengakui banyak kecurangan dalam pemilihan presiden pada 20 Agustus lalu. Untuk mencegah kecurangan, Komisi Pemilihan Independen kali ini dibantu pemantau dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengingatkan Komisi agar tidak memakai orang-orang yang telah terbukti terlibat kecurangan dalam pemilihan presiden sebelumnya. ”Kami akan memastikan bahwa pemilihan presiden kali ini berlangsung secara adil dan transparan,” ucap Ban.
Juru bicara misi PBB di Afganistan, Alleem Siddique, mengungkapkan bahwa 200-an dari 380 koordinator pemilihan distrik pemilihan sebelumnya telah dipecat. Mereka diduga kuat terlibat kecurangan yang akhirnya menggelembungkan perolehan suara Karzai. Dalam penghitungan ulang kertas suara yang didukung penuh PBB, didapati sepertiga perolehan suara Karzai tidak sah. Dan suara yang diraih presiden incumbent itu ternyata tak lagi di atas 50 persen (54,6 persen menurut pemerintah Kabul). Dengan kata lain, pemilihan Presiden Afganistan putaran kedua harus dilangsungkan. ”Bukan saatnya bicara investigasi kecurangan, kini saatnya untuk maju menuju stabilitas dan keutuhan nasional,” ucap Karzai.
Dalam pemilihan putaran kedua nanti Karzai ditantang mantan menteri luar negeri Abdullah Abdullah, yang setelah dilakukan penghitungan ulang meraih 30,6 persen suara (sebelumnya dinyatakan memperoleh 27,7 persen). ”Saya berharap semua pihak dapat menjamin pemilihan kali ini tak lagi diwarnai kecurangan,” ucap Karzai, yang diprediksi akan kembali memangku jabatan presiden.
Sebelumnya, Karzai menolak anggapan adanya kecurangan dalam pemilihan dua bulan lalu. Ia merasa telah memenangi pemilihan tersebut. Namun, setelah beberapa kepala pemerintahan negara yang tergabung dalam pasukan koalisi di Afganistan meminta dia menerima kenyataan adanya kecurangan, hati Karzai pun luluh. Tekanan untuk melangsungkan pemilihan presiden putaran kedua dialami Karzai dalam beberapa pekan terakhir, terutama dari Amerika Serikat.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyambut baik kesediaan Karzai menggelar pemilihan presiden putaran kedua untuk bersaing dengan rival utamanya, Abdullah. Menurut Obama, keputusan Karzai tersebut ”merupakan sebuah preseden penting untuk kehidupan berdemokrasi di Afganistan”.
Senator John Kerry, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika, yang secara intensif bertemu dengan Karzai, mengatakan bahwa momen ini akan mengubah krisis politik menjadi ”peluang untuk meraih kesempatan besar”. Kerry menilai Karzai sebagai pemimpin sejati. ”Dunia seratus persen mendukung dia,” kata Kerry.
Tekanan Amerika agar Karzai menggelar pemilihan presiden putaran kedua sangat kuat. Bahkan Washington memberi isyarat bahwa penambahan anggota pasukan di Afganistan sepenuhnya bergantung pada hasil pemilihan presiden nanti. ”Kami ingin benar-benar yakin semua berjalan lancar dan seperti apa hasilnya,” ujar Kerry, Senator Demokrat Massachusetts.
Pemerintah Obama selama ini dikenal menjaga jarak dengan Karzai, presiden yang dianggap berhasil menjaga kepentingan Amerika pada era pemerintah George Bush meski terbukti inkompeten dan korupsi. Kerry pun mendapat tugas meyakinkan Karzai bahwa ia tidak memenangi pemilihan presiden dalam satu putaran.
Menurut Kerry, setelah mendapat tekanan, Karzai khawatir hubungan baiknya dengan Amerika memburuk. Karzai akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa untuk kepentingan Afganistan dan kepentingan dirinya harus ada pemerintahan yang secara legitimasi diterima. ”Dia akhirnya setuju untuk menggelar pemilihan presiden putaran kedua demi kepentingan itu semua,” tutur Kerry.
Rapuhnya pemerintahan Karzai dan menjamurnya praktek korupsi disebut-sebut sebagai penyebab melorotnya kepercayaan masyarakat dan munculnya perlawanan para pejuang Taliban. Artinya, yang dibutuhkan Amerika saat ini adalah pemerintah Afganistan yang solid dan mendapat dukungan luas dari masyarakat untuk dapat diajak kerja sama dalam memerangi Taliban.
Seorang pejabat senior Amerika mengatakan, ”Yang dibutuhkan pemerintah Obama adalah pemerintah Afganistan yang diakui secara luas, tapi itu tidak selalu harus melalui pemilihan.” Isu koalisi pun mencuat. Washington dapat menerima bila benar terjadi koalisi antara kubu Karzai dan Abdullah untuk membentuk pemerintah yang kukuh.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Ian Kelly, menyatakan bahwa Washington sama sekali tidak menentang koalisi. Namun semua itu bergantung pada legitimasi dan bagaimana implementasi ke depan. Obama sendiri masih berhati-hati menyikapi hal tersebut. ”Kami masih terus mengikuti ke mana arahnya,” ucap Obama dalam wawancara dengan MSNBC.
Amerika membantah anggapan bahwa gagasan untuk koalisi datang dari Washington. Kubu Karzai dan Abdullah pun sempat menampik wacana tersebut. Namun sebuah sumber di Kabul membenarkan bahwa ada pembicaraan serius mengenai masalah koalisi ini setelah diumumkan digelarnya pemilihan presiden putaran kedua pekan lalu.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika lainnya mengatakan bahwa kubu Abdullah sangat tertarik untuk melakukan koalisi. Abdullah merasa perlu adanya koalisi karena sudah dapat memprediksi hasil pemilihan nanti. Namun bagaimana bentuk koalisi tersebut hingga kini masih menjadi tanda tanya. Sebab, selama ini tak dikenal koalisi dalam pemerintahan di Afganistan.
Abdur Rahman, pemilik money changer di Kandahar, mengatakan bahwa pemilihan presiden putaran kedua harus tetap dilaksanakan. ”Kami mendukung pemilihan putaran kedua, karena koalisi dalam pemerintahan tidak baik untuk Afganistan. Mengapa Karzai harus berbagi kekuasaan dengan Abdullah?” ucap pria berusia 46 tahun itu.
Pemilihan presiden putaran kedua kali ini dibayangi kekhawatiran terjadinya gangguan serangan oleh para pejuang Taliban. Jika itu terjadi, ada kemungkinan jumlah pemilih yang datang ke bilik pemungutan suara akan lebih sedikit ketimbang saat pemilihan presiden sebelumnya.
”Jika pemilihan kali ini kembali tidak menghasilkan pemerintah yang kredibel, tak ada gunanya lagi kami berada di sana,” ucap Richard ”Ozzie” Nelson, mantan penasihat antiterorisme Gedung Putih. ”Ini akan membuat kami lebih jauh terjerumus dalam ketidakpastian.”
Firman Atmakusuma (BBC, CNN, AFP, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo