SUASANA tak menentu masih menyelimuti Muangthai pekan ini. Setidaknya sampai awal pekan ini, setelah untuk kedua kalinya Ketua Parlemen membatalkan membawa nama calon perdana menteri baru pada pada Raja Bhumibol Adulyadej. Semula Arthit Urairat, ketua parlemen itu, akan mengusulkan Somboon Rahong sebagai calon pengganti Suchinda yang terpaksa mengundurkan diri. Sebelum ia bertemu Raja Bhumibol, Prem Tinsulanonda, salah seorang anggota Dewan Penasihat Raja, mencegatnya. Prem mengusulkan "agar mempertimbangkan lagi nama calon itu," tutur Arthit pada wartawan. Soalnya, meski secara konstitusional pencalonan Somboon Rahong sah, sebab nama itulah yang diusulkan oleh koalisi lima partai yang menang pemilu sebagai calon perdana menteri baru, Somboon diduga keras bakal ditolak rakyat dan pihak oposisi. Somboon, Ketua Partai Chart Thai salah satu dari lima partai koalisi "dianggap terlalu dekat dengan militer," kata seorang anggota parlemen. Ia pernah menjabat wakil kepala staf angkatan udara. Tampaknya, bila Arthit memenuhi permintaan Prem, ia akan mencari calon dari pihak oposisi. Sebab, secara teoretis, dalam suasana rakyat antipati terhadap militer, dan koalisi lima partai bisa dianggap promiliter, siapa saja calon dari koalisi lima partai bakal ditentang massa. "Jika calon PM itu masih saja dipilih dari partai koalisi, krisis di negara ini tak akan selesai," tutur Vitit Muntarbhorn, seorang ahli hukum yang menjadi pemimpin salah satu gerakan oposisi, Gerakan Demokrasi Populer. Tapi pihak oposisi pun tampaknya tak mudah menemukan calonnya. "Siapa pun orangnya, ia harus mampu memikul beban yang 100 kali lebih berat daripada beban perdana menteri Thai sebelumnya," ujar Somboon. Dengan kata lain, pihak koalisi lima partai rupanya sudah siap untuk menolak siapa pun calon dari oposisi. Jadi? Menurut suara-suara di Bangkok, di samping nama Somboon yang tampaknya kecil kemungkinan diterima oleh Raja, santer disebutsebut antara lain nama Prem Tinsulanonda, anggota Dewan Penasihat Raja itu yang sedianya akan diusulkan oleh Arthit pada Raja di awal pekan ini. Salah satu kelebihan Prem, bekas perdana menteri, ia bisa diterima oleh kalangan militer maupun oposisi. Nama lain adalah Anand Panyarachun, bekas perdana menteri di masa pemerintahan transisi, masa setelah kudeta Suchinda tahun lalu sampai pemilu bulan lalu. Meski cuma sebentar memimpin Muangthai, Anand memberi kesan sebagai pemimpin yang bersih. Itulah kelebihannya. Sementara itu, rakyat Muangthai menunggu dengan waswas hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersidang Rabu pekan ini. Hari itu, mahkamah yang dibentuk oleh parlemen itu terdiri atas 10 orang mulai memasalahkan keabsahan amnesti umum yang dikeluarkan berdasarkan dekrit Suchinda, beberapa saat sebelum mengundurkan diri, Ahad pekan lalu. Dikhawatirkan, mahkamah bakal mengesahkan amnesti yang telah diteken oleh Raja Bhumibol. Artinya, seluruh personel militer termasuk Suchinda, Panglima Angkatan Bersenjata Kaset Rojananil, dan Kepala Staf AD Issarapong Noonpakdee yang adalah ipar Suchinda yang terlibat dalam tragedi berdarah pekan lalu, bisa bebas dari pengadilan militer. Kekhawatiran itu cukup berdasar. Lihat saja. Hanya 3 dari 10 orang anggota Mahkamah Konstitusi yang benar-benar bisa dibilang netral. Mereka adalah ketua mahkamah agung, jaksa agung, dan seorang anggota lagi yang diangkat dari kalangan sipil. Selebihnya adalah orang yang dikenal propemerintahan Suchinda. Lagipula, menurut pemimpin sementara Thai, Meechai Ruchupan, dekrit yang dikeluarkan Suchinda adalah sah, "karena dalam keadaan gawat, seorang perdana menteri berwenang penuh mengeluarkan dekrit tanpa persetujuan pihak lain," katanya. "Sesuai dengan undang-undang yang berlaku di semua negara," tambahnya. Bila hal itu terjadi, kuat kemungkinan biang keladi pembantaian di ujung Jembatan Paan Fah, yang menewaskan 40 korban, tak bakal diketahui, apalagi dijatuhi hukuman yang setimpal. Itu bisa juga berarti bahwa hilangnya lebih dari 500 orang dalam operasi pembersihan yang dilakukan pihak militer, dan yang hingga kini belum diketahui hidup atau matinya, tak bakal bisa diungkapkan latar belakang dan proses beserta sebabsebabnya. Memang ada cara untuk lebih melicinkan jalan mengadili mereka yang tangannya diduga bersimbah darah demonstran. Yakni terlebih dahulu mengurangi dominasi militer di Majelis Rendah. Sebab, selama Majelis Rendah dikuasai militer, tuntutan terhadap Suchinda dan komplotannya tampaknya akan bisa dibatalkan. Ini bukan lagi soal personal, tapi kesetiaan terhadap korps. Banyak perwira setelah pembantaian demonstran tak lagi simpati pada Suchinda dan Kaset. Tapi perontokan pengaruh militer terhadap pemerintah Muangthai rasanya akan mendapat perlawanan yang kompak dari pihak militer. "Kami bersumpah akan melindungi atasan kami," kata Mayjen Jaturit, Sekretaris Kastaf AD. Beberapa pengamat mencemaskan, bila sampai konfrontasi kedua antara demonstran dan militer terjadi, akan jatuh lebih banyak korban. Bila saja Ketua Parlemen Arthit Urairat tak cepat menemukan calon perdana menteri baru, hal yang dicemaskan itu bisa saja jadi kenyataan. Didi Prambadi (Jakarta) dan Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini