Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waktu itu, pukul 4.40 sore, Rabu pekan lalu, di Kota Minneapolis, Melissa Hughes, 32 tahun, melakukan rutinitas biasa. Mengemas barang-barangnya di kantornya, lalu meluncurkan mobilnya, berdesakan dengan kendaraan lain, ke arah selatan melewati jalan menuju jembatan I-35W yang melintasi Sungai Mississippi. Hughes sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah. Maklum, ia sudah meninggalkan anak perempuannya yang berusia tiga tahun seharian.
Tak jauh dari mobil Hughes, tampak bus sekolah yang berwarna kuning. Di dalamnya tampak Kaleigh Swift, 10 tahun, di kursi di baris kesembilan, bersama 59 bocah lain. Mereka kelihatan girang setelah menghabiskan seharian di arena bermain Bunker Beach Water Park. Ketika bus beringsut inci demi inci dalam lalu lintas yang padat di atas jembatan I-35W, anak-anak itu—banyak yang masih mengenakan pakaian renang—bernyanyi riang.
Sebenarnya sore itu berkabut, tapi suasana ini dinikmati penduduk Minnesota yang telah hidup menggigil sepanjang lima bulan di musim dingin. Dan jembatan I-35W yang merupakan jalur tersibuk di Minnesota itu macet berat. Setiap hari sekitar 141 ribu kendaraan melewatinya. Tapi kali ini Melissa Hughes di dalam mobil merahnya bisa merasakan kemacetan lebih parah dari biasa. Ia melihat beberapa jalur jalan ditutup karena ada pekerjaan konstruksi.
Beberapa menit setelah pukul 6 sore, tiba-tiba jembatan yang kukuh itu bergerak. Hanya dalam hitungan detik, satu ledakan terjadi. Hughes belum lagi mencapai bagian tengah jembatan. ”Semuanya terjadi tiba-tiba, benda-benda beterbangan di udara,” ujar Hughes.
Di dalam bus kuning, Kaleigh dan teman-temannya berteriak ketika jalan seperti ditarik keluar dari bawah bus yang mereka naiki. ”Saya mendengar suara berderak, lalu kami pun berjatuhan,” katanya. Ia melihat seorang temannya terbang menabrak jendela bus.
Kekacauan yang mereka alami itu akibat jembatan tersebut roboh, terpotong menjadi lima bagian. Beton jembatan bagian tengah sepanjang 20 meter menghunjam dari ketinggian 18 meter ke sungai dengan kedalaman 4,2 meter. Mobil-mobil dan penumpangnya pun meluncur terjun ke sungai, termasuk Catherine Yankelevich dan mobilnya. ”Mobil saya terjun bebas dan saya melihat air menggenang,” katanya. Syukurlah ia bisa keluar dari jendela dan berenang ke tepian setelah mobilnya ditelan sungai. ”Seperti di film saja. Sangat menakutkan.”
Adapun bus kuning tadi beruntung terempas di bagian jembatan yang masih kukuh. Anak-anak dengan cedera ringan melompat keluar dari pintu darurat di belakang. Melissa Hughes juga selamat meski mobilnya tertimpa mobil lain. ”Saya benar-benar beruntung,” katanya. Penghitungan resmi 4 orang tewas, 79 cedera, dan 30 orang dilaporkan hilang.
Semula muncul dugaan bahwa runtuhnya jembatan berusia 40 tahun itu karena ulah teroris. Tapi Presiden George Bush, yang saat itu sedang makan malam dengan istrinya di Gedung Putih, memperoleh bantahan informasi dari Departemen Keamanan Dalam Negeri: tak terlihat keterlibatan terorisme. Dugaan sementara penyelidik federal menyatakan itu karena kerusakan struktur—meski ketika jembatan ini diinspeksi terakhir pada 2006 tak ditemukan masalah yang berarti.
Dugaan lain, laporan Departemen Transportasi menyatakan ada masalah korosi yang mengancam desain jembatan yang hanya disangga dua tiang. ”Jembatan di Amerika seharusnya tidak runtuh,” ujar Senator Amy Klobuchar dari Minnesota. Yang terang, anak-anak Amerika di dalam bus kuning tadi telah melalui suatu kejadian mengerikan. ”Kami senang tidak terjun ke Sungai Mississippi,” ujar Jeisy Aguiza, 13 tahun, salah seorang di antara mereka.
Raihul Fadjri (AP, Chicago Tribune, Star Tribune-Minneapolis)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo