Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pembebasan Setengah Hati

Dokter asal India yang dituduh terlibat bom mobil di Inggris dibebaskan. Tak terbukti bersalah tapi tak ada permintaan maaf.

6 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANDAR Udara Bangalore, India, diselimuti keriuhan. Rangkaian bunga melati, pita, dan balon melambai-lambai. Hari itu, Selasa pekan lalu, warga kota menyambut kedatangan Mohammed Haneef dari Brisbane, Australia. ”Tiada yang lebih membahagiakan seorang ibu selain melihat anaknya pulang,” kata Qurrath-Ul-Ain, ibunda Haneef, sambil mengumbar senyum dan membagi-bagikan permen.

Haneef memang bukan sekadar pulang kampung. Dokter 27 tahun itu baru menghirup udara bebas setelah hampir sebulan mendekam di penjara Australia. Ia dituduh terlibat aksi terorisme lantaran pelaku bom mobil yang meledak di Bandara Glasgow, Inggris, akhir Juni lalu adalah sepupunya, Sabeel Ahmad. Rupanya, saat meninggalkan Britania tahun lalu, mantan dokter di Rumah Sakit Halton, Cheshire, Inggris ini juga ”mewariskan” nomor telepon genggamnya kepada Sabeel.

Sehari setelah sepupunya ditangkap di Negeri Ratu Elizabeth, Haneef juga dicokok di pelabuhan udara Brisbane. Waktu itu, ia sedang bersiap terbang ke India menengok istrinya yang akan melahirkan anak pertamanya. Haneef dihajar pasal ”mendukung organisasi teroris” dan ”menyembunyikan informasi yang bisa mencegah aksi terorisme”.

Haneef bukan satu-satunya yang dibekuk dalam kasus percobaan pengeboman di Inggris. Selain dua sepupunya, Sabeel dan Kafeel Ahmad, ada lima tersangka lain yang kini berada di tahanan kepolisian Inggris. Tapi kasus Haneef lalu berkembang. Jaksa penuntut Damian Bugg akhirnya menyatakan tak ada bukti yang mendukung keterlibatan Haneef. Sang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Gold Coast di Queensland ini pun dinyatakan bersih dari tuduhan. Ia segera menunaikan hajat yang tertunda: menengok bayi pertamanya.

Meskipun bebas dari tuduhan, Haneef kecewa. Tidak ada secuil pun permintaan maaf atas perlakuan tak menyenangkan yang diterimanya selama 27 hari dalam tahanan. Menteri Imigrasi Australia Kevin Andrews tak akan memperpanjang visa kerja Haneef, meskipun sang dokter sudah dinyatakan bebas.

Polisi Federal Australia juga membela diri. Komisioner Mick Keelty buru-buru mengatakan, kepolisian Britanialah yang telah memberikan informasi yang tidak akurat. ”Jika waktu itu kami tidak menangkapnya, kami bisa dituduh membiarkan teroris kabur dari negara kami,” kata polisi senior ini.

Pengacara Haneef, Stephen Keim, berang. ”Bagaimana seseorang yang sudah telanjur dikurung dengan alasan yang salah bisa pulih nama baiknya jika diperlakukan seperti ini?” Kepulangan Haneef ke Bangalore tak menghentikan perjuangan membersihkan reputasinya. Ia sudah siap menuntut Departemen Imigrasi yang menyetop izin kerjanya meski ia terbukti tak bersalah.

Perlakuan Australia terhadap Haneef ini membuat dunia menyorot undang-undang teror baru Negeri Kanguru itu. Para pembela hak sipil di negeri itu juga menyoal Departemen Imigrasi yang dianggap mengancam kebebasan lembaga peradilan. Pernyataan Menteri Andrews juga dinilai sangat penuh prasangka pada seseorang yang telah dinyatakan tak bersalah. ”Ini preseden berbahaya dan tamparan keras bagi lembaga hukum,” kata Stephen Estcourt, President Asosiasi Pengacara Australia.

Keprihatinan yang sama juga disuarakan pemerintah India, yang pekan lalu memanggil John McCarthy, Komisioner Tinggi Australia di New Delhi, ke kantor Departemen Luar Negeri India.

Penangkapan Haneef ini juga berimbas pada kalangan kedokteran Australia. Setelah kejadian ini, tenaga medis dari luar negeri akan berpikir dua kali sebelum bekerja di Australia. ”Padahal kami di sini kekurangan tenaga dokter dan sangat bergantung pada dokter asing, khususnya untuk daerah pedesaan dan terpencil,” kata Vuda Nagamma, yang memimpin sebuah klinik di Sydney. Dari semua dokter di Australia, seperempat adalah tenaga asing. Di Queensland, tempat Haneef bekerja, jumlah dokter asing bahkan mencapai separuhnya.

Andari Karina Anom (BBC, Reuters, The Hindu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus