Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menebak Skenario Sang Tsar

Vladimir Putin memenangi pemilu Rusia. Diperkirakan, untuk menyelamatkan pertumbuhan ekonomi, ia akan memberangus demokrasi.

9 April 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUTIN adalah teka-teki. Dunia (Barat) tak mengenalnya hingga Boris Yeltsin mulai menyebut nama sosok itu sebagai calon perdana menteri Agustus lalu. Kini dunia Barat tampak dingin walau ia menang telak dalam pemilu yang diadakan pekan silam atas rival komunisnya, Gennady Syuganov. Vladimir Putin jelas pengikut jalan ekonomi kapitalisme. Rencananya memotong pajak sebanyak 20 persen demi menggairahkan investor boleh jadi disambut kalangan bisnis. Tapi kalangan politisi negara Barat masih waswas akibat latar belakang Putin sebagai anggota KGB.

"Prioritas kami adalah melindungi pasar dari permainan ilegal para birokrat ataupun kriminal," tutur Putin—kata-kata yang menyejukkan. Soalnya adalah bagaimana ia menafsirkan frase melindungi itu. Tekadnya menambah anggaran pesanan senjata Rusia sampai 50 persen—sementara persoalan Chechnya belum rampung—adalah tanda yang menggundahkan dunia Barat, terutama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Madeleine Albright.

Belum lagi fenomena "bangkitnya" KGB. The Federal Security Service (FSB), badan intelijen Rusia—pengganti KGB itu—terlihat mengacak-acak kehidupan publik. Contoh kecil adalah soal internet: para provider internet diwajibkan menyerahkan daftar e-mail para pelanggan dan menginstal jaringannya ke petugas agar petugas dapat memonitor lalu-lintas e-mail siapa saja.

Tentu saja ini tidak ada dalam kamus kapitalisme, yang menghargai kehidupan pribadi. Belum diketahui apakah seluruh upaya sensor ini berada di bawah komando langsung Putin. Tapi kalangan liberal Rusia mempercayai itu. Bukti utamanya adalah bagaimana ia memenjarakan Andrey Babitsky, jurnalis radio The Radio Liberty, gara-gara reportasenya di Chechnya. Babitsky menyiarkan kenyataan kekejaman pasukan Rusia di Chechnya. Dalam wawancaranya dengan koran Kommersant Dayly, Putin menyebut Babitsky sebagai enemy of the state dan menyatakan apa yang dilakukannya lebih berbahaya dari senjata api mana pun. "Ia pengkhianat. Anda dan saya memiliki pemahaman kemerdekaan ekspresi yang berbeda," tutur Putin dalam buku biografinya, First Person, yang baru diluncurkan.

Ternyata kehidupan represif ala Soviet yang masih berlangsung tak hanya terselenggara dalam masyarakat sipil. Putin menghidupkan kembali polisi rahasia di kalangan militer, yaitu satuan yang pada masa KGB bertugas menginvestigasi adanya disloyalitas di tubuh tentara. Akibatnya, arwah KGB makin gentayangan. Dalam sebuah surat di Moscow Times, janda pembangkang Rusia terkenal Andrei Sakharov memperingatkan bahwa pemerintahan Putin adalah bentuk modernisasi stalinisme. Kritik juga datang dari pakar KGB Yevgenia Albats, penulis buku State Within State, yang meramalkan, "Rezim ini akan jauh lebih otoriter dan keras dibandingkan dengan Yeltsin."

Tapi mungkin itu cuma suara minoritas. Putin muncul dari masyarakat yang mengalami kehilangan kepercayaan diri. Capai dengan krisis ekonomi berlarut, serta mengalami depresi dengan bandit-bandit terorganisasi dan korupsi yang merajalela, masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang kuat, tegas, tanpa banyak cingcong. Dan Putin muncul bak kepala geng yang cepat bertindak tanpa plinplan. Ia menghajar Chechnya betapapun kontroversialnya dan langsung menjadi figur populis. Survei terakhir yang dilakukan Gedung Putih menyatakan bahwa 81 persen masyarakat Rusia percaya bahwa Washington terus-menerus melemahkan Rusia untuk sekadar menjadi negara nomor dua. Itulah sebabnya, ketika dalam kampanyenya Putin menjanjikan bahwa di bawah pemerintahannya Rusia akan kembali menjadi negara adidaya dunia, masyarakat seperti mendapat harapan kembalinya identitas Rusia. Putin bukan seorang ultranasionalis seperti Vladimir Zhirinovsky—tapi ia secara tepat mengeksploitasi sentimen nasionalisme itu.

Kemenangan mutlak Putin adalah bukti bahwa masyarakat seolah memberinya sebuah cek kosong untuk melakukan skenario apa saja. Tapi insting otoritariannya dapat menyebabkan perubahan ekonomi apa pun. Jika kapitalisme Kremlin gagal, Kremlin membutuhkan fantasi musuh-musuh baru, demikian pendapat Agnieszka Magdziak, Direktur Pusat Studi Hubungan Internasional di Warsawa. Fantasi musuh sekarang adalah kebebasan pers. Entah fantasi apa lagi yang diciptakan kelak. Negara kuat, ketertiban sosial, kapitalisme tumbuh maju. Itulah trilogi Putin, yang seolah menjadi tsar baru di zaman kapitalis.

Seno Joko Suyono (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus