Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengamankan pendatang haram

Razia terhadap pendatang haram dari Indonesia yang bekerja di sejumlah perkebunan di Malaysia. Baru tertangkap ratusan orang. Ditentang oleh pengusaha perkebunan karena akan merugikan. (ln)

23 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLISI Pahang, Malaysia, dalam dua pekan terakhir mendapat kesibukan baru. Mereka ditugasi menjaring 20.000 pendatang haram dari Indonesia yang, katanya, bekerja pada 20 perkebunan kelapa sawit di kawasan Keratong, Pahang. Tapi operasi ini tidak terlalu sukses karena cuma 400 pendatang yang dapat ditangkap. Ke mana yang lain? Pendatang haram adalah julukan popuier bagi imigran dari Indonesia yang masuk ke Malaysia tanpa surat keterangan lengkap. Mereka tidak punya dokumen perjalanan, surat pengenal, ataupun surat izin kerja. Belakangan disinyalir, arus pendatang haram semakin deras ke tanah Semenanjung. Namun, pihak KBRI yang dihubungi pembantu TEMPO di Malaysia menyatakan, hanya 146 buruh asing ditangkap, 26 Februari berselang. Data ini diperoleh KBRI dari jawatan imigrasi Malaysia yang mengaku telah memulangkan separuh imigran gelap itu ke negeri asal mereka. Tidak elas separuhnya lagi tersangkut di mana. Soal pendatang haram kian menghebohkan karena pengusaha perkebunan melibatkan diri. Mereka keberatan sekali akan operasi pembersihan yang dilancarkan polisi Pahang. H. Abdul Razak menyatakan bahwa 20 perkebunan terancam rugi besar gara-gara ditelantarkan. Biasanya pendatang haram yang terkenal rajin-rajin itulah - yang memungut hasil kelapa sawit. Diakuinya, hampir semua buruh perkebunan berasal-dari Indonesia. "Kami tidak punya pilihan lain," ujar Razak. "Orang Malaysia tidak mau bekerja di kawasan terpencil seperti itu." Keluhan serupa dilontarkan Tun Tan Siew, ketua MAPA (Persatuan Produsen Pertanian Malaysia). Pemulangan buruh Indonesia dikhawatirkannya berakibat panjang. Mengapa? Tanpa tenaga kerja yang cukup, perkebunan bisa tutup. Sebelum itu terjadi, Tun Tan Siew menyarankan agar pendatang haram itu dilegalisasikan saja oleh pemerintah Malaysia. Tapi NUPW (Serikat Buruh Perkebunan Nasional) mendukung operasi pembersihan. Juru bicara NUPW Kunasekaran yakin, orang Malaysia yang menganggur akan mengisi kekosongan itu, jika saja pengusaha perkebunan bersedia membayar jasa mereka lebih tinggi. "Mereka (pengusaha perkebunan) hanya mau meraih keuntungan besar tanpa menawarkan upah yang bersaing bagi pekerja lokal," sesal Kunasekaran. Tampaknya pihak perkebunan sengaja memanfaatkan tenaga kerja murah Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri. Di pihak lain. Para calo tenaga kerja juga ikut-ikutan memeras keringat orang-orang malang itu. Pengusaha kebun di Keratong hanya membayar upah $M 8 kepada buruh Indonesia - lebih murah US$ 22 dari upah yang dituntut buruh Malaysia. Ahmad Suparno, asal Sumatera Utara, mengaku dibayar XM 15, tapi separuh dari jumlah ini masuk ke kocek calo. Masalah buruh Indonesia ini akan semakin ruwet bila kesejahteraan kerja ikut dii perhitungkan. Menurut kiD sah Suparno, kerja di perkebunan cukup berat. Jam kerja lebih dari delapan jam sehari karena mereka diharuskan bekerja mulai dari matahari terbit sampai terbenam. Istirahat makansiang hanya setengah jam. Suparno adalah satu dari 100 imigran gelap Indonesia yang pernah diterjunkan di perkebunan Keratong. Kini ia mencari nafkah sebagai buruh bangunan di Kuala Lumpur dengan upah $M 25 per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus