DARI London, sejumlah kecil mahasiswa Malaysia pulang ke tanah air, membawa pengetahuan dan kostum ala Revolusi Islam Iran. Itu terjadi beberapa tahun lampau, persisnya sekitar 1980, ketika Ayatullah Khomeini berjaya menegakkan republik Islam di Iran. Mahasiswa pria mengganti baju nasional Melayu - teluk belanga - dengan jubah panjang dan serban. Sedangkan wanitanya membalut sekujur tubuh dan sepenuh wajah. Sebegitu jauh, perkara wajah bertutup ini dlterima bagaikan barang impor lainnya. Pendek kata, cadar mendapat tempat sampai keluar surat edaran pemerintah, 18 Februari lampau. Lewat edaran itu pemerintah menetapkan, pegawai negeri dilarang mengenakan pakaian mencolok. Ternyata, yang dimaksud adalah purdah, yang menutup wajah wanita. Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan demikian, masyarakat segera tahu apa yang tersirat. "Kami sama sekali tidak mengatakan bahwa pegawai negeri tidak dibenarkan memakai purdah. Yang kami tekankan, jangan berbusana yang menutup muka," tutur Datuk Khalil Yaakub, menteri pada Kantor Perdana Menteri. Alasannya? Tanpa purdah, komunikasi pegawai negeri dengan masyarakat bisa berjalan lebih baik. Menyadari bahwa pelaksanaannya tidaklah mudah, maka pemerintah bersikap bijak. Dengan kata lain, para pemakai purdah diberi kesempatan menyesuaikan diri. Secara bertahap mereka dilatih menanggalkan purdah itu, mula-mula di kantor, kemudian di lingkungan yang lebih luas. Mereka yang membangkang akan diperingatkan, selanjutnya bahkan bisa dipecat. SAMPAI pada tahap ini, larangan purdah mendapat tanggapan serius. Pertama-tama dari PAS (Partai Islam Se-Malaysia). "Pemerintah tak patut berpandangan begitu. Itu terlalu liar. Apakah pemerintah tak ada pekerjaan lain?" ujar Subky Latif, anggota DPP PAS. Dia menafsirkan, surat edaran itu jelas menentang purdah. Ini berarti menyangkut masalah keyakinan seseorang, yang tentulah ada hubungannya dengan agama. Sekjen ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) Kamaruddin juga memprotes. Tapi beberapa tokoh pemuda Islam di Kuala Lumpur malah menilainya secara lain. Menurut mereka, kebijaksanaan purdah itu justru perlu untuk mencegah bertambahnya kelompok ekstrem di kalangan pegawai negeri dan mahasiswa. Mengapa? Sebab, dengan mengenakan purdah, mereka menjauh dari masyarakat yang tidak sealiran dengan mereka. Di samping itu, ada kecenderungan pemakai purdah memandang yang tanpa purdah sebagai bukan Islam. Paham sempit begini justru kian melebarkan jurang perpecahan di kalangan umat Islam Malaysia. Padahal, purdah tidak identik dengan Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini