Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Popularitas Angela Merkel membaik karena penanganan Covid-19.
Salah satu faktor yang membuat ekonomi Jerman masih bergerak: Kurzarbeit.
Hasil studi mengungkap resep Selandia Baru menekan infeksi.
MASA-MASA kejayaan Angela Merkel seharusnya sudah berakhir. Meski pulih dari ketidakpopuleran selama krisis migran pada 2015 dan 2016, partainya, Uni Demokratik Kristen, akhirnya kalah dalam pemilihan umum 2017. Merkel pun mengumumkan bahwa dia tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan 2021 dan bakal mengundurkan diri sebagai ketua partai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasi itu berubah cepat ketika pandemi Covid-19 melanda negeri tersebut. Langkah Jerman di bawah kepemimpinan Merkel yang melakukan tes dan pelacakan secara masif dinilai berhasil menekan kasus infeksi dan kematian akibat virus corona. Hingga Jumat, 7 Agustus lalu, Jerman berada di urutan ke-16 dunia dengan 215.210 kasus dan 9.252 orang meninggal serta 196.200 pulih. Jumlah kasus infeksi itu jauh di bawah Amerika Serikat, yang sudah mencapai 5.032.179 kasus dan 162.804 pasien meninggal. Di Eropa, jumlah infeksi di Jerman lebih kecil daripada di Inggris, Italia, Prancis, Spanyol, dan Belgia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut New York Times, dalam jajak pendapat baru-baru ini, 82 persen orang Jerman mengatakan Merkel telah melakukan pekerjaannya “dengan cukup baik”. “Pandemi telah merevitalisasi Merkel dan meningkatkan reputasinya sebagai salah satu pemimpin terbaik negara,” tulis Anna Sauerbrey, jurnalis Jerman, di koran tersebut.
Studi terbaru oleh Development Academy, lembaga berbasis di Inggris, juga memuji Merkel atas sikapnya yang langsung, tenang, dan terkendali, terutama selama krisis Covid-19. Lembaga itu meneliti keterampilan komunikasi dan presentasi para pemimpin dunia selama 12 bulan dan menempatkan Merkel di urutan kedua setelah Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Urutan berikutnya ditempati Perdana Menteri India Narendra Modi dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Ketika virus itu ditemukan pertama kali di Jerman, baik Merkel maupun pemerintah federal sebenarnya tidak bertanggung jawab secara teknis. Menurut konstitusi, kekuasaan untuk menutup sekolah atau memerintahkan orang tetap di rumah berada di setiap negara bagian. Namun Merkel segera mengambil peran utama dengan mengkoordinasi pertukaran informasi rutin antar-kepala negara bagian, mendorong peraturan yang setara, dan mengumpulkan ilmuwan top. Ketika angka infeksi meningkat menjadi 74 kasus pada akhir Februari lalu, Merkel menutup sejumlah tempat umum.
Jerman juga dipuji soal penanganan ekonomi di masa pandemi. Investor global Ruchir Sharma menulis di New York Times pada 19 Juli lalu bahwa negara yang akan segera keluar dari krisis saat ini bukanlah Amerika atau Cina, melainkan Jerman. Salah satu faktor yang membuat ekonomi Jerman masih bergerak adalah program Kurzarbeit, sistem pemerintah yang sudah berusia seabad yang membayar perusahaan dengan subsidi gaji untuk mempertahankan karyawan yang dikurangi jam kerjanya di masa krisis.
Direktur Jenderal Organisasi Buruh Dunia (ILO) Guy Ryder pun memuji Kurzarbeit, program yang juga mampu mempertahankan kehidupan pekerja dalam krisis keuangan global 2008-2009. Dia menilai program tersebut juga memberikan contoh cara menangani krisis ekonomi saat ini. Dengan sistem ini, sekitar dua pertiga dari gaji pekerja yang dipotong jam kerjanya dibayar oleh negara.
Selain Jerman, negara yang dinilai efektif menekan angka pandemi adalah Selandia Baru. Hingga 7 Agustus lalu, negara berpenduduk 4,8 juta jiwa itu mencatatkan 1.569 kasus infeksi, 22 orang meninggal, dan 1.524 pulih. Menurut hasil studi Massey University yang dilansir The Guardian pada 23 Juli lalu, rahasia keberhasilan negeri itu adalah kepatuhan masyarakat terhadap praktik kebersihan dasar dan kepercayaan kepada pihak berwenang yang hampir seratus persen.
Kasus infeksi pertama di Selandia Baru dilaporkan pada 28 Februari lalu. Setelah itu, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengetatkan kontrol perbatasan melalui karantina wilayah nasional pada 25 Maret. Ini salah satu pembatasan yang tergolong paling awal di dunia. Karantina wilayah dicabut pada 8 Juni lalu, setelah tidak ada lagi kasus infeksi baru. “Meskipun pekerjaan belum selesai, tidak dapat disangkal bahwa ini adalah tonggak penting,” kata Ardern.
Para peneliti Massey University menemukan bahwa penduduk Selandia Baru memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang penyakit ini dan bagaimana penyebarannya. Delapan dari sepuluh responden mengatakan mereka sering mencuci tangan, sementara sembilan dari sepuluh responden mengaku mempraktikkan jaga jarak sosial. “Hampir semua orang Selandia Baru memahami fakta penting tentang virus corona dengan benar,” tulis para peneliti.
Meski sejumlah negara, termasuk Jerman dan Selandia Baru, melonggarkan pembatasan wilayah, masih ada peringatan soal kemungkinan gelombang kedua wabah. Menurut Deutsche Welle, ekonomi Jerman dengan cekatan telah bermanuver melalui tahap pertama pandemi, sebagian berkat paket bantuan senilai 750 miliar euro atau Rp 13 ribu triliun lebih yang belum pernah ada sebelumnya. Bantuan ini ditujukan untuk mencegah kebangkrutan, pemutusan hubungan kerja masal, dan peningkatan angka kemiskinan. Pinjaman berbunga rendah untuk perusahaan, perluasan subsidi upah bagi pekerja yang menjalani cuti, dan bantuan negara buat perusahaan raksasa seperti Lufthansa telah mengurangi guncangan finansial yang dipicu oleh keadaan darurat kesehatan selama pandemi.
Namun, seperti orang Jerman yang mengira bahwa ekonomi mereka sudah keluar dari kesulitan, ada prediksi infeksi gelombang kedua. Jika itu terjadi, para ilmuwan mengatakan, ada kemungkinan gelombang tersebut akan tiba di musim gugur atau musim dingin. Gelombang kedua pandemi juga dapat terjadi di tengah babak baru proteksionisme Amerika Serikat terhadap Eropa yang bergantung pada hasil pemilihan Presiden Amerika pada November mendatang dan ketika Inggris keluar dari Uni Eropa setelah periode transisi Brexit.
“Jerman adalah ekonomi yang sangat terbuka yang bergantung pada impor dan ekspor. Karena itu, Brexit yang tidak terkendali dan pembatasan perdagangan gaya Amerika yang baru merupakan ancaman signifikan bagi perekonomian,” tutur Hubertus Bardt, kepala penelitian di German Economic Institute yang berbasis di Cologne. April lalu, ekspor Jerman turun hampir seperempatnya, menyusul penurunan 12 persen pada Maret.
Menurut Business Insider, Jerman sudah menunjukkan tanda-tanda memasuki gelombang kedua wabah, yang mengancam akan menghanguskan semua kerja awal negara itu dalam mengatasi dampak pandemi. Hal ini disampaikan Susanne Johna, Presiden Marburger Bund, serikat pekerja untuk dokter dan mahasiswa kedokteran di Jerman, kepada surat kabar Augsburger Allgemeine saat mengomentari laporan Deutsche Welle.
Jumlah kasus baru harian di Jerman telah meningkat secara bertahap selama beberapa pekan terakhir, dengan 879 kasus baru tercatat pada Selasa, 4 Agustus lalu. Robert Koch Institute, lembaga epidemiologi negara itu, menyebut tren tersebut “sangat memprihatinkan”.
ABDUL MANAN (NEW YORK TIMES, THE GUARDIAN, THE LOCAL, DEUTSCHE WELLE
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo