Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raut muka mantan Presiden Mesir Husni Mubarak terlihat tanpa ekspresi saat hakim Kamel al-Rashidi membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Kairo, Sabtu dua pekan lalu. Pria 86 tahun itu hadir dalam sidang yang menentukan nasibnya tersebut mengenakan sweater, dasi biru, dan kacamata hitam.
Dari bangkunya, hakim Rashidi menyatakan bahwa Mubarak, mantan orang nomor satu di Mesir, bebas dari dakwaan pembunuhan terhadap sejumlah demonstran saat revolusi 2011. Alasan yang dikemukakan: putusan pengadilan sebelumnya, pada 23 Maret 2011, kurang dasar hukumnya. Rashidi juga menegaskan bahwa putusan yang dikeluarkan tak terkait dengan politik.
Kegaduhan langsung menyambut putusan itu. Ada banyak kegembiraan di ruang sidang yang penuh dengan pendukung Mubarak tersebut. Ada kekecewaan yang serta-merta menyergap para pengacara pembela hak asasi manusia, yang juga ikut memadati ruang sidang. Mereka bahkan sempat diancam hakim karena menginterupsi.
"Ini bukan pengadilan, hanya sebuah permainan yang mereka mainkan dengan rakyat, untuk menenangkan mereka, dan kemudian memperbudak mereka lagi," kata Khaled Ali, pengacara yang biasa menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia. "Pada dasarnya, para hakim berkolaborasi dengan Mubarak sejak awal."
Selain Mubarak, mantan Menteri Dalam Negeri Habib el-Adly dan enam orangnya dibebaskan dari tuduhan pembunuhan dan upaya pembunuhan terkait dengan revolusi 2011. Mubarak bebas dari dakwaan korupsi bersama dua anaknya, Gamal dan Aala, serta beberapa orang lainnya.
Di luar ruang sidang, hari itu, massa terus bertambah dan terjadi demonstrasi besar pada malam harinya di sekitar Lapangan Tahrir, yang menjadi pusat revolusi 2011 yang menggulingkan Presiden Mubarak. Bahkan belakangan diketahui dua orang tewas dan lebih dari 200 orang ditahan.
Dalam wawancara lewat telepon dengan sebuah talk show yang pro-pemerintah, Mubarak mencemooh putusan bersalah sebelumnya yang ia terima. "Saya tertawa ketika mendengar putusan pertama," ucapnya. Menurut dia, ada konspirasi di belakang revolusi 2011. "Mereka berbalik meninggalkan kami," katanya tanpa menyebut siapa yang ia maksud.
Sebelumnya, Mubarak menghadapi sidang pengadilan, yang berakhir pada 2012, ketika dewan peralihan yang terdiri atas para jenderal masih berkuasa. Tunduk pada tekanan publik, hakim menjatuhi Mubarak hukuman penjara seumur hidup untuk kasus pembunuhan para demonstran. Tapi mereka juga menyatakan adanya kekurangan bukti. Ketika permohonan banding diajukan, pengadilan memerintahkan pengadilan ulang. Dan putusan yang dibacakan pada Sabtu itulah hasil dari pengadilan ulang ini.
Jaksa penuntut umum memang menyatakan akan mengajukan permohonan banding atas putusan itu. Tapi banyak orang patah harapan untuk bisa mendapatkan keadilan. "Rezim Mubarak masih berkuasa," ujar Sayid Abdel Latif, orang tua Mohamed, yang tewas oleh polisi saat demonstrasi penggulingan Mubarak. "Revolusi Januari sudah berakhir. Mereka telah menghabisinya."
Beberapa kelompok yang dulu turun memelopori revolusi Januari 2011 tampaknya tak mau hal itu terjadi. Mereka perlahan-lahan bergerak.
Kelompok Islam yang kerap digambarkan berhaluan garis keras, Al-Ikhwan al-Muslimun, dengan jaringannya yang tergabung dalam Aliansi Nasional Ikhwanul Muslimin untuk Mendukung Legitimasi, langsung menyerukan "aksi sejuta umat", yang rencananya digelar Selasa pekan lalu. Mereka mengajak semua elemen revolusioner bersatu membangun gerakan penolakan putusan dan memerangi tekanan rezim.
Kelompok Mahasiswa Antikudeta menyerukan hal yang sama. Mereka berjanji akan terus menggelar demonstrasi memprotes putusan. "Sementara mahasiswa mendapat hukuman keras, termasuk hukuman mati, Mubarak dibebaskan," kata mereka. Hingga kini, ribuan orang di Mesir dijatuhi hukuman mati dengan berbagai tuduhan, dari membunuh polisi, melakukan tindak kekerasan, sampai merusak properti publik dan swasta.
Beberapa kampus yang diwarnai aksi protes pekan lalu di antaranya universitas di Menufiya, Beni Suef, Al-Azhar, dan Ain Shams. Mereka memprotes kenapa mahasiswa mendapat hukuman keras, termasuk hukuman mati, sementara Mubarak dibebaskan.
Front Pemuda Gerakan Demokratik 6 April, kelompok sekuler liberal yang merupakan salah satu inisiator revolusi 2011, juga menyatakan saatnya untuk kembali ke Lapangan Tahrir. "Sangat sulit menerima putusan ini setelah sekian banyak orang mati untuk revolusi," ujar juru bicara Gerakan 6 April, Amar Sharaf. "Hari ini adalah awal baru. Kami akan memulai dari titik awal lagi."
Mereka pun bersekutu dengan Partai Konstitusi, Partai Mesir Kuat, Partai Roti dan Kebebasan, serta Gerakan Mahasiswa Perlawanan dan Kebebasan. Senin pekan lalu, mereka menggelar konferensi pers. Mereka menuntut pengadilan revolusioner bagi semua yang bertanggung jawab atas korupsi dan pembunuhan warga Mesir oleh orang-orang rezim Mubarak.
Dalam konferensi pers itu, mereka mengumumkan rencana menggelar protes mulai 5 Desember hingga 13 Februari 2015. "Kita harus melupakan afiliasi politik dan menyokong tujuan bersama, yakni roti, kebebasan, dan keadilan sosial," kata Gerakan 6 April dalam pernyataannya.
Namun kegeraman kelompok-kelompok penentang putusan Mubarak itu dalam kenyataannya tidak atau sekurang-kurangnya belum bisa bersatu. Antara lain aliansi Al-Ikhwan al-Muslimun dan penentangnya. Bahkan, dalam demonstrasi setelah putusan soal Mubarak, kedua kubu berjalan masing-masing.
Aksi-aksi selanjutnya pun diperkirakan masih tercerai-berai. Juru bicara Partai Mesir Kuat, Mohamed el-Qassas, menyatakan pihaknya tak turun ke jalan pada Selasa pekan lalu—hari ketika aliansi Al-Ikhwan al-Muslimun biasanya menggelar demo.
Mantan kandidat presiden Hamdeen Sabahy juga menyatakan tak akan bergabung dengan kelompok Al-Ikhwan al-Muslimun dalam mobilisasi revolusi. Sabahy menuding Al-Ikhwan al-Muslimun bertentangan dengan rakyat Mesir dan menyokong terorisme.
Benar. Aksi yang dijanjikan sebagai "aksi sejuta umat"-nya Al-Ikhwan al-Muslimun pada Selasa pekan lalu gagal total.
Tampaknya upaya untuk melancarkan perlawanan terhadap putusan bebas Mubarak akan lebih terjal dibanding revolusi 2011. Apalagi pemerintah militer di bawah Presiden Abdel Fattah el-Sisi telah kian mencengkeram. Aksi-aksi pekan lalu langsung dibabat habis oleh tentara dan polisi.
Menurut pengamat politik Gamal Abdel-Gawwad, dengan bebasnya Mubarak, polisi justru merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam mengatasi demonstrasi. Bahkan, sebelumnya, Sisi—yang didukung militer—telah kembali mengkonsolidasikan kekuatan. Para mantan penasihat Mubarak ditarik kembali oleh pensiunan jenderal yang memimpin kudeta militer tahun lalu untuk menggulingkan pemerintah yang dipimpin Muhammad Mursi—yang didukung kelompok Islam—itu.
Pintu-pintu penjara lain juga dibuka, bukan hanya pintunya Mubarak. Ahmed Ezz, konglomerat yang menjadi makelar politik partai berkuasa, telah dibebaskan dari tuduhan.
Sedangkan tokoh oposisi satu per satu telah dibekuk. Mursi kini sedang menghadapi proses peradilan di pengadilan yang sama untuk tuduhan membocorkan dokumen rahasia negara kepada badan intelijen asing dan membantu kelompok teroris.
Sebanyak 188 demonstran dari Al-Ikhwan al-Muslimun telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Giza, meski belum ada yang dieksekusi. Mereka dinyatakan bersalah karena menewaskan 11 polisi dan 2 warga sipil saat serangan di kantor polisi di Giza tahun lalu. Saat serangan terjadi, di tempat terpisah, aparat membubarkan aksi Al-Ikhwan al-Muslimun pendukung Mursi, yang menewaskan ratusan orang. Kasus serupa menyeret lebih dari 1.000 orang pada Maret dan April lalu.
Pengamat politik Nadine Abdullah masih sedikit optimistis. Menurut dia, mungkin saat ini belum meledak akibat tekanan yang teramat kuat. "Tapi pasti akan terus meningkat," ucapnya.
Yang dia tak yakin adalah kekompakan para penentang putusan rezim. Misalnya kelompok pekerja, yang merupakan satu-satunya kekuatan yang masih memprotes untuk isu hak sosial dan ekonomi. "Jika rezim mengakomodasi tuntutan sosial dan ekonomi para pekerja, sepertinya mereka tidak akan mengikuti aksi protes apa pun bersama kelompok revolusioner di masa mendatang," katanya.
Tapi tanda kecil pergeseran terlihat. Amar Ashraf dari Gerakan 6 April, yang tadinya menolak bekerja bersama Al-Ikhwan al-Muslimun, mulai berbicara beda. Menurut dia, dengan putusan Mubarak, para aktivis, sekutu sekuler, dan kelompok Islam bisa jadi berpadu di jalanan lagi. "Menurut saya, ini akan terjadi, meskipun kami sebenarnya tidak menginginkannya," ujar Ashraf.
Purwani Diyah Prabandari (The New York Times, Ahram Online, Dailynews Egypt, Al Jazeera)
Kasus Hukum Husni Mubarak
1. Pembunuhan terhadap demonstran pada revolusi Januari 2011.
Status: Bebas. Tuduhan dibatalkan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan mengambil keuntungan (menerima vila di resor Laut Merah dari pengusaha di pengasingan, Hussein Salem).
Status: Bersih, karena terkena aturan masa kedaluwarsa, 10 tahun.
3. Menerima suap terkait dengan ekspor gas ke Israel dengan harga di bawah harga pasar.
Status: Bersih. Tidak ditemukan bukti.
4. Kasus istana presiden (penggelapan dana publik yang dialokasikan untuk perbaikan istana setiap tahun).
Status: Terbukti. Menerima hukuman tiga tahun penjara sejak Mei 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo