Sementara Presiden Mengistu Haile Mariam berlindung di Zimbabwe, potret-otretnya dicampakkan. ETIOPIA, negeri berpenduduk 51 juta jiwa, tak cuma kelaparan. Di situ juga ada pemberontakan. Presiden Mengistu Haile Mariam, 49 tahun, yang memegang kendali Etiopia selama 14 tahun, akhirnya digulingkan dari kursinya, Selasa pekan lalu. Lewat tengah malam dia telah sampai di negeri sahabatnya -Robert Mugabe -Zimbabwe. Bekas tangan kanannya sendiri, Wakil Presiden Letjen. Tesfaye Gebre Kidan, kini berkuasa. Tiga tahun -setelah menggulingkan Kaisar Haile Sellassie, 1977 -Mengistu memerintah dengan tangan besi. Tapi negeri itu tetap saja direndam pemberontakan dan bencana kelaparan. Pada 1984-1985 sekitar sejuta penduduk mati kelaparan. Bantuan dari mancanegara tak berhasil mengurangi penderitaan. Termasuk konser kemanusiaan yan diselenggarakan Bob Geldof, di London, 13 Juli 1985, yang mengumpulkan dana 60 juta dolar. Terbetik berita, banjir bantuan tak sepenuhnya sampai ke rakyat. "Konflik dengan kelompok pemberontak itulah penyebab makanan itu tak aman," kata Margaret D. Tutwiler, juru bicara departemen luar negeri AS, di Washington. Dari perwira tak dikenal, Mengistu berubah brutal. Sistem pemerintahan feodal digantinya dengan cara totaliter. Ia memenjarakan dan mengeksekusi kelompok pembangkang. Meski ia berhasil menarik bantuan dari beberapa negara komunis, toh pemerintahannya selalu diganggu oleh kudeta. Pertengahan Mei 1986, ketika Mengistu sedang melawat ke Jerman Timur, sebuah kudeta militer hampir saja mendepaknya. Ada tiga kelompok gerilya yang bernafsu sekali menggulingkan Mengistu. Front Pembebasan Rakyat Eritrea (EPLF) sudah 30 tahun berjuang menuntut kemerdekaan Provinsi Eritrea -sebuah provinsi Etiopia di ujung paling utara. Front Demokratis Revolusioner Rakyat Etiopia (EPRDF), dikenal sebagai gerilyawan Tigris, menginginkan otonomi dan pemilihan umum yang bebas dari tekanan kaum feodal maupun kapitalis. Sedangkan kelompok terkecil yang menyebut dirinya Front Liberal Oromo (OLF) lebih senang devolusi ketimbang pemisahan. Mereka berjuang untuk kaum pendatang yang disebut Galla. Kendati negeri kocar-kacir, Mengistu masih main kayu. Sekitar 16 ribu Falashas, penduduk Etiopia keturunan Yahudi, dipaksa meninggalkan rumah tradisional mereka untuk pindah ke Addis Ababa. Maksudnya, setelah melihat kondisi yang mengenaskan itu, Israel akan melayangkan bantuan. Seminggu menjelang perundingan perdamaian terbuka antara pemerintah dan kelompok-kelompok pemberontak -diprakarsai pemerintah Amerika, sedianya akan dilaksanakan di London -Mengistu ngacir ke Zimbabwe. Tapi situasi Addis Ababa tenang. Para pemberontak menyatakan tidak akan masuk ibu kota. Sebab, Jenderal Tesfaye, sang pengganti, tangan kanan Mengistu, dianggap menawarkan harapan palsu. Menurut juru bicara Tigris, Asefa Mamo, "Hal ini belum merupakan jaminan yang akan mengubah pemerintahan." Bahkan, "Kami akan tetap berjuang, sampai semuanya jelas," ujar Gioris Petrosia, juru bicara kelompok Eritrea. Jenderal Tesfaye dianggap menawarkan harapan yang palsu. Jenderal Tesfaye semula adalah komandan junta militer yang bertugas di Asmara, ibu kota Eritrea yang merupakan pusat perjuangan EPLF. Jenderal ini pada 1985 juga ikut terlibat mengeksekusi belasan jenderal yang berusaha mengudeta Mengistu. Sejak April silam, sang jenderal diangkat menjadi wakil presiden. Ia pun mengadakan kampanye mencari dukungan untuk rezim yang berkuasa sambil mematahkan pemberontakan. Jatuhnya Mengistu, menurut para pengamat, akan membawa angin segar. "Pintu terbuka untuk membangun perdamaian dan demokrasi," kata Margaret D. Tutwiler. Diharapkan kelaparan tak lagi berkepanjangan. Tesfaye sendiri yang membebaskan 187 tahanan politik, termasuk wakil perdana menteri dan seorang perwira angkatan laut yang dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. "Saya siap membentuk pemerintahan sementara terdiri dari semua partai, untuk menciptakan perdamaian," janji Tesfaye. Kemarahan rakyat terhadap Mengistu berkobar. Sebuah patung perunggu Vladimir Ilyich Lenin, setinggi 10 meter, hadiah pemerintah Uni Soviet, jadi sasarannya. Patung yang tegak di Lapangan Lenin -menegaskan bahwa Mengistu menganut paham Marxis -beramai-ramai ditidurkan. Sampai hari ini masih diperdebatkan, akankah patung itu dikembalikan ke Uni Soviet ataukah dimuseumkan sebagai kenang-kenangan zaman komunis. Sementara Mengistu aman di pelukan Robert Mugabe, potret-potretnya direnggut dan dicampakkan dari dinding-dinding kantor. Sejak Jumat pekan lalu, pemerintah Israel mulai menjemputi para Falashas -orang Etiopia keturunan Yahudi -dengan mengirim pesawat-pesawat Herkules C-130. Sri Indrayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini