Inilah sejumlah nama yang bersaing memperebutkan kursi perdana menteri. Ada yang berpihak pada kaum sudra dan yang tak punya kasta, ada pembela minoritas Islam di negeri mayoritas Hindu ini. PESAWAT Partai Kongres oleng setelah Kapten Pilot Rajiv Gandhi tewas. Itulah ejekan para pemimpin Partai Bharatiya Janata, partai Hindu militan yang kini jadi saingan utama Partai Kongres. Siapa tahu sindiran itu mengena. Sampai Sabtu malam pekan lalu, empat hari setelah Rajiv Gandhi tewas karena ledakan bom, para pimpinan Partai Kongres masih belum menemukan ketua baru. Sonia Gandhi, janda Rajiv, hari itu masih tetap menolak tawaran untuk meneruskan kedudukan suaminya. Tak hanya penolakan itu yang membuat oleng partai yang, selama 44 tahun India merdeka, menguasai pemerintahan India selama 40 tahun. Dalam pertimbangan memilih Sonia pun ada perbedaan pendapat. Sebagian eksekutif Partai memilih Sonia hanya demi pemilu yang ditunda sampai pertengahan Juni ini. Sebagian yang lain memilih wanita yang tampaknya tak menyukai politik itu untuk kepemimpinan jangka lama. Tak terlalu salah bila Murli Joshi, seorang tokoh partai Hindu yang lain, pekan lalu memvonis lawan kuatnya itu. "Apa pun yang terjadi Partai Kongres akan pecah," katanya. Bagi Joshi, dengan atau tanpa Sonia Gandhi, dalam pemilu kini dominasi Partai Kongres tak lagi bisa dipertahankan. Yang kemudian tampak adalah, di dalam Partai Kongres ternyata tak ada kaderisasi. Di luar Sonia, ada empat tokoh yang pekan lalu disebut-sebut punya kemungkinan terpilih. Tapi keempatnya bukanlah tokoh menonjol, dan masing-masing punya kelemahan yang dianggap bisa merugikan Partai. Sampai akhir pekan lalu, para eksekutif Partai Kongres akhirnya hanya mempertimbangkan dua dari empat calon itu. Yang pertama, Narasimha Rao, 70 tahun, tokoh senior Partai yang pernah menjadi Gubernur (Andhra Pradesh, di pantai Timur India), menteri keuangan, kehakiman, kesehatan, dan pendidikan. Ia punya hubungan baik dengan hampir semua pemimpin Partai Kongres. Faktor yang tak menguntungkan Rao, dalam usianya sekarang ia sudah sakit-sakitan, dan sebenarnya kurang memiliki basis politik. Dan, ini kelemahan utamanya, Rao kelahiran India Selatan, sementara parlemen India biasanya dikuasai oleh mayoritas utara. Calon kuat kedua, Naruyan Datt Tiwari, tokoh yang sering berperan sebagai penasihat Rajiv Gandhi. Bekas menteri keuangan yang pernah tiga kali menjadi gubernur (Uttar Pradesh, India Utara) faktor yang menguntungkan. Kelemahan Tiwari, meski ia sangat mendukung gagasan Rajiv tentang ekonomi pasar bebas, ia di kalangan anggota muda Partai Kongres dianggap tokoh yang ide-idenya sudah kedaluwarsa. Tokoh yang untuk sementara disisihkan adalah Pranab Mukherjee, menteri keuangan yang pernah dicalonkan untuk menjadi penjabat perdana menteri, ketika Indira Gandhi tewas ditembak. Dan Shankar Dayal Sharma, wakil presiden sekarang. Sharma disebut-sebut sebagai kuda hitam dalam pencarian ketua Partai Kongres, karena punya satu hal yang dibutuhkan dalam pemilu: ia dicintai oleh rakyat kebanyakan. Dilihat dari bobot kepemimpinan politiknya, banyak yang mengatakan bahwa tak ada dari keempat calon ketua Partai Kongres itu yang menandingi lawan-lawan mereka dalam pemilu kini. Ada nama Vishwanath Pratap Singh, pemimpin Partai Janata Dal dan Front Nasional (koalisi tiga partai lokal). Orangnya sangat sederhana, dan dialah tokoh yang datang dari kasta atas tapi begitu populis. "Kemerdekaan India," katanya di masa kampanye April lalu, "akan tetap kosong bila pemerintah yang berkuasa tak memperjuangkan persamaan hak bagi semua orang." Sebenarnya, Singh dahulu aktivis Partai Kongres, dan jadi pembantu dekat Indira Gandhi. Sempat jadi perdana menteri hampir setahun (Desember 1989-November 1990), ia tak populer di kalangan atas yang masih memandang perbedaan kasta penting dipertahankan. Apalagi secara blak-blakan Singh berani membela muslim yang minoritas. Adapun Lal Krishan Advani, Ketua Partai Bharatiya Janata, kini menganggap partainya di atas angin. Ia mula-mula meniupkan nasionalisme, dan menentang sistem ekonomi terbuka, termasuk penanaman modal asing. Namun, setelah melihat Partai Kongres oleng, isu kampanyenya ia ubah. Advani menjanjikan akan membuka pintu lebar-lebar bagi investasi asing di bidang industri berteknologi tinggi dan industri berorientasi ekspor bila menang. Ia pun menjanjikan memodernisasi militer India. Hambatan bagi Advani, ia dibenci umat Islam India yang jumlahnya sekitar 100 juta (hampir 12% dari penduduk India seluruhnya). Namun, kini kabarnya umat Islam India yang semula berpihak pada Partai Kongres yang sekuler, condong memilih partai Hindu militan. Alasannya -terdengar aneh dan bernada putus asa kalau mereka menang mungkin konflik Hindu-Islam, yang sudah membawa banyak korban, bisa didamaikan. Advani terbiasa dengan kehidupan keras. Sebagai orang Hindu yang saleh, ia tidak makan daging dan mengenakan pakaian modern. Tidak suka hura-hura dan pakaian glamor. Namun, bila harus berkampanye demi partainya, tak segan-segan ia melanggar kebiasaannya itu. Misalnya, ia tak sungkan-sungkan menggunakan artis-artis atau konvoi dengan mobil mewah dan televisi warna. Memang, cara itu, dalam Pemilu 1989, secara mengejutkan Partai Bharatiya Janata merebut 8 kursi dari 544 kursi Majelis Rendah. Padahal, setahun sebelumnya hanya berhasil memenangkan dua kursi. Tokoh yang lain adalah Chandra Sekhar, ketua Partai Sosialis Janata Dal. Tokoh ini merangkak dari bawah dan mengaku sangat mengenal lapisan bawah yang mendominasi masyarakat India. Ini dibuktikan ketika ia pada tahun 1983 melakukan perjalanan yang sangat jauh. Perjalanan sepanjang lebih dari 4.000 km dimulai dari Kanniyakumari (kota paling selatan India), berakhir di New Delhi enam bulan kemudian. Selama perjalanan itu, waktunya dihabiskan untuk mengunjungi desa dan tempat-tempat terpencil. Perjalanannya itulah yang membuat Sekhar dikenal luas, hal yang menguntungkannya ketika Pratap Singh mundur dan pemilu diselenggarakan. Memang, naiknya Sekhar jadi perdana menteri juga karena dukungan Partai Kongres -yang kemudian menarik dukungan itu, yang mengakibatkan diadakannya pemilu sekarang ini. Sekhar pembela rakyat jelata yang gigih. Dia melontarkan program mengenai pajak tinggi atas orang-orang kaya untuk kegiatan sosial, di samping menciptakan iklim kerukunan beragama dan meredakan pertikaian separatis. Ada spekulasi, bekas anggota Partai Kongres yang mengundurkan diri karena Indira Gandhi menerapkan undag-undang darurat pada 1974 ini kembali bergabung dengan kubu lamanya. Tapi dugaan Jai Singh Yadav, dosen tamu di Fakultas Sejarah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, seperti yang dimuat Kompas ini, di India sendiri Sekhar tak bergema. Entahlah, kalau Partai Kongres memang kesulitan mencari ketua baru, dan menengok pada Sekhar. Terakhir adalah Kanshi Ram, ketua Bahujan Samai atau Partai Mayoritas. Sebagaimana namanya, partai ini benar-benar berjuang bagi kasta rendah dan yang tak berkasta, konon merupakan tiga perempat dari 844 juta penduduk India. Ia capek, katanya, bila mengetuk pintu penguasa diharuskan menunggu lama oleh kasta Brahmana yang berkuasa. Ia bukan orang sembarangan, dialah ketua komite penulis konstitusi India. Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini