Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima anggota kelompok Islam garis keras Jund Ansar Allah, bersenjata otomatis laras panjang dan wajah tertutup, mengelilingi sang pemimpin Abdul-Latif Moussa, yang berdiri di mimbar khotbah Masjid Ibn Taimiyah di daerah Rafah, Jalur Gaza. Puluhan anggota lainnya berjaga di sekeliling masjid. Jumat dua pekan lalu itu menjadi hari spesial bagi mereka. ”Hari ini kami mendeklarasikan pembentukan Emirat Islam di Jalur Gaza,” ujar Moussa, sebelum salat Jumat.
Acara deklarasi pembentukan pemerintahan Islam di Jalur Gaza yang dihadiri ratusan pemuda Palestina itu langsung mendapat reaksi keras dari pemerintah berkuasa Hamas. ”Tidak ada kelompok semacam itu di Jalur Gaza,” ucap Ismail Haniyah, otoritas Hamas di Jalur Gaza. Kementerian Dalam Negeri Hamas pun memperingatkan para pengikut Jund Ansar Allah agar segera menyerahkan diri beserta senjata mereka kepada polisi Hamas. Seruan itu tak digubris.
Malam harinya, milisi dan pasukan keamanan Hamas menyerbu masjid yang menjadi markas Jund Ansar Allah. Baku tembak tak terelakkan. Menurut Karem Assamanah, 30 tahun, saksi mata yang berada di lokasi kejadian, suasana saat itu sangat mencekam. ”Serangan berlangsung sengit hingga tengah malam dengan diselingi beberapa bunyi ledakan keras,” katanya kepada Akbar Pribadi dari Tempo. Akibat bentrokan itu, 28 orang tewas dan 120 terluka.
Taher a-Nunu, juru bicara Hamas, mengatakan bahwa serangan terhadap Jund Ansar Allah dilakukan lantaran selama ini kelompok tersebut dianggap paling bertanggung jawab atas aksi pengeboman di berbagai tempat umum seperti kedai kopi, tempat pangkas rambut, dan warung Internet dalam beberapa bulan terakhir. ”Hamas tak bisa menoleransi adanya kelompok yang berbuat anarki di Jalur Gaza. Deklarasi itu menjadi alasan kami untuk menyerang,” ucap Nunu.
Bentrok antara dua kelompok Islam garis keras ini adalah yang terburuk sejak Hamas berhasil mengusir Fatah, kelompok yang mendominasi pemerintahan Palestina saat ini, keluar dari Jalur Gaza dua tahun lalu. ”Hamas mempertegas eksistensinya di Jalur Gaza dengan tidak membiarkan kelompok mana pun menentang mereka,” kata seorang wartawan senior Timur Tengah.
Dalam serangan tersebut, Abdul-Latif Moussa, 50 tahun, penceramah yang juga doktor lulusan Universitas Iskandariyah Mesir di Kota Aleksandria, dikabarkan tewas. Menurut pejabat Hamas, Moussa dan orang kepercayaannya Khaled Banat, warga Siria keturunan Palestina yang juga dikenal sebagai Abu Abdullah al-Muhajir, melakukan aksi bom bunuh diri setelah terkepung di rumah mereka di sebelah selatan Kota Rafah. Bom tersebut dililitkan di pinggang.
Berdiri pada November 2008, Jund Ansar Allah mulai menunjukkan eksistensinya di Jalur Gaza pada Juni lalu. Simpati publik mereka dapatkan setelah beberapa anggotanya berani melintasi perbatasan Israel dengan menunggang seekor kuda sembari membawa bahan peledak. Namun kemampuan mereka untuk merakit bom juga digunakan untuk menyerang fasilitas umum yang tak sejalan dengan pemikiran mereka.
Konflik mulai berkembang setelah Jund Ansar Allah menuding Hamas gagal menerapkan hukum Islam di Gaza dan terlalu lunak terhadap Israel dengan menyetujui gencatan senjata setelah negara Zionis itu mengakhiri serbuannya pada Januari lalu. Kelompok ini juga bertekad menyatukan semua mujahidin, termasuk Hamas dan Jihad Islam, untuk membebaskan para tahanan muslim di penjara Israel.
Beroperasi di Rafah dan Khan Younis, Jund Ansar Allah juga berkeinginan mempertahankan kesucian Masjid al-Aqsa. Mereka mengajak warga Palestina berjihad karena menganggap Yahudi akan mengubah fungsi masjid itu menjadi tempat peribadatan mereka. Kelompok yang mengaku menganut paham Salafiyah ini juga disebut-sebut memiliki hubungan langsung dengan Al-Qaidah, pimpinan Usamah bin Ladin.
Meski begitu, Hamas lebih percaya bahwa kelompok ini memiliki hubungan erat dengan Fatah. Menurut seorang pejabat senior Hamas, Jund Ansar Allah selama ini mendapat pasokan senjata dan amunisi dari bekas polisi Fatah di selatan Jalur Gaza. Bahkan Hamas menduga beberapa kelompok garis keras Islam sengaja dimanfaatkan para pemimpin Fatah untuk melemahkan pemerintahan mereka di Jalur Gaza.
Hamas sudah sering menghadapi kelompok radikal seperti Ansar Bet al-Maqdes, Tawheed dan Jihad, Tentara Islam, dan Jund Muhammad. Pergerakan mereka selalu dapat ditumpas. Kebanyakan dari kelompok garis keras ini memiliki anggota tak lebih dari 100 orang dan merupakan para pemuda yang direkrut dari berbagai masjid. Adapun Jund Ansar Allah mengklaim memiliki anggota lebih dari 500 orang.
Kematian Abdul-Latif Moussa, pendiri sekaligus pemimpin Jund Ansar Allah yang sangat disegani, merupakan sebuah kemenangan besar bagi Hamas. Peristiwa berdarah pada Jumat malam di Rafah itu juga menunjukkan eksistensi pemerintah Hamas tetap tak tergoyahkan di Jalur Gaza.
Akbar Pribadi Brahmana Aji (Kairo), Firman Atmakusuma (BBC, CNN, AFP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo