Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengungkap teka-teki kematian ...

Shahnawaz bhutto, anak alm zulfikar ali bhutto meninggal secara misterius di kediamannya di riviera, prancis. istrinya rehana ditahan, dituduh membiarkan ia mati. zia ul-haq semakin lega. (ln)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATAP tangis dalam keluarga Bhutto seperti tak pernah henti. Tatkala Almarhum Zulfikar Ali Bhutto masihmenjabat presiden Pakistan, 1971-1979, kata tersebut tak pernah ada dalam perbendaharaan mereka Tapi, setelah Zulfikar pergi, semua tercerai-berai, dan masing-masing berniat membalas dendam kematian sang ayah di tiang gantungan. Zulfikar diseret ke tiang gantungan tak lama setelah Jenderal Zia ul-Haq, yang kini memerintah Pakistan mengambil alih tampuk pemerintahan. Namun, belum lagi nadar tersebut terkabul, "korban" pertama di pihak Bhutto telah jatuh. Shahnawaz Bhutto, 27, ditemukan mati di kediamannya di Riviera, Prancis. Keterangan resmi dari pihak kepolisian menyebut kematian tersebut lantaran keracunan. Diduga ia bunuh diri, karena di dekat jasadnya ditemukan racun cyanida dalam botol kecil. Karena itu, sejak awal bulan ini, polisi menahan jandanya, Rehana, 25, dengan tuduhan membiarkan kematian itu terjadi. Dalam pemeriksaan pendahuluan, Rehana membantah tuduhan itu. Entah setelah saksi Benazir, adik Almarhum, yang dapat izin khusus meninggalkan Pakistan, memberikan kesaksian di muka Pengadilan Nice, Prancis. Buat keluarga Bhutto, alasan kematian Shahnawaz tak masuk di akal. Baik Benazir maupun Nusrat, sang ibu, tetap berpegang pada keyakinan bahwa Shahnawaz merupakan korban pembunuhan. Tapi, siapa yang melakukan hal tersebut? Belum ada sedikit titik terang pun yang bisa membantu menjawab kecurigaan dinasti Bhutto itu. Kehilangan Shahnawaz memang sangat terasa buat mereka. Karena itu, dari tempat pembuangannya di London, Benazir nekat menembus blokade larangan memasuki Pakistan hanya untuk mengantarkan jenazah adiknya ke liang lahad, di sisi makam ayah, Agustus silam. Untuk itu ia harus membayarnya dengan tahanan rumah di Karachi. Untung, Presiden Zia ul-Haq akhirnya berkenan melepas Benazir keluar dari negeri itu guna memberikan kesaksian di depan pengadilan tentang kematian Shahnawaz. "Insya Allah, saya akan kembali tiga bulan mendatang," ujarnya di tengah-tengah pengawalan ketat menjelang keberangkatannya, dua pekan lalu. Mungkinkah? Sulit untuk membayangkan kemungkinan tersebut, memang. Nama dinasti Bhutto sendiri mungkin sudah dihapus dari daftar penduduk di sana. Adalah Zulfikar Ali Bhutto yang mengukir nama itu dalam lembaran sejarah negeri yang tak pernah lepas dari kemelut tersebut. Sebagaimana leluhurnya, ia ditakdirkan berwatak "congkak". Namun, seleranya termasuk tinggi. Hal ini merupakan salah satu warisannya kepada keempat anaknya - Mir Ghulam Murthaza, Shahnawaz, Saham Sema, dan Benazir hasil perkawinan dengan Nusrat Ishapani, putri pengusaha kaya asal Iran. Ketika Zulfi - begitulah ia dipanggil oleh kalangan terdekatnya - masih berkuasa, keempat anaknya hidup dalam kelimpahan. Mereka disekolahkan di luar negeri. Tentunya, tidak cuma itu kenikmatan yang bisa mereka peroleh. Murthaza, misalnya, sampai menjelang penutup tahun 1970-an, namanya termasuk dalam daftar anggota disko-disko terkenal di London. Sedangkan Shahnawaz lebih suka menghabiskan hari-harinya di meja judi seraya bermabuk-mabukan. Kalau soal uang, tak pernah mereka pusingkan. Sebelum Zulfi digeret ke tiang gantungan, sebuah buku putih setebal 1.400 lembar plus lampiran, yang diterbitkan oleh Zia ul-Haq, mencantumkan segala dosa yang diperbuat bekas presiden itu. Di sana tertulis, antara lain, penggunaan kekerasan terhadap lawan-lawan politik Zulfi, memanipulasi pemilu 1977, dan sederet "dosa" lainnya. Maka, mulailah masa-masa suram dinasti Bhutto. Murthaza dan Shahnawaz lantas berubah perangai. Mereka mencoba menggalang kekuatan bersenjata di bawah bendera kelompok teroris Al Zulfikar, yang berpangkalan di Kabul, Afghanistan. Kedua bersaudara ini terlihat sering bertandang ketempat Yasser Arafat maupun Muammar Khadafi - nabi-nabi teror abad ke-20. Selama di Kabul, mereka juga menemukan jodoh: sepasang kakak beradik sisa-sisa keturunan raja-raja di Afghanistan. Shahnawaz mengawini Rehana, sementara Murthaza mengawini adiknya. Kegiatan teror mereka tidak terhenti karena perkawinan tersebut. Bahkan mereka sempat mempertontonkan kebolehan mereka: membajak pesawat, membunuh diplomat Pakistan dan tokoh-tokoh yang dianggap membawa Zulfi ke tiang gantungan. Kegiatan teror Al Zulfikar mereda, ketika Shahnawaz dan Murthaza mulai sering terlihat di kota-kota besar Eropa, berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Belakangan tersiar kabar, perkawinan Shahnawaz dengan Rehana yang doyan berdandan dan berdansa itu, mulai goyah. Konon, mereka sempat berikhtiar untuk bercerai. Sebelum itu terlaksana, maut telah menjemput Shahnawaz. Adapun Nusrat dan Benazir, tidak lama setelah Zulfi tumbang, juga berpindah-pindah rumah: menjalani masa-masa tahanan rumah sebelum diperbolehkan meninggalkan negeri itu. Dan dari tempat pembuangan mereka, Benazir tetap melancarkan agitasi PPP (Partai Rakyat Pakistan), kini partai terlarang di Pakistan, yang didirikan oleh ayahnya. Bersama-sama dengan tujuh partai terlarang lainnya, yang tergabung dalam Gerakan Pemulihan Demokrasi (MRD), ia mencoba menggalang perlawanan sipil sebagai tanda protes terhadap UU Darurat dan pembekuan UUD 1973. Karena itu, bisa dimengerti mengapa Zia lantas mengizinkan Benazir meninggalkan negeri itu. Kehadirannya mungkin dapat mengacaukan rencana pembicaraan RUU Kepartaian, pertengahan bulan ini. Soalnya, banyak kalangan, termasuk Benazir dan para pengikut PPP, menuduh RUU tersebut "terlalu kaku dan penuh aturan mustahil". Setelah kematian Shahnawaz, upaya untuk mengembalikan kejayaan dinasti Bhutto di Pakistan tampak menurun. Mungkin ini juga harapan Zia ul-Haq. James R. Lapian Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus