Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menlu Australia Alexander Downer: "Insiden Balibo Membuat Sikap Saya Terbelah"

16 November 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tragedi itu sudah lama berlalu, tapi bekas lukanya masih menimbulkan rasa gatal hingga kini. Insiden Balibo, Timor Timur, yang menewaskan lima wartawan Australia, memang terjadi pada 1975. Tiba-tiba sosok Olandino Maria Guterres yang berasal dari Timor Timur tampil dalam acara "Foreign Correspondent" di stasiun televisi ABC. Guterres yang mengaku menjadi saksi mata insiden itu menyebutkan, tewasnya para pewarta tersebut karena perintah Yunus Yosfiah yang saat ini menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia.

Pernyataan Guterres itu bertentangan dengan laporan Tom Sherman yang ditugasi pemerintah Australia untuk menyelidiki kasus tersebut. Laporan yang selesai pada 1996 itu menyebutkan bahwa kelima wartawan itu tewas karena sengitnya pertempuran. Menteri Yunus Yosfiah sudah mengeluarkan bantahan. Namun, Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer sudah meminta Sherman untuk menindaklanjuti kesaksian Guterres ini. Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangannya, wartawan TEMPO Dewi Anggraeni menemui Alexander Downer di ruang kerjanya pada 12 November lalu di Canberra, Australia. Selain Timor Timur, Downer, yang tampak santai tapi waspada ini, juga berbicara tentang situasi mutakhir di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.


Apa tanggapan Anda atas pernyataan Jonathan Holmes dari ABC bahwa kasus tewasnya lima wartawan Australia di Balibo masih belum tuntas

Saya menyaksikan program televisi yang dibuat Jonathan Holmes. Sebetulnya, Holmes tidak seratus persen yakin. Yang jelas, ia mengajukan saksi mata yang sudah diwawancarai Tom Sherman dan dimasukkan ke dalam Laporan Sherman. Saya pikir, kalau ada kesangsian, saya minta Sherman meniliknya kembali. Barangkali ada data-data baru yang bisa mengubah konklusinya.

Apakah ada masalah untuk melakukan ini

Masalahnya, kejadiannya sudah lama yaitu tahun 1975. Peristiwa itu sangat tragis. Jelas bahwa mereka terbunuh. Menurut pihak Indonesia, mereka terbunuh dalam tembak-menembak antara pasukan Indonesia dengan pemberontak. Menurut laporan Sherman, kemungkinan besar mereka tertembak dalam panasnya pertarungan. Tidak dijelaskan, apa yang dimaksud dengan situasi panasnya pertarungan. Nah, kami sudah menugaskan Sherman untuk melakukan penyidikan lebih lanjut dan mendapatkan data lebih jauh dari saksi mata yang bernama Gutteres ini. Saya juga sudah meminta pihak Indonesia untuk memberikan informasi lebih jauh, tapi belum ada sambutan. Kini kami menunggu laporan baru dari Sherman. Kami tidak punya alasan untuk menyembunyikan apa pun. Peristiwa ini terjadi di bawah Pemerintah Partai Buruh. Saya tidak sedikit pun berkeberatan, siapa pun yang menyelidiki isu ini sampai tuntas. Terus-terang, saya sendiri agak terbelah dalam isu ini.

Kenapa

Karena, para keluarga korban pun merasa terbelah. Memang benar, Nyonya Shackleton (keluarga Gregory Shackelton dari TV Channel 7, salah satu korban--Red.) sangat menggebu-gebu dalam tuntutannya. Tapi, ada keluarga lain yang tidak mau kasus ini dibongkar lagi. Bagi mereka, ini cuma menimbulkan kepedihan yang berlarut-larut. Nah, saya harus meluluskan keinginan pihak yang ingin membongkar, tapi juga harus meluluskan keinginan pihak yang sebaliknya. Bagaimana? Sulit sekali. Saya sendiri, yang tidak punya kaitan apa-apa dengan kasus ini waktu terjadi, sesungguhnya tidak percaya dengan tuduhan bahwa Pemerintah Partai Buruh berusaha menutup-nutupi data yang ada. Saya sudah membaca semua dokumen yang ada. Tidak ada secuil pun bukti bahwa mereka berusaha menutupi apa pun.

Bagaimana dengan adanya dokumen rahasia yang menyebutkan Indonesia menambah jumlah pasukan di Timor Timur

Saya cuma melihat kutipan dalam dokumen itu, dan kutipan itu dalam bahasa Indonesia. Biarpun ringkasan dokumen tersebut dalam bahasa Inggris, saya tidak bisa mengatakan dengan pasti apakah itu akurat. Saya kira cuma pihak Indonesia yang bisa menilainya. Pendapat kami tentang situasi di Timor Timur adalah keadaan hanya akan bisa membaik kalau jumlah pasukan di sana dikurangi secara besar-besaran.

Mengapa Australia membatalkan latihan militer bersama Kopassus

Kopassus sedang menjalani restrukturasi pada saat ini, dan ABRI sedang mengalami masalah keuangan karena krisis ekonomi. Nah, karena sebab-sebab itu, kami memutuskan bukan waktunya mengadakan latihan militer bersama.

Bukan karena adanya indikasi bahwa Kopassus terlibat dalam berbagai kekerasan terhadap warga negara Indonesia

Saya katakan karena Kopassus sedang menjalani restrukturasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus