Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mereka Bersumpah di Central Park

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panggung kecil itu tegak di sisi timur Central Park, New York. Bak sebuah prosesi kematian, latar panggung ditutup warna hitam, dihiasi tulisan besar berwarna putih: ”Not In Our Name”. Di atas panggung berjejer laki-laki dan perempuan dengan tangan menjulang ke udara. Ada yang mengepal, ada yang jari-jarinya membentuk huruf V—semboyan kemenangan. Di bawah sisa-sisa matahari musim panas, mereka menjeritkan sumpah perlawanan: ”Bukan atas nama kami, Anda menginvasi negara lain, mengebom kaum sipil, membunuh anak-anak, membiarkan sejarah berjalan di atas kuburan tak bernama”. Inilah sepenggal sumpah yang diikuti oleh sekitar 25 ribu orang. Dari balita hingga manula, warga New York menghadang dahaga perang penguasa Gedung Putih dengan juragan besarnya, Presiden Goerge Walter Bush. Dibalut amarah, mereka menghujat trio konservatif penganjur perang: Presiden Bush, Wakil Presiden Dick Cheney, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld. Berlembar-lembar poster diacungkan tinggi-tinggi. Atau sekadar digantungkan di leher dengan tulisan provokatif: ”No Blood For Oil”, Stop Killing Iraqi”, ”Stop Policing The World”, ”Bush, Cheney, Rumsfeld = Axis of Evil” dan banyak lagi. Inilah aksi demonstrasi terbesar di New York setelah runtuhnya gedung kembar World Trade Center pada 11 September 2001. ”Persetan dengan Patriot Act”, teriak seorang pembicara, mengolok undang-undang itu di panggung. Undang-undang yang disahkan Kongres tahun lalu itu adalah buah pahit terhadap kebebasan di Amerika Serikat (AS) akibat serangan 11 September. Isinya memberi kuasa nyaris tak terbatas kepada pemerintah untuk menahan siapa saja yang dicurigai sebagai teroris. Tapi peristiwa 11 September juga membuahkan ”Not In Our Name Project” (NION), organisasi nirlaba yang berdiri pada 23 Maret silam. Adalah NION yang menggalang pesta kemarahan di Central Park dan sejumlah kota lainnya di AS dalam waktu bersamaan. NION memainkan isu perlawanan kebijakan perang pemerintah Bush, juga diskriminasi terhadap imigran. Dan, luar biasa. Organisasi ini berhasil menggiring puluhan ribu rakyat di santero AS pada waktu yang sama berkumpul di berbagai tempat. Pendukungnya datang dari berbagai lapisan masyarakat: artis, musisi, akademisi, penulis, kelompok kiri radikal, feminis radikal, pencinta lingkungan, organisasi mahasiswa, komunitas imigran, hingga veteran Perang Vietnam. Di antara mereka tampak bintang Hollywood Susan Sarandon, Tim Robbins, dan Martin Sheen. Bak aktivis, Susan Sarandon dan Martin Sheen ikut berorasi di atas panggung. ”Yang bisa kita lakukan adalah berbicara dan berbicara. Kita berharap Presiden Bush mendengar suara kita,” kata Martin Sheen kepada koresponden TEMPO di New York. Secara terang-terangan NION menentang kebijakan perang Presiden Bush, lewat provokasi mereka dalam kegiatan diskusi di kampus, perlindungan terhadap imigran Arab, umat muslim, dan imigran dari Asia Selatan, yang selalu menjadi sasaran tindakan diskriminasi pemerintah. Mereka juga menggerakkan dukungan kaum sipil kepada anggota militer yang mendapat perlakuan tak adil. Untuk melawan rencana perang Bush, NION sudah menyusun agenda aksi antiperang di sejumlah kota hingga 26 Oktober mendatang. Jaringan NION di Washington, DC, ”International Answer”, akan menyelenggarakan aksi antiperang sekaliber aksi di New York ini. Di Boston, Boston Mobilization menghimpun 30 lembaga pendidikan kota itu untuk kampanye antiperang. ”Kami ingin memperlihatkan kepada dunia dan pemerintah kami bahwa ada tentangan luas terhadap perang Irak, khususnya di kampus,” ujar Alex Cheney, yang nama belakangnya serupa dengan Wakil Presiden Dick Cheney. Dalam aksi serentak itu terdapat 30 kampus yang terlibat, termasuk Universitas Harvard. Aksi-aksi NION ini rupanya dihadang pula oleh kelompok pendukung perang—kendati jumlah mereka lebih sedikit. Dalam sebuah demo di Seattle, mereka mengejek Jim McDermott, senator antiperang yang baru saja kembali dari Irak, sebagai pengkhianat. Dalam sebuah pernyataannya, McDermott dinilai bersimpati kepada Presiden Saddam Hussein. Sebuah tulisan terpampang mengejek Dermott: ”Jihad Jim Loves Saddam”. ”Saddam amat mungkin memiliki nuklir. Saya takut dia akan menggunakannya untuk melawan kita (AS) dan Israel,” kata Mark Muhlenkort, insinyur elektronik pendukung perang. Alhasil, Presiden Bush seolah harus menelan simalakama dari sepak-terjangnya sendiri: rakyat Amerika yang ingin dilindunginya justru habis-habisan melawan atau habis-habisan dicekam rasa takut. RFX, Supriyono (New York)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus