Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mimpi buruk tentang sihanouk

Wawancara tempo dengan sukhumband paribatra tentang penarikan tentara vietnam dari kamboja, pertemuan sihanouk-hun sen di paris, pemilu di kamboja, perundingan dengan muangthai, dst.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TITIK-titik terang telah tampak dalam upaya mencari penyelesaian konflik Kamboja. Pembicaraan antara Pangeran Norodom Sihanouk dan PM Hun Sen dari Republik Rakyat Kamboja -- akan dilanjutkan April tahun depan -- merupakan awal ke arah tercapainya suatu penyelesaian politik yang kelak bisa merupakan kunci bagi stabilitas di Asia Tenggara. Muangthai, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Kamboja, berkepentingan sekali akan adanya satu penyelesaian politik, meskipun misalnya Bangkok menolak usul Phnom Penh untuk merundingkan soal perbatasan kedua negara. Dalam menyorot soal Kamboja ini, pekan lalu koresponden TEMPO Yuli Ismartono berkesempatan mewawancarai Sukhumband Paribatra, 35 tahun, Direktur Program Studi Sekuriti dari Institut Pengkajian Masalah-Masalah Internasional dan Sekuriti, Universitas Chulalongkorn, Bangkok. Lulusan Universitas Oxford dalam bidang politik ekonomi, dan Universitas Georgetown dalam bidang hubungan internasional ini, sejak tahun lalu memberi kuliah ilmu politik pada Universitas Chulalongkorn Sukhumband juga menulis beberapa buku, yang terakhir mengenai hubungan Muangthai dan RRC. Berikut petikan wawancara itu. Menurut Anda, hal-hal apa saja yang mendorong Vietnam untuk menarik pasukannya dari Kamboja? Dapatkah Anda memperkirakan tindakan apa yang akan diambil Vietnam selanjutnya? Tidak ada hal-hal khusus. Sekali Vietnam mengumumkan niatnya untuk menarik tentaranya dari Kamboja secara bertahap setiap tahun, ya, terpaksa melakukannya. Walau kejadian ini setiap tahun oleh dunia luar dianggap suatu "permainan" Vietnam. Sebab, kalau tidak, Vietnam bisa disangka dalam kesulitan atau bahwa tidak menepati janji. Bagi mereka, 1990 (tahun yang disebut oleh Vietnam sebagai tahun penarikan seluruh pasukannya) penting hanya sebagai garis pedoman, kalau pada waktu itu tujuan mereka belum berhasil, ya, mereka akan tetap berada di Kamboja. Jika penarikan tahun ini memberi kesan lebih penting daripada sebelumnya, ini karena Vietnam ingin bertepatan dengan perkembangan di forum diplomatik, yaitu pertemuan Shihanouk-Hun Sen di Paris pekan yang akan datang. Apakah pertemuan itu merupakan langkah awal ke arah penyelesaian konflik Kamboja? Dalam satu pihak, memang, jika pertemuan ini berhasil, adalah satu keberhasilan bagi Vietnam dan Phnom Penh. Tetapi saya juga berpendapat bahwa ini merupakan langkah pertama dalam usaha penyelesaian konflik di Kamboja. Memang, saya kira dari pihak Vietnam tidak ada penyelesaian lain kecuali yang menguntungkan kepentingan mereka. Tetapi masih banyak yang masih perlu ditegaskan. Saya berpendapat, pertemuan ini terjadi antara lain karena Sihanouk sendiri ingin lebih segera kembali ke Phnom Penh. Mungkin ia sadar bahwa waktu tidak banyak lagi baginya, dan ia ingin kembali menjadi kepala negara. Tentu ia tidak mau mengulangi pengalamannya ketika kembali pada masa kekuasaan Khmer Merah. Jadi, saya kira sebelum tercapai persetujuan apa pun, Sihanouk sendiri akan berusaha mendapat jaminan-jaminan tertentu. Pertemuan pertama saya kira tidak akan menghasilkan banyak, tetapi akan menuju ke pembicaraan selanjutnya. Bagaimanapun, ini merupakan langkah maju. Penguasa Phnom Penh ternyata berani mengemukakan pelaksanaan pemilu di Kamboja. Apakah ini bisa ditafsirkan bahwa mereka di Phnom Penh kini cukup stabil? Kalau benar demikian, bagaimana dengan bargaining position Sihanouk? Saya kira, itu merupakan tanggapan atas syarat-syarat yang diminta Sihanouk, bukan hal lain. Kesediaan untuk mengadakan pemilu tidak bisa diartikan bahwa stabilitas sudah tercapai di Phnom Penh. Memang keadaan agak membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi bukti kestabilan di Kamboja adalah penarikan total tentara Vietnam dari Kamboja. Ini belum bisa terjadi. Tawaran pemilu itu cuma salah satu usaha mendekati Sihanouk. Ada berita bahwa skenario terbaru penyelesaian konflik ini adalah pembentukan pemerintah koalisi Republik Rakyat Kamboja dipimpin Sihanouk. Komentar Anda? Seperti dahulu, Sihanouk akan kembali ke Phnom Penh sebagai kepala negara. Tetapi cuma sebagai kepala negara boneka. Saya tidak yakin, Vietnam, setelah berjuang sekian lama dengan susah payah, akan rela begitu saja melepaskan kekuasaannya. Saya kira, walau Sihanouk nantinya yang memimpin pemerintah, portofolio menteri-menteri tetap dipegang orang Vietnam. Sudah pasti, pemerintah Phnom Penh baru tidak menyangkut anggota-anggota Khmer Merah, apalagi pengikut-pengikut Pol Pot. Dalam hal itu, Vietnam tetap bersikap keras baha mereka tidak boleh turut serta dalam proses politik Kamboja. Phnom Penh juga mengusulkan perundingan langsung atau tidak langsung dengan Muangthai soal perbatasan kedua negara. Bangkok menolak, sebab Vietnam tidak turut serta. Bagaimana pendapat Anda tentang usul perbatasan itu, yang sengaja tidak melibat ASEAN? Saya melihat langkah ini sebagai tanda kesungguhan Vietnam bahwa mereka berusaha menyelesaikan konflik. Kini Vietnam sadar bahwa Muangthai adalah kunci penyelesaian konflik di Kamboja. Saya tidak melihat langkah Vietnam tersebut sebagai usaha memecah ASEAN. Lain kalau Vietnam bicara dengan Indonesia. Sebab, Muangthai memang merupakan salah satu unsur penting dalam konflik ini, Muangthai adalah frontline state. Dengan mempertimbangkan kepentingan Muangthai, pemecahan konflik Kamboja yang bagaimana yang dianggap terbaik untuk Muangthai dan keutuhan ASEAN? Misalnya, apakah Bangkok condong pada pemilu atau cukup dengan coctail party saja. Saya kira, apa pun yang terjadi, Muangthai akan menuntut jaminan-jaminan keamanan di perbatasan sebelum memberi persetujuannya. Saya kira, cocktail party yang distujui ASEAN itu yang paling diterima Muangthai. Tetapi penyelesaian apa pun yang tercapai harus menyakinkan Muangthai tentang jaminan-jaminan keamanan di perbatasan. Ini yang menjadi perhatian utama Muangthai. Mengingat soal Kamboja yang begitu rumit, apakah solusi itu nantinya juga mempengaruhi hubungan bilateral Muangthai -- RRC? Ini tergantung solusi yang dicapai, dengan atau tanpa persetujuan RRC. Bagaimana pun, solusi yang merugikan RRC akan merupakan satu dilema bagi Muangthai. Persetujuan yang tercapai antara Muangthai dan Vietnam harus mempertimbangkan kepentingan RRC juga, ini sudah pasti. Kenyataannya kini Muangthai "mendahului bayangan Cina" dalam arti bahwa, meski RRC belum bertindak, Muangthai sudah lebih dahulu mempertimbangkan kemauan RRC. Lihat saja kasus Dalai Lama dari Tibet. Pemerintah Bangkok melarang Dalai Lama masuk Muangthai (menyusul kerusuhan di Ibu Kota Lhasa) karena khawatir Cina tidak akan setuju. Padahal, Beijing belum minta apa-apa. Berapa lama lagi Vietnam sanggup bertahan di Kamboja, mengingat ekonominya yang buruk. Apakah mereka memberi peluang berkuasa untuk Sihanouk, setidaknya untuk suatu masa transisi? Selama Uni Soviet memberi bantuan, Vietnam akan tinggal di Kamboja. Saya kira seburuk-buruknya keadaan ekonomi Vietnam sekarang ini tidak akan mengubah kebijaksanaannya terhadap Kamboja. Mereka belum sampai pada breaking point-nya. Ini tidak berarti mereka tidak khawatir. Karena Vietnam mendesak terus usaha penyelesaian politik, tentu dengan syarat-syarat mereka sendiri. Soal Vietnam memberi peluang kepada Sihanouk untuk berkuasa tidak jadi masalah. Dalam masa lalu Sihanouk sangat kooperatif dengan Vietnam, mereka mempunyai pengalaman yang sama, misalnya perjuangannya masing-masing lawan kolonialisme. Sihanouk justru bisa lebih akrab dengan Vietnam daripada dengan Muangthai, misalnya. Maka, saya tidak meramalkan adanya kesulitan struktural dengan Vietnam jika Sihanouk kembali ke Kamboja. Meskipun ini berarti bahwa Sihanouk tidak akan diberi kekuasaan penuh. Sihanouk sendiri saya kira tidak mau kembali pada statusnya seperti waktu di bawah Khmer Merah, sebab itu ia berusaha keras mendapatkan jaminan tertentu dari Vietnam dan Phnom Penh sekarang ini. Ia tidak mau menjadi tahanan lagi. Andai kata Sihanouk kembali ke Phnom Penh dan menjadi pemimpin, sikap Muangthai bagaimana? Orang Muangthai tidak pernah percaya pada Sihanouk, sampai sekarang juga. Bahwa Muangthai membantu Sihanouk dalam perjuangannya melawan Vietnam, itu hanya merupakan Realpolitik . Suatu pemerintahan di bawah Sihanouk selalu akan dipandang dengan curiga oleh Muangthai. Sihanouk bekerja sama dengan Vietnam, itu pasti akan mengkhawatirkan Bangkok. Menurut saya, Menlu Siddhi Savetsila sekarang mulai dihantui mimpi-mimpi buruk tentang kemungkinan Sihanouk di bawah kekuasaan Vietnam di Phnom Penh nanti. Pangeran Sihanouk benar-benar membuat Siddhi pusing kepala. Muangthai khawatir sekali apa yang dihasilkan pertemuan Sihanouk-Hun Sen. Tapi kalau terpaksa, Muangthai bisa saja menyabot ketentuan-ketentuan yang dipandang merugikan kepentingannya. Misalnya, mengadakan sesuatu di perbatasannya. Saya kira, kebijaksanaan luar negeri Muangthai kini sampai di satu persimpangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus