Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sementara warga Malaysia mengeluhkan kelangkaan minyak goreng kemasan kantung plastik 1kg, barang bersubsidi tersebut banyak tersedia di toko-toko di Thailand.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Investigasi yang dilakukan Utusan Malaysia menemukan bahwa hampir setiap toko kelontong di pasar Sungai Golok dan sekitarnya, wilayah Thailand yang berbatasan dengan Malasyia, menjual minyak goreng bersubsidi pemerintah Malaysia, serta barang-barang lain dengan kontrol harga seperti tepung terigu dan gula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pedagang, yang hanya ingin dikenal sebagai Ting, mengatakan dia memperoleh minyak dari seorang Malaysia yang menyelundupkan barang itu, dan pasokannya tidak pernah terputus.
“Setiap bulan saya menyediakan sekitar 2.000 bungkus minyak goreng untuk berjaga-jaga jika pasokan datang terlambat,” katanya, seperti disiarkan Utusan, Senin, 11 Juli 2022. Minyak sawit ini dari Malaysia ini dijual seharga 50-55 baht (Rp20-22 ribu).
Di Malaysia, harga eceran tertinggi minyak bersubsidi ini 2,5 ringgit atau sekitar Rp8.500.
Pedagang lain yang dikenal sebagai Esen mengatakan, dia juga menjual bensin dan solar bersubsidi selundupan dari Malaysia.
“Kami tidak heran jika penertiban di perbatasan dan jalur tikus diperketat, tapi kami akan sabar menunggu pasokan pulih segera setelah itu,” katanya.
The New Straits Times, 8 Juli 2022, melaporkan minyak goreng Malaysia bersubsidi lebih murah dibandingkan dengan minyak goreng Thailand, yang dijual sekitar 77 baht.
“Inilah mengapa minyak Malaysia 1kg lebih populer. Penduduk setempat juga senang bisa membeli minyak tanpa batas,” kata pedagang di Tak Bai, Thailand.
Seorang penyelundup minyak goreng mengaku, sudah sejak muda melakukan pekerjaan itu. “Awalnya saya hanya menyelundupkan beras. Tapi sejak 2017, saya mulai mengirim minyak goreng bersubsidi Malaysia melintasi perbatasan karena permintaan dari orang Thailand,” kata pria berusia 24 tahun itu kepada New Sunday Times.
"Saya telah melihat orang melakukannya sejak saya masih kecil. Kebanyakan orang di desa telah menyelundupkan barang ke Thailand sebelumnya. Bahkan tetangga saya adalah penyelundup," katanya.