Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

24 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PALESTINA
Larangan Salat di Al-Aqsa

Kepolisian Israel menutup kompleks Masjid Al-Aqsa dan melarang salat Jumat di masjid istimewa di Yerusalem itu. Larangan muncul pasca-insiden baku tembak di luar Haram al-Sharif, yang menewaskan tiga orang Palestina dan dua polisi Israel, Jumat dua pekan lalu.

Polisi Israel juga sempat menahan Syekh Muhammad Hussein, mufti agung kota suci Yerusalem. "Kami berkeras akan tetap mendatangi Masjid Al-Aqsa dan salat di sana," kata Syekh Muhammad, seperti diberitakan Press TV. "Pendudukan yang mencegah kita untuk berdoa menandai serangan terhadap hak beribadah kita di masjid Islam yang murni ini."

Tindakan rezim Tel Aviv menuai kecaman dari negara-negara Islam. Liga Arab memperingatkan Israel tentang konsekuensi penutupan Masjid Al-Aqsa. "Tindakan tersebut akan memperburuk proses perdamaian di wilayah itu serta bisa memicu konflik, terorisme, dan ekstremisme," begitu pernyataan bersama 22 negara anggota organisasi pan-Arab itu.

Kepolisian Israel mengatakan larangan hanya berlaku bagi warga muslim berusia di bawah 50 tahun. Mereka berdalih akan terjadi demonstrasi massa yang memprotes pemasangan detektor logam di area kompleks masjid. "Semua unit polisi akan berjaga di seluruh wilayah Yerusalem," kata juru bicara Kepolisian Israel, Micky Rosenfeld.

Israel memasang detektor logam menyusul insiden penembakan dua pekan lalu. Mereka menuding orang-orang Palestina menyelundupkan senjata api ke dalam kompleks Masjid Al-Aqsa untuk membunuh polisi Israel. Bagi warga Palestina, upaya polisi Israel itu disebut sebagai langkah pemerintah Negeri Zionis untuk menguasai situs suci Al-Aqsa.

AMERIKA SERIKAT
McCain Mengidap Tumor Otak

John McCain, senator Arizona dan bekas kandidat presiden dari Partai Republik, telah didiagnosis menderita tumor otak. Tim dokter dari Mayo Clinic Hospital di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, telah mengeluarkan tumor yang dikenal sebagai glioblastoma itu lewat sebuah operasi, Jumat pekan lalu.

"Berita tentang penyakit ayah saya telah mempengaruhi semua anggota keluarga McCain," kata putri McCain, Meghan McCain, seperti dikutip CNN. Tim dokter menyatakan tumor agresif itu dikeluarkan bersama gumpalan darah di atas mata kiri sang senator.

McCain, 80 tahun, sempat mencuit lewat akun Twitternya sehari sebelum dioperasi. "Saya sangat menghargai curahan dukungan kalian. Untuk rekan-rekan berdebat saya di Kongres, saya akan segera kembali, jadi bersiaplah!" ujar pria yang pernah menjalani tiga operasi pengangkatan melanoma ganas pada 1993, 2000, dan 2002 tersebut.

Presiden Donald Trump tak lupa memberi dukungan kepada McCain. "Senator McCain selalu menjadi seorang pejuang," ucapnya. Trump pernah terlibat cekcok politik dengan McCain ketika ia menuding veteran Perang Vietnam itu "bukan pahlawan perang" pada 2015.

THAILAND
Vonis 27 Tahun untuk Jenderal

Pengadilan Bangkok menjatuhkan vonis penjara terhadap lebih dari 60 orang dalam kasus perdagangan manusia, Rabu pekan lalu. Di antara mereka, ada Manas Kongpan, letnan jenderal tentara yang dijatuhi hukuman bui selama 27 tahun. Kongpan dinyatakan bersalah memperdagangkan orang dan mengorganisasi kejahatan transnasional.

Surat kabar The Nation melaporkan bahwa hukuman bagi pejabat senior sangat jarang di Thailand, yang dikendalikan oleh junta militer. "Ada banyak orang dalam jaringan perdagangan manusia ini," kata Perdana Menteri Thailand dan pemimpin junta, Prayuth Chan-ocha, meminta warga tidak menganggap seluruh militer sebagai penjahat.

Kongpan divonis bersama sejumlah pejabat lainnya dan puluhan warga negara Thailand. Selain tentara dan warga sipil, ada mantan politikus lokal, Patchuban "Ko-Tong" Angchotipan dan Bannakong Pongphol, yang masing-masing dihukum 75 tahun dan 78 tahun penjara. "Total 62 dari 103 terdakwa dihukum," demikian menurut The Atlantic.

Kongpan terlibat sindikat perdagangan orang-orang asal Bangladesh dan muslim Rohingya, etnis minoritas yang melarikan diri dari Myanmar. Warga etnis Rohingya telah melarikan diri dari negara tetangga Thailand itu selama bertahun-tahun, membayar penyelundup manusia untuk membantu mereka kabur dari penindasan rezim militer.

Penangkapan Kongpan menyusul ditemukannya 36 mayat di sebuah kuburan dangkal di sebelah selatan Thailand pada Juni 2015. Jenazah-jenazah itu diyakini sebagai korban perdagangan manusia. Di Thailand, pelaku perdagangan orang dapat dihukum seumur hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus