Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

9 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YORDANIA
Raja Janjikan Perangi ISIS

Pemerintah Yordania akan meningkatkan peran dalam koalisi melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) untuk membalaskan kematian pilot Yordania yang dibakar hidup-hidup. Raja Abdullah berjanji akan melancarkan perang tanpa henti terhadap ISIS setelah pemerintah menggelar eksekusi gantung atas dua tahanan teroris pada Rabu pekan lalu.

ISIS merilis video yang menunjukkan pilot pesawat tempur Yordania yang ditawan, Letnan Muath al-Kaseasbeh, dibakar hidup-hidup dalam sebuah jeruji besi. Beberapa jam setelah video itu dirilis, pemerintah Yordania mengeksekusi Sajida al-Rishawi asal Irak, terpidana mati untuk kasus pengeboman tiga hotel di Amman pada 2005 yang menewaskan 60 orang. Tahanan teroris lain yang juga digantung diidentifikasi bernama Ziad al-Karbouli, mata-mata Al-Qaidah.

"Kita melakukan perang ini untuk melindungi agama, nilai-nilai, dan prinsip kemanusiaan. Perang kami terhadap mereka akan berlangsung tanpa henti dan akan menumpas mereka di tanah mereka sendiri," kata Raja Abdullah melalui siaran televisi pemerintah, seperti dilansir The Guardian.

Raja Abdullah bertemu dengan komandan militer dan kepala keamanan di Amman untuk membahas langkah berikutnya. Semua opsi masih terbuka, tapi pemerintah sangat mempertimbangkan risiko operasi serangan darat.

Juru bicara pemerintah, Mohammad al-Momani, mengatakan berbagai upaya elaborasi akan dilakukan di antara anggota koalisi yang dipimpin Amerika Serikat untuk melawan ISIS. "Pembicaraan intensif akan dilakukan bagaimana menghentikan dan menghancurkan kelompok teroris ekstremis ISIS," ujar Al-Momani.

MESIR
Satu Jurnalis Al Jazeera Dibebaskan

Pemerintah Mesir membebaskan wartawan Al Jazeera asal Australia, Peter Greste, yang lebih dari setahun dipenjara. Pembebasan pada Ahad dua pekan lalu ini disertai perintah deportasi.

Peter Greste, 49 tahun, bersama dua rekannya ditangkap aparat militer Mesir pada Desember 2013 ketika meliput demonstrasi yang berakhir dengan kekerasan oleh kelompok pendukung Muhammad Mursi. Ketiganya dituduh membantu kelompok Al-Ikhwan al-Muslimun, yang oleh pemerintah Mesir dianggap sebagai kelompok teroris. Mereka dijatuhi hukuman 7-10 tahun penjara.

Saat mengetahui akan dibebaskan, Greste mengaku perasaannya campur aduk. Ia merasa lega, tapi juga mengalami stres karena harus meninggalkan rekan-rekannya yang masih dipenjara. "Ini adalah saat yang sulit ketika berjalan keluar dari penjara. Harus mengucapkan selamat tinggal tanpa tahu berapa lama lagi mereka terus berada di dalam," katanya, seperti dilansir BBC, Senin pekan lalu.

Dua rekannya yang masih di dalam penjara Kairo adalah Mohammed Fahmy dan Baher Mohammed. Al Jazeera mengaku terus memperjuangkan pembebasan keduanya. "Kami tidak akan berhenti sampai Baher dan Mohamed juga kembali meraih kebebasan mereka," ujar Mostefa Souag, Direktur Jenderal Jaringan Media Al Jazeera.

Seorang pejabat keamanan Mesir mengatakan Mohammed Fahmy mungkin menyusul dibebaskan dalam beberapa hari mendatang. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Luar Negeri Kanada John Baird sehari setelah dibebaskannya Greste.

AUSTRALIA
Tersangka Penjahat Perang Bosnia Bebas

Pengadilan Canberra membebaskan Krunoslav Bonic, tersangka penjahat perang Bosnia. Putusan pada 22 Januari lalu ini mengakhiri statusnya sebagai tahanan di Alexander Maconochie Centre, Canberra. Di penjara itu, ia sudah mendekam selama empat bulan.

Bernard Collaery, pengacara Bonic, menyebut tuduhan terhadap kliennya sebagai cemoohan. Bonic adalah tentara Kroasia Bosnia selama perang Bosnia pada 1992-1995. Saksi di Pengadilan Den Haag pada akhir 1990 dan akhir 2000 melontarkan tuduhan kepadanya terkait dengan perannya dalam Dewan Pertahanan Kroasia di Bosnia tengah.

Bonic pernah ditangkap tentara muslim dan ditahan selama lebih dari 11 bulan. Ia mengaku dipukuli dan disiksa. Ia akhirnya dibebaskan dan pindah ke Australia lebih dari 20 tahun lalu. Pria 39 tahun ini hidup di sana bersama istri dan tiga anaknya.

Bonic bebas dari dakwaan setelah pengacaranya menunjukkan bukti yang dikumpulkan di Bosnia bahwa ia pernah membuat pengakuan setelah disiksa pada 1993. Menurut Collaery, jaksa penuntut Bosnia mengakui bahwa pengakuan Bonic saat itu dan dokumentasi milisi penyiksanya tidak pantas. Jaksa penuntut Bosnia juga menghentikan tuntutan terhadap Bonic. "Segera setelah kami menemukan bukti kredibel bahwa klien kami adalah korban penyiksaan dan kejahatan perang, dan ada tuntutan terhadap itu, kami sadar mereka salah orang," ujar Collaery, seperti dikutip ABC.

Collaery menambahkan, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang hukum ekstradisi Australia. Terutama peraturan agar tak ada investigasi tanpa bukti yang boleh diberlakukan kepada warga Australia ketika negara lain meminta penukaran tersangka. Ia meminta Jaksa Agung George Brandis memulai penyelidikan agar legislasi ini ditinjau ulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus