Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Momen

20 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SWISS
WHO Ramalkan 10 Ribu Kasus Ebola

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tingkat kematian akibat wabah ebola mencapai 70 persen. Selain itu, Asisten Direktur Jenderal WHO Bruce Aylward memperkirakan ada 10 ribu kasus baru per minggu dalam dua bulan ke depan.

Menurut Aylward, tingkat kematian itu membuat ebola berstatus penyakit dengan tingkat kematian tinggi. Kini Perserikatan Bangsa-Bangsa masih berfokus pada usaha mengisolasi korban terjangkit serta menyediakan perawatan sedini mungkin bagi yang diduga terjangkit.

Aylward mengatakan, jika respons dunia terhadap ebola tidak ditingkatkan dalam 60 hari, korban akan terus berjatuhan. "Banyak orang akan meninggal," ujarnya, seperti dikutip Associated Press, Selasa pekan lalu.

Selama empat bulan terakhir, WHO mencatat ada seribu kasus per minggu, meliputi terduga, positif ebola, dan yang mungkin terjangkit. Menurut perhitungan badan itu, hingga Selasa pekan lalu, korban meninggal mencapai 4.447 orang dari 8.914 kasus. Hampir seluruhnya berasal dari Afrika Barat. Sierra Leone, Guinea, dan Liberia merupakan negara yang paling terpuruk akibat ebola. Aylward menyebut kekhawatiran WHO: ebola akan berlanjut menyebar di tiga kota, yaitu Freetown di Sierra Leone, Conakry di Guinea, dan Monrovia di Liberia.

KOREA UTARA
Lima Pekan Jong-un tanpa Kabar

Media nasional Korea Utara berusaha mengakhiri spekulasi internasional tentang keberadaan pemimpin negara itu, Kim Jong-un, dengan mempublikasikan foto. Menurut KCNA, Kim melakukan kunjungan lapangan ke distrik permukiman yang baru dibangun serta ke Institut Energi Alami Akademi Pengetahuan Nasional.

Berita itu dirilis Selasa pekan lalu. Tapi tak disebutkan secara spesifik waktu kunjungan Kim. "Melihat eksterior apartemen dan gedung publik yang didekorasi dengan lantai warna-warni, (Tuan Kim) menyatakan kepuasannya. Menurut dia, itu sangat cantik," KCNA menulis, seperti dikutip BBC.

Dalam foto tanpa tanggal itu, Kim tampak menggunakan tongkat dan dikelilingi sejumlah pejabat. Ia juga terlihat tersenyum. Sebelum "menghilang" pada 3 September, Kim sempat tampak pincang. Beragam dugaan penyakit Kim muncul, dari masalah berat badan hingga encok.

Menghilangnya Kim terasa sangat mencolok ketika ia absen pada perayaan 65 tahun Partai Buruh, 10 Oktober lalu. Padahal tahun lalu ia mengunjungi Istana Kumsusan untuk memberi penghormatan kepada ayah dan kakeknya. KCNA hanya melaporkan bunga di kuil merupakan persembahan atas nama Kim. Ketidakhadiran ini juga memicu spekulasi ada pergantian kekuasaan di Korea Utara.

Menurut Kim So-yeon, mantan dokter pribadi kakek Kim Jong-un, Kim Il-sung, sang cucu mewarisi sejumlah masalah kesehatan, seperti obesitas, dan masalah psikologis. Kakek Kim juga menderita diabetes, gangguan hati, dan stres.

Masih kepada BBC, dokter yang menganalisis foto kemunculan Kim Jong-un itu menyebutkan wajah Kim tampak bengkak karena obat penghilang rasa sakit. Dia juga menduga Kim mendapat suntik hormon agar terlihat seperti sang kakek.

PALESTINA
Pemerintah Bersatu Palestina Bertemu

Pemerintah Bersatu Palestina mengadakan pertemuan pertamanya pada Kamis dua pekan lalu di Gaza. "Ini pemerintahan seluruh Palestina. Karena itu, saya minta semua faksi mendukung pemerintah dengan membangun kembali Gaza dan mengembalikan hidup yang normal," kata Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis pekan lalu, mengacu pada keruhnya hubungan faksi Hamas dan Fatah.

Pemimpin Hamas, Ismail Haniya, mendesak Fatah memegang janji rekonsiliasi kedua kubu yang kerap berseberangan itu. Menurut pria yang pernah menjabat perdana menteri ini, pertemuan akan memperkuat kesatuan Palestina sekaligus mengakhiri perpecahan yang terjadi bertahun-tahun. "Kami menitikberatkan kesuksesan rekonsiliasi dan kerja sama demi keberhasilan misi pemerintah," ujarnya.

Pemerintah Bersatu Palestina dideklarasikan empat bulan lalu untuk menguburkan persaingan pemerintahan antara Hamas dan Fatah. Hamas secara de facto menguasai Gaza. Fatah memimpin area otonomi Tepi Barat.

Sementara pemerintah bersatu itu mulai bekerja, angin segar datang dari Inggris, Senin pekan lalu. Meski Inggris dikenal sebagai sekutu dekat Israel, musuh bebuyutan Palestina, parlemennya meloloskan resolusi pengakuan diplomatik atas Palestina. Walau voting di parlemen bersifat simbolis dan tak mengikat, itu merupakan indikasi kuat ada perubahan opini publik di Inggris. Suara yang setuju mencapai 274 versus 12 menolak.

Richard Ottaway dari kubu konservatif, yang duduk di komite hubungan luar negeri, mengatakan selama 20 tahun terakhir Israel perlahan menjauh dari opini publik internasional. "Kemarahan saya terhadap perilaku Israel beberapa bulan belakangan membuat saya tidak menentang gagasan (mengakui Palestina)," katanya, seperti dilansir The Independent, mengacu pada pengeboman Israel atas Gaza dan berlanjutnya pembangunan permukiman oleh Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus