Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANYA tersisa kalender di meja Firmanzah pada Selasa pekan lalu. Segepok kertas menumpuk dan satu kardus kecil berisi buku tertinggal di sudut ruangan di lantai dua Bina Graha, Kompleks Kepresidenan, tempat Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi itu biasa berkantor.
Kamis pekan lalu, setelah mengikuti rapat kabinet terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Firmanzah bergegas mengambil sisa barangnya. "Sekali angkut, langsung beres," katanya. "Setelah ini, saya kembali ke kampus."
Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang sejak 2012 membantu Yudhoyono ini mengaku sedang mengikuti proses seleksi rektor di almamaternya. Ia siap bersaing dengan 25 calon lain. "Pada 25 November akan diumumkan, semoga terpilih," ujarnya.
Berbeda dengan Firmanzah, Teuku Faizasyah tak buru-buru amat berkemas. Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri ini sebenarnya sudah punya pos baru: Duta Besar Republik Indonesia untuk Kanada. Ia dilantik Presiden Yudhoyono, Rabu pekan lalu, dan harus melaporkan posisinya ke Presiden Joko Widodo sebelum berangkat ke Ottawa untuk bertugas. "Saya mulai bertugas sesudah memasuki era Presiden Jokowi," katanya.
Firmanzah dan Faizasyah adalah dua dari sepuluh anggota staf khusus yang membantu Presiden Yudhoyono selama ini. Berakhirnya era Yudhoyono mengharuskan para anggota staf khusus meninggalkan Istanapada 20 Oktober, ketika presiden baru menempati kantor itu.
Dibentuk Yudhoyono di awal pemerintahannya pada 2004, dilanjutkan pada periode kedua pemerintahannya, staf khusus telah berganti-ganti personel. Posisi ini sangat strategis karena selalu berhubungan dengan Presiden selama 24 jam. Beberapa anggota staf khusus Yudhoyono pada periode pertama pemerintahannya kemudian terpilih menjadi menteri atau wakilnya. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana serta mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, contohnya.
Tugas para anggota staf khusus ini melayani Presiden di luar cakupan tugas kementerian dan instansi pemerintah lainnya. Ada yang menjadi juru bicara, menjadi penulis pidato, dan sebagian juga menganalisis sesuai dengan bidang masing-masing. Bekerja selama 24 jam dalam koordinasi Sekretaris Kabinet Dipo Alam, sesungguhnya akses mereka langsung ke Presiden. "Siang-malam wajib stand by menunggu arahan Presiden," ujar Velix Wanggai, Staf Khusus Bidang Otonomi Daerah.
Mereka wajib melaporkan hal-hal penting ke Yudhoyono secara tertulis sepekan sekali. Bisa juga melalui pesan pendek atau lisan jika ada sesuatu yang sangat penting. Mereka wajib hadir di Istana, di Cikeas, atau di mana pun Yudhoyono meminta masukan, terutama jika ada hal sensitif dan wajib diklarifikasi. "Misalnya, untuk membahas kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, Sabtu dan Minggu kami juga rapat," kata Firmanzah.
Lantaran mereka punya akses langsung ke Presiden, menurut Velix, banyak pihak berharap dekat dengan anggota staf khusus. Ada yang sekadar menyampaikan keluhan, ada pula yang mencoba memanfaatkan peluang dari Presiden. Ia menyebutkan harapan itu salah alamat. "Seharusnya dikoordinasi dengan Sekretaris Kabinet," ujarnya.
Operasionalisasi staf khusus ini ditopang anggaran negara. Pada 2012, misalnya, tercantum alokasi dana Rp 27 miliar untuk selusin pembantu Presiden dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas berharap Presiden Joko Widodo tak mengangkat banyak anggota staf khusus. Rekrutmen yang tidak transparan dan akses mereka dengan kekuasaan membuat peran anggota staf khusus tidak jelas. "Ketidakjelasan itu berpotensi menyuburkan korupsi," katanya.
Prihandoko, Agustina Widiarsi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo