Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAYSIA
Kontroversi Hukuman Anwar Ibrahim
Anwar Ibrahim terancam kembali ke bui setelah pengadilan banding Malaysia menghukumnya lima tahun penjara dalam perkara sodomi. Jumat dua pekan lalu, pengadilan banding membatalkan putusan pengadilan tinggi pada 2012 yang membebaskan Anwar. Pemimpin oposisi Malaysia itu masih bebas dengan jaminan sembari menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung.
Para pegiat hak asasi manusia dan praktisi hukum internasional menuding putusan terhadap Anwar bermotif politik. Sebab, menurut Wakil Direktur untuk Asia pada Human Rights Watch, Phil Robertson, pekan lalu pengadilan di Kuala Lumpur juga sedang mengadili kuasa hukum Anwar, Karpal Singh, 73 tahun, karena mengkritik pemecatan Datuk Seri Mohammad Nizar Jamaluddin sebagai Menteri Besar Perak oleh Sultan Perak. Singh adalah Ketua Partai Aksi Demokratis, partai terbesar kedua di oposisi.
"Ini seperti mencoba melumpuhkan oposisi menggunakan pengadilan dan melemahkannya sehingga mereka tidak akan mendatangkan masalah," kata Robertson seperti dikutip VoA, Senin pekan lalu.
Anwar, 66 tahun, didakwa melakukan hubungan seks dengan seorang ajudan pria pada 2008, tapi pengadilan tinggi membebaskannya. Jaksa yang tak menerima putusan itu mengajukan permohonan banding. "Kami menerima banding ini dan menggugurkan putusan pengadilan tinggi," ujar hakim pengadilan banding, Balia Yusof Wahi, kepada The Guardian.
Putusan itu menutup peluang Anwar mengikuti pemilihan umum lokal di Selangor pada bulan ini. Padahal ia diprediksi menjadi menteri besar di negara bagian itu bila memenangi pemilu.
TURKI
Korban Unjuk Rasa Bertambah
Kematian seorang remaja pria pada Selasa pekan lalu menyulut unjuk rasa besar-besaran di sejumlah kota di Turki. Puluhan ribu orang mengantar jenazah Berkin Elvan, 15 tahun, ke pemakaman di Istanbul pada Rabu pekan lalu. Elvan koma selama 269 hari karena terluka parah di kepala akibat terkena tabung gas air mata ketika sedang membeli roti untuk sarapan keluarganya pada Juni tahun lalu. Elvan adalah korban kedelapan yang tewas dalam unjuk rasa anti-pemerintah sejak Mei tahun lalu.
Ibu Elvan, Gulsum, dan para pelayat menuduh Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan bertanggung jawab atas kematian Elvan. Mereka menjadikan kematian Elvan sebagai bukti polisi menangani para pengkritik pemerintah dengan tangan besi. Gubernur Istanbul Hüseyin Avni Mutlu meminta aparat keamanan bekerja dengan hati-hati selama pemakaman dan demonstrasi. "Dia tidak berdosa. Dia tak melakukan apa pun," ujar Dursun Ince, salah seorang pelayat, seperti dikutip CNN.
Beberapa ribu orang juga berkumpul di Ibu Kota Ankara, Mersin, dan Adana. Di Ankara, polisi menembakkan gas air mata dan menyemprotkan meriam air untuk membubarkan sekitar 2.000 orang. "Pembunuh. Kalian membunuh Berkin Elvan," kata para pelayat di depan para polisi yang menjaga prosesi pemakaman.
MESIR
Pemerintah Kendalikan Masjid
Pemerintah Mesir menggunakan segala cara untuk melumpuhkan kelompok pembangkang Islam. Setelah pemerintah menyatakan Al-Ikhwan al-Muslimun—organisasi pendukung presiden terguling Muhammad Mursi—sebagai organisasi teroris, kali ini Kementerian Wakaf Agama menyatakan akan mengendalikan semua masjid di negara itu. Sekitar 10 ribu dari 130 ribu masjid di Mesir tak berada di bawah kendali pemerintah.
Seperti dilansir Ahram Online, Selasa pekan lalu, Menteri Wakaf Agama Mohamed Mokhtar Gomaa mengatakan para pegawai kementerian akan mengawasi masjid-masjid tersebut selama satu bulan. Gomaa telah meminta para pembantunya menyusun rencana membenahi staf masjid di seluruh negeri. Ia juga melarang semua organisasi non-pemerintah mengumpulkan dana di masjid kecuali sesuai dengan undang-undang.
Pemerintah menuding kelompok Islam, tak terkecuali Al-Ikhwan al-Muslimun, menggunakan masjid untuk basis gerakannya. Selama ini para anggota dan simpatisan Mursi memang kerap berunjuk rasa setelah salat Jumat. Seperti dikutip BBC, pada akhir tahun lalu, pemerintah melarang puluhan ribu ulama yang dianggap tak punya izin berkhotbah di masjid-masjid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo