Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bersatu di Laut Cina Selatan

Pesawat Malaysia Airlines hilang dari pantauan radar. Negara-negara yang bersengketa di Laut Cina Selatan sementara akur ikut operasi pencarian.

17 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 2.000 orang berkumpul di halaman Sekolah Menengah Kebangsaan Bukit Jawa, Pasir Puteh, Malaysia, Rabu pekan lalu. Mereka—para siswa, guru, dan orang tua siswa—kemudian menggelar doa bersama dan salat hajat untuk pesawat Malaysia Airlines MH370, dipimpin imam Masjid Selising Mukim, Zain Arif Hassan. "Kami berdoa agar para penumpang dan awak pesawat dalam keadaan selamat," ujar Kepala SMK Bukit Jawa Harun Shafie kepada New Straits Times.

Pesawat Boeing 777-200 ER milik Malaysia Airlines itu hilang setelah 40 menit lepas landas dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur menuju Beijing, Cina, Sabtu dua pekan lalu. Menurut jadwal, seharusnya pesawat dengan 227 penumpang dan 12 kru itu mendarat di Beijing pukul 06.30 waktu setempat. Diperkirakan pesawat hilang di Laut Cina Selatan atau di tengah-tengah antara Kota Bharu, pantai timur Malaysia, dan ujung selatan Vietnam saat berada di ketinggian 10.670 meter.

Pemerintah Malaysia langsung membagi wilayah pencarian menjadi dua bagian, timur dan barat. Pencarian di wilayah timur meliputi sekitar Laut Cina Selatan, sedangkan wilayah barat meliputi sekitar Selat Malaka.

Negara-negara di sekitar lokasi dugaan jatuhnya pesawat lantas melakukan upaya pencarian gabungan. Wajar, pesawat itu membawa 153 warga Cina, 38 warga Malaysia, 7 warga Indonesia, 6 warga Australia, 5 warga India, 4 warga Prancis, dan 3 warga Amerika Serikat.

Pada tahap awal, sembilan negara bergabung dalam operasi pencarian, yaitu Indonesia, Australia, Cina, Singapura, Filipina, Vietnam, Amerika Serikat, dan Thailand—selain Malaysia. Selang beberapa hari kemudian, Jepang, India, dan Selandia Baru menawarkan diri.

Dalam proses pencarian itu, keikutsertaan Filipina dan Cina menjadi perhatian. Alasannya, hubungan kedua negara itu akhir-akhir ini menghangat karena terlibat sengketa batas perairan Laut Cina Selatan. Tapi tampaknya mereka melupakan sejenak perseteruan itu. "Pada keadaan darurat seperti ini, kita tentu harus menunjukkan kesatuan," kata Letnan Jenderal Roy Deveraturda, Komandan Militer Filipina bagian barat, seperti dilansir The Guardian.

Masalah Laut Cina Selatan memang belum mendapat titik temu. Negara-negara Asia saling mengklaim punya wilayah. Kawasan ini diyakini memiliki cadangan minyak, gas alam, dan ikan yang melimpah. Cina, Taiwan, dan Vietnam mengklaim hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan, sementara Filipina, Malaysia, dan Brunei hanya mengklaim sebagian.

Hubungan Amerika Serikat dan Cina juga tak mulus karena sengketa kawasan Laut Cina Selatan. Penyebabnya, Kepala Operasi Angkatan Laut Amerika Serikat Jonathan Greeneth pernah menyatakan siap melindungi Filipina jika negara itu diserang Cina. Cina membalas dengan mengatakan Amerika tak punya urusan apa pun di kawasan itu.

Operasi pencarian dan penyelamatan besar-besaran yang melibatkan 12 negara setidaknya sudah mengerahkan 34 pesawat dan 40 kapal. Cina mengirimkan dua kapal perang, Jinggangshan dan Mianyang, yang dilengkapi 2 helikopter, 30 tenaga medis, 10 penyelam, dan 52 marinir. Cina juga menyebar 10 satelit. Menurut People's Liberation Army Daily, satelit ini menggunakan teknologi dengan resolusi tinggi untuk penggambaran bumi, termasuk pencitraan cahaya dan teknologi lain.

Angkatan Udara Australia mengirimkan dua pesawat pengintai maritim P-3C Orion. "Ini adalah sebuah misteri, tapi Australia telah mengirimkan dua pesawat P-3C Orion untuk membantu Malaysia dalam operasi pencarian dan penyelamatan," ujar Perdana Menteri Tony Abbott.

Sedangkan Indonesia mengirimkan empat kapal patroli cepat, satu kapal korvet, dan satu pesawat intai maritim. Singapura mengirimkan tiga pesawat angkut militer Lockheed C-130 Hercules, kapal selam, dan kapal perang. Vietnam menyumbangkan tiga pesawat jenis Antonov An-26s, pesawat pengintai, dan sejumlah kapal laut.

Kapal-kapal Cina diperbolehkan memasuki perairan Vietnam hanya untuk tujuan pencarian. "Vietnam mengizinkan dua kapal angkatan laut Cina memasuki perairan Vietnam pada siang hari," kata Letnan Jenderal Vo Van Tuan, Wakil Kepala Staf Umum Tentara Rakyat Vietnam, kepada wartawan.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, lewat akun Twitter-nya yang dikutip Breaking News, menggambarkan upaya itu sebagai "operasi berskala multinasional". Dia mengatakan telah mengerahkan seluruh usaha untuk mencari pesawat Malaysia Airlines MH370. "Tapi kita juga harus menerima bahwa kita hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak kelemahan," ujarnya.

Rosalina (Reuters, The Diplomat, AP, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus