Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

3 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAKISTAN
Gempa Tewaskan 300 Orang

Gempa berkekuatan 6,5 skala Richter, Rabu pekan lalu, mengguncang Provinsi Baluchistan, barat daya Pakistan, dan menewaskan sekitar 300 orang. Lindu juga meluluhlantakkan 500 rumah sehingga 15 ribu orang kehilangan tempat tinggal.

Gempa terjadi pada pukul 05.00 ketika penduduk masih tertidur. Korban tewas kebanyakan tertimbun rumah yang terbuat dari kayu dan tanah liat. ”Saya telah kehilangan segalanya,” kata Haji Shahbaz, yang meratapi kematian 17 saudaranya di Wam, dusun yang terkena dampak terparah gempa.

Badan Survei Geologi Amerika Serikat menyatakan pusat gempa berada di 70 kilometer utara Quetta, ibu kota Baluchistan, atau 640 kilometer dari Islamabad dan 185 kilometer dari Kandahar, ibu kota Afganistan. Quetta pernah dilanda gempa besar pada 1935, yang menewaskan 30 ribu orang.

PRANCIS
Sarkozy Kalah

Pengadilan Tinggi Paris menolak tuntutan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy yang meminta boneka voodoo berwajah dirinya ditarik dari peredaran, Kamis pekan lalu. Hakim menyatakan boneka itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan hak humor setiap orang.

Boneka voodoo Sarkozy dijual mulai 9 Oktober lalu dan menjadi barang paling laris di Paris. Perusahaan K&B membuat 20 ribu unit boneka Sarkozy yang disertai jarum serta biografi satire sang Presiden. Ada juga pernyataan Sarkozy dalam bahasa Prancis ketika ada orang yang menolak menjabat tangannya di Salon de l’Agriculture awal tahun ini, ”menyingkirlah berengsek”.

Sarkozy menggugat K&B ke pengadilan supaya menarik peredaran dan menghentikan penjualan boneka itu. Pengacara Thierry Herzog mengatakan akan meminta banding atas kekalahan itu. Sarkozy telah enam kali mengajukan gugatan ke pengadilan setelah menjadi presiden tahun lalu dan baru pertama kalinya kalah oleh boneka voodoo.

MALAYSIA
Tersangka Pembunuh Altantuya Bebas

Pengadilan Tinggi Malaysia, Jumat pekan lalu, membebaskan analis politik Abdul Razak Baginda dari tuduhan pembunuhan model Mongolia, Altantuya Shaariibuu. Hakim Datuk Mohd. Zaki Md. Yasin mengatakan jaksa penuntut tak memiliki bukti kuat keterlibatan Razak.

Pengadilan akan menggelar sidang pembelaan tersangka lain, Inspektur Polisi Azilah Hadri dan Kolonel Sirul Azhar Umar, pada 10 November nanti. Azilah dan Azhar diduga pelaku pembunuhan Altantuya pada Oktober 2006. Adapun Abdul Razak diduga otak pembunuhan keji itu. Razak menolak berkomentar atas keputusan itu. ”Saya hanya ingin pulang,” katanya seusai sidang.

Altantuya dibunuh dengan dua kali tembakan dan badannya dihancurkan dengan peledak plastik C4. Polisi menemukan serpihan tubuhnya di jurang kawasan Bukit Rajah, Puncak Alam, Shah Alam, di luar Kota Kuala Lumpur. Kasus ini makin berkembang karena diduga melibatkan bekas Wakil Perdana Menteri Najib Razak, yang dekat dengan Abdul Razak.

YAMAN
Bencana Banjir

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Hak Asasi Manusia (UNHCR), Kamis pekan lalu, menyatakan sekitar 180 orang tewas akibat banjir di wilayah timur Hadramaut, Yaman. Air bah juga menyapu rumah yang kebanyakan terbuat dari tanah liat sehingga lebih dari 10 ribu orang kehilangan tempat tinggal.

Juru bicara UNHCR, Ron Redmond, mengatakan jumlah korban masih bisa bertambah karena beberapa wilayah masih sulit terjangkau. Badan ini telah mengirimkan truk berisi matras, jaket, serta peralatan lain untuk 3.500 orang. Lembaga Kesehatan Dunia juga telah mengirimkan obat-obatan untuk 50 ribu orang.

Pemerintah telah mengalokasikan dana US$ 100 juta (Rp 1 triliun) untuk korban banjir. Mereka juga mendapat komitmen bantuan dari Arab Saudi US$ 100 juta, makanan, serta obat-obatan. ”Yaman tak akan melupakan semua bantuan dari berbagai negara,” kata Presiden Ali Abdullah Saleh.

SURIAH
Kedutaan Amerika Tutup

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Damaskus, Suriah, Kamis pekan lalu, tutup dengan alasan keamanan. Pemerintah Amerika juga mengimbau warganya agar menghindari Kota Damaskus karena aksi unjuk rasa anti-Amerika yang bisa berujung pada kekerasan dan perusakan.

Sentimen anti-Amerika di Damaskus muncul setelah insiden serangan udara, empat hari sebelum penutupan kedutaan. Helikopter negeri adidaya itu membombardir wilayah Abu Kamal, perbatasan dengan Irak. Serangan itu menewaskan delapan warga sipil Suriah.

Suriah meminta Amerika segera meminta maaf. Menteri Informasi Mohsen Bilal mengatakan Amerika bermaksud pamer keberhasilannya menangkap pentolan Al-Qaidah. Tapi aksi mereka gagal. ”Keluarga yang tak bersalah malah menjadi sasaran,” ujarnya.

MALADEWA
Tahanan Politik Jadi Presiden

Bekas tahanan politik Maladewa, Mohamed Anni Nasheed, 41 tahun, menang dalam pemilihan presiden pertama di negeri ini, Rabu pekan lalu. Nasheed meraih 54 persen suara mengalahkan presiden yang telah berkuasa selama 30 tahun, Maumoon Abdul Gayoom, dengan 46 persen.

Gayoom, 71 tahun, memerintah negara di kepulauan Samudra Hindia dengan 300 ribu penduduk itu sejak 1978. Ia berkali-kali menjebloskan Nasheed ke penjara dengan masa tahanan 6 tahun. Gayoom mendapat tekanan dengan bangkitnya gerakan prodemokrasi dan tuntutan dunia internasional.

Kemenangan Nasheed langsung disambut pawai keliling kota. Nasheed berjanji akan memberantas korupsi dan mengubah istana presiden yang mewah menjadi universitas pertama di negeri itu. ”Saya ingin transisi damai,” kata Nasheed.

INDIA
Terguncang Bom

Ledakan bom mengguncang kota-kota di Negara Bagian Assam, India, menewaskan 67 orang dan mencederai lebih dari 300 orang, Kamis pekan lalu. Polisi mengatakan terdapat 12 ledakan, di antaranya di Guwahati, ibu kota negara bagian, dalam jangka waktu lima jam.

Sebagian besar bom dipasang di tempat ramai, seperti pasar dan kompleks perkantoran. Ledakan bom terbesar terjadi di dekat kantor Menteri Besar Negara Bagian Assam.

Polisi menduga pelaku pengeboman adalah Front Pembebasan Assam Bersatu (Ulfa). Menurut kepala intelijen polisi Assam, Khagen Sharma, kelompok Ulfa sudah putus asa sehingga tak segan membunuh warga sipil. Kelompok ini memperjuangkan kemerdekaan sejak 1979, tapi sebagian penduduk Assam tak mendukung.

Yandi M.R. (Bernama, Aljazeera, AP, AFP, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus