Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mormon Menuju Gedung Putih

Seorang kandidat Presiden Amerika pemeluk agama minoritas. Mengekor George Bush, mencari pendukung konservatif.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mana yang lebih bahaya, Mormon atau agama sekuler?” tanya Mitt Romney. Inilah pendekatan klasik yang dilakukan seorang kandidat Presiden Amerika Serikat demi meraih pendukung: pendekatan agamis.

Dalam pidatonya 6 Desember lalu di hadapan sekitar 300 pemimpin Protestan, Romney membela diri dan Mormon, agamanya. Ia menyebut dogma klasik politik Amerika: negeri ini terbentuk oleh bimbingan Tuhan. Tapi, kata dia, belakangan ini Tuhan menghilang dari ruang publik. ”Digantikan dengan agama baru di Amerika, agama sekularisme,” kata bekas Gubernur Massachusetts itu.

Bulan ini adalah masa krusial bagi kandidat presiden. Pada 3 Januari mendatang, mereka akan berlaga dalam Kaukus Iowa, panggung kompetisi pertama. Dengan pidato berjudul ”Agama di Amerika” itu, Romney boleh jadi berusaha memikat pendukung Protestan di masyarakat konservatif, alias mereka yang juga pendukung Presiden George W. Bush, pemenang dua pemilu berturut-turut.

Maklum, hubungan agama dan politik di Amerika sangat mesra. Negeri itu boleh dibilang ultramodern, tapi dalam urusan presiden, kaum kulit putih Anglo-Sakson Protestan (White Anglo-Saxon Protestant, WASP) masih menguasai elite politik Negeri Abang Sam. Sayangnya bagi Romney, mereka memandang Mormon sebelah mata.

Laiknya umat kristiani yang taat, Romney tak merokok, tak minum alkohol, serta rajin ke gereja dan bersedekah. Tapi Mormon tak sama dengan belasan aliran Protestan yang dianut tiga perempat penduduk Amerika. Nama resminya Gereja Orang Suci Zaman Akhir (The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, LDS). Yang membuatnya berbeda adalah pengikut Mormon mengakui Joseph Smith, Jr—pendiri Mormon pada 1830 di Missouri—sebagai nabi dan Kitab Mormon (The Book of Mormon) sebagai kitab suci selain Injil. Mereka mengatakan, inilah agama pembaruan paling akhir bagi umat kristiani.

Pengikut Mormon menjunjung tinggi nilai keluarga bak kaum konservatif lainnya. Tapi satu yang paling diingat, hingga 1890, kaum Mormon menganut poligami dan berperilaku rasis. Ketika poligami dilarang, mereka yang radikal lantas membentuk gereja fundamentalisnya sendiri. Berjumlah sekitar 10 ribu orang, mereka yang pro-poligami ini tinggal di wilayah yang sangat tertutup di Idaho, Arizona, dan Utah. Salah seorang ”nabi” mereka November lalu dihukum 10 tahun penjara karena mengatur pernikahan di bawah umur dan inses. Sementara itu, Mormon yang mainstream terus berkembang hingga mencapai hampir 6 juta pengikut di seluruh Amerika—termasuk keluarga Romney. Tapi citra poligami telanjur menempel.

Romney bukan calon presiden Mormon pertama yang tampil. Pada 1972, ayah Mitt, George Romney, pernah bertarung dan kalah. Ada pula Morris Udall pada 1976. Tapi Mitt Romney menjadi penting karena, kalau jadi, ia memimpin Amerika setelah delapan tahun kepemimpinan George Bush yang sarat doktrin kristiani. Siapa pesaingnya? Mike Huckabee, pendeta Protestan. ”Agama telah masuk ke politik Amerika dengan sangat gamblang,” kata David Campbell, ahli politik di Notre Dame University.

Analis menduga, dengan pidatonya, Romney berusaha menjadikan Mormon sebagai agama mainstream di Amerika. Padahal, harian The USA Today mencatat, hanya 72 persen penduduk Amerika yang mau memilih kandidat terbaik yang memeluk Mormon. Jumlah ini kalah dengan mereka yang siap memilih kandidat terbaik yang berkulit hitam (94 persen) dan kandidat wanita (88 persen). ”Dalam politik, Mormon menjadi nilai negatif,” mereka berkesimpulan.

Jalan masih panjang untuk Romney. Hingga konvensi nasional Partai Republik tahun depan, ia harus berkompetisi melawan kandidat kakap seperti Rudy Giuliani, bekas Wali Kota New York, dan John McCain, veteran Perang Vietnam. Untuk itu, ia siap menggadang ”jualan” lain: gubernur negara bagian yang sukses menaikkan tingkat pendidikan dan pengusaha andal dengan kekayaan hingga US$ 250 juta.

Tapi, wahai kaum sekuler, ingat-ingat, kalian adalah musuhnya.

Kurie Suditomo (USA Today, The New York Times, International Herald Tribune)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus