Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kemacetan di ibu kota Manila, Filipina, merenggut sejumlah korban jiwa saat mobil ambulans terjebak di tengah kemacetan. Kondisi ini telah membuat ambulans terlambat tiba di rumah sakit dan pasien tidak tertolong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari asiaone.com, Senin, 9 September 2019, sejumlah ahli mengatakan di Manila jalur khusus untuk kendaraan darurat tidak diterapkan, infrastrukturnya sudah ketinggalan zaman, dan pengemudi lokal sering tidak mau memberikan jalan. Walhasil, banyak pasien meninggal dalam perjalanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anda merasa tak berdaya, seolah Anda tidak diberikan kesempatan dalam kapasitas menolong. Jika saja kemacetan tidak sebegitu buruk, kami mungkin bisa menyelamatkan pasien,” kata sopir ambulans dan paramedis Joseph Laylo, yang pernah mengantar pasien kritis, namun tak mampu menolong karena terjebak kemacetan.
Membunyikan sirine ambulans, menekan klakson dan bersifat agresif memotong jalan, tidak selalu berakhir mulus membawa pasien tepat waktu ke rumah sakit.
Adriel Aragon, sopir ambulans, mengaku masih dihantui ketika pasien penyakit kritis yang dibawanya tak bisa diselamatkan karena terlambat 40 menit tiba di rumah sakit. Padahal, perjalanan dari lokasi penjemputan pasien ke rumah sakit hanya membutuhkan waktu 20 menit.
“Seberapa keras saya membunyikan klakson, bahkan menggunakan sirine ambulans, kendaraan-kendaraan itu tidak menyingkir. Itulah yang terjadi ketika itu,” kata Aragon.
Pada jam-jam sibuk, jalan-jalan utama ibu kota Manila dipenuhi mobil-mobil. Untuk perjalanan 25 kilometer lewat jalan tol bisa memakan waktu hingga tiga jam. Manila saat ini memiliki populasi 13 juta jiwa dan diperkirakan hampir satu kendaraan didaftarkan per orang. Kemacetan di ibu kota Filipina itu telah menimbulkan kerugian produktifitas sebesar US$ 67 juta atau Rp 939 miliar per hari.