Lord Mounbatten menerima dokumen itu dengan takzim dari tangan Maharaja Kashmir, lalu berkata, ''I do hereby accept this Instrument of Accession." (Dengan ini saya menerima pengesahan Dokumen Penambahan). Sang Maharaja menjabat tangan Perdana Menteri Inggris Mountbatten. Maka, resmilah Jammu dan Kashmir menjadi negara bagian India?pada Oktober 1947. Penyerahan wilayah ini seakan mengawali prahara tak berkesudahan dari dua negeri serumpun, seperti yang tertulis dalam Kashmir, The True Story.
Hingga Jumat lalu, tentara India dan gerilyawan Kashmir saling merangsek dengan tembakan artileri. Pertempuran di perbatasan India-Pakistan itu kian hebat sejak pertengahan Mei lalu. Konflik berdarah ini adalah ''seri lanjutan" dari tembak-menembak awal tahun ini. Lalu, bila lembaran sejarah dibuka, perseteruan ini harus ditarik jauh ke masa lampau, sesaat setelah Mounbatten berjabat tangan dengan sang Maharaja.
Pada Oktober 1947, gerilyawan muslim di Kashmir menyeberangi perbatasan India dan mulai berperang. Tujuannya jelas. Lepas dari India lalu bebas merdeka. Atau bergabung dengan Pakistan yang Islam. Mei 1948, Pakistan mengirimkan tentaranya ke perbatasan. Itulah perang terbuka pertama.
Seolah ironi sejarah, konflik terbuka selalu pecah setelah jabat tangan damai India-Pakistan, seperti yang terjadi pada 20 Februari tahun ini. Perdana Menteri India Atal Behari Vajpayee menumpang bus berwarna emas menyala, menyeberangi pos imigrasi Punjabi, guna menemui Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan, di Lahore. Itulah langkah populer Vajpayee yang dikenal sebagai ''bus diplomacy".
Kedua pemimpin bertekad meningkatkan hubungan baik di masa depan. Apa pun rintangannya, India dan Pakistan akan hidup dalam damai. Pada akhir kunjungan, bus yang sama kembali membawa Vajpayee ke New Dehli, diiringi lambaian tangan Nawaz Sharif. Tiga bulan kemudian, saat musim bunga mulai menghiasi Lembah Kashmir, meriam dan bedil berdentum di perbatasan Pakistan-India, di dataran tinggi Himalaya.
Dentum meriam itu makin hari makin keras, diselingi deru pesawat tempur yang membelah langit kedua negara sembari memuntahkan peluru otomatis. Dentumnya bukan saja mengguncang hati penduduk Srinagar?ibu kota musim panas Jammu dan Kashmir?tapi juga mengacaukan hidup penduduk dan memacetkan investasi dan perdagangan. Yang lebih tragis, Deklarasi Lahore yang mengiringi jabatan tangan Sharif dan Vajpayee tiba-tiba seolah menjadi perjanjian main-main.
Apa sesungguhnya yang tak kunjung selesai di Kashmir?
Urusan Kashmir tidak sederhana. India menganggap Pakistan bermain dalam lipatan. Alasannya, para gerilyawan di dataran tinggi berperang dengan senjata mutakhir, lengkap dengan radar dan mobil salju modern. Sebuah kondisi yang, menurut India, hanya mungkin terjadi karena Pakistan menyokong musuh India.
Tanpa ragu-ragu India mengirim pesan: Pakistan menyusupkan tentaranya di tengah gerilyawan. Maka, India menyerang. Pakistan membalas. Perhitungan korban masih simpang-siur. Untuk sementara, inilah angka terakhir Departemen Pertahanan India yang dikutip Reuters. Pihak India: 43 serdadu tewas, 173 luka-luka. Yang mati di pihak Pakistan: 320 gerilyawan berikut 150 tentara.
Hingga pekan ini, volume serangan menghebat. Tembak-menembak gencar terjadi antara tentara India dan gerilyawan muslim di Kargil, Drass, dan Batalik?sarang pertahanan mereka di dataran tinggi Himalaya. Di sela-sela itu, Pakistan ganti merontokkan pesawat penyerang India dengan alasan yang sama klasiknya dengan pertikaian tersebut: India melanggar perbatasan, Pakistan ''sekadar membela kehormatan wilayah negara".
Mingguan The Economist mencoba menganalisis kemungkinan lain konflik Kashmir: Pakistan mencoba menarik intervensi internasional ke dalam pertikaian ini?sesuatu yang selalu dihindari India. Negara ini memang selalu berusaha mempertahankan konflik dengan Pakistan dalam skala bilateral.
Sejarah hubungan kedua negeri ini memang kaya dengan ironi. Dan pertikaian di Kashmir kali ini bukan saja memancarkan ironi sekaligus tragedi: sebuah perang di tengah keindahan. Salju mengalir dari Himalaya berwarna merah oleh korban pertempuran, membuat Lembah Kashmir kembali berdarah di musim bunga.
Hermien Y. Kleden
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini