Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Negara islam dengan satu kursi

Pas, partai islam se-Malaysia yang mempunyai satu kursi, ulahnya membuat jengkel Umno dan pemerintah yang sudah melakukan islamisasi. (ln)

17 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAHWA partai sekecil PAS ternyata mampu menimbulkan heboh nasional sepintas lalu memang boleh mengherankan. Tapi isu yang dilontarkan, soal pengafiran, memang bukan main-main. Penduduk Melayu yang merupakan 53% warga negara, dan yang seutuhnya dikenal sebagai umat Muslimin, boleh saja diperkirakan akan terganggu - bila bukan terpengaruh. Setidak-tidaknya bila dalil-dalil orang PAS, yang terhitung formalistis dan sederhana itu, gampang dicerna kaum awam. Tapi lebih mungkin adalah rasa sakit pada diri orang-orang pemerintah - Perdana Menteri Mahathir, terutama - yang boleh merasa difitnah justru dalam kedudukan perdana menterinya yang dikenal sebagai "kampiun islamisasi". Naik PM pada 1981, dokter yang sepenuhnya mendapat pendidikan dalam negeri itu antara lain dikenal sebagai satu-satunya PM Malaysia yang tidak punya pertalian khusus dengan Inggris - dan PM pertama yang menolak hadir dalam kerapatan Persemakmuran (Commonwealth). Juga yang dahulu, oleh perbedaan "cita rasa", antara lain, berusaha mendongkel PM Tunku Abdulrahman Putra - yang, sebagaimana banyak angkatan tua Malaysia, dikatakan lebih dekat gaya hidupnya dengan Barat. Semua itu seharusnya merupakan "karcis" bagi kalangan Islam. Apalagi, kemudian, islamisasi itu. Tak heran bila sang PM meradang. "Siapa para pemimpin PAS itu, sehingga begitu saja menuduh orang lain kafir?" katanya di bulan Agustus lalu. Dan di Masjid Negara, Kuala Lumpur, sang PM, yang sebelumnya duduk sembahyang di bilik kiri serambi, dengan pakaian Melayu warna kuning gading, lengkap dengan teluk belanga dan peci, berkata kepada Agus Basri dari TEMPO, "Kita sudah berbuat lebih banyak dan nyata (dibanding orang PAS) kepada praktek Islami." Anwar Ibrahim, tokoh pemuda Islam yang dulu "direkrut"-nya itu, bisa menjelaskan lebih terperinci "praktek-praktek Islami" yang dimaksud. Di ruang kerjanya yang kosong dari pajangan, di lantai empat Wisma Tani, Kuala Lumpur, menteri pertanian berusia 37 tahun ini bicara dengan suara tinggi, cerdas, dan lunak. "Mau dikatakan pemerintah belum menjalankan aturan Islam, kesungguhannya (faktanya) apa?" ia bertanya. "Mau dikatakan tidak mau mewujudkan institusi Islam, nah, itu sudah dimulakan!" Ia lalu menyebut sistem baitul mal sebagal model pemungutan zakat yang telah dirintis juga pengkajian sejara dan kebudayaan Islan di semua universitas sejak 1983, yang juga memasukkan semu. mahasiswa non-Muslim. Juga bank Islan yang didirikan. Juga universitas Islam internasional. Dan lebih dari itu, "Saya lihat islamisasi itu suatu program total." Dan itu sedang berjalan. Bagi Encik Anwar, "Perjuangan Melayu di Malaysi ini perjuangan Islam.' Tetapi justru perjuangan yang Islam itulah yang sangat merugikan PAS. Islamisasi Mahathir telah menyebabkan banyak rakyat dan ulama bergabung dengan UMNO. Lebih-lebih setelah Anwar Ibrahim yang berpengaruh itu, yang semula banyak diperkirakan akan menjadi tokoh PAS, dan waktu itu presiden ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) masuk UMNO diikuti tiga tokoh ABIM lain. Kebencian kepada UMNO di kalangan PAS kemudian punya efek lain: tersingkirnya Datuk Asri yang "moderat", yang berarti pecahnya dan makin lemahnya partai (Lihat: Ketegangan Panjang di Balik Debat). Namun, dikatakan oleh Anwar Ibrahim, ulama mana pun dan gerakan mana pun yang mengkritik pemerintah selama ini tidak sampai menghukum alias mengafirkan penguasa. Kecuali "Golongan Khawarij, yang dulu mengafirkan Sayidina Ali bin Abi Thalib." Khawarij adalah kelompok dalam sejarah Islam yang selalu berkonotasi jelek Mahathir sendiri ada menjelaskannya. "Kalau kita berbuat suatu dosa," katanya kepada New Straits Times, "kita tidak akan menjadi kafir. Bahkan kalau kita tidak sala lima kali sehari, kita tetap belum kafir berdosa, ya, tapi bukan kafir." Tetapi, siapa sebenarnya yang menudul Mahathir, atau UMNO, atau pemerintah kafir? Para pemimpin PAS tidak mengakui tuduhan itu. "Cuba, harus disebut apa orang yang tak dapat membedakan istilah antara kafir dan kufur?" Ini pertanyaan Ustad Abdul Hadi Awang, orator PAS itu,. di depan 2.000-an jemaah di Masjid Rusila, Trengganu. Kufur adalah tindak kafir dan, memang, orang Islam yang mana pun bisa telanjur melakukan ke-kufur-an, meski dia bukan orang kafir. Malahan, seperti dikatakan Tuan Haji Yusuf Rawa, presiden PAS, kepada TEMPO, "UMNO-lah yang menuduh PAS mengafirkan mereka." Dan, kata tokoh asal Minangkabau berusia 62 tahun itu, tuduhan itulah yang akan dijelaskan PAS lewat debat yang urung itu. Haji Qasim Ahmad, 47, ketua penerangan PAS Trengganu, menyebut contoh "kekufuran" itu. Ia mengemukakan bentuk hukuman yang berlaku bagi penzina dan pencuri, yang dianggap tak sesuai dengan hukum Islam. "Orang UMNO bilang, jika penjinayah (pendosa besar, seperti zina) dihukum rajam, nanti habis batu yang diperlukan untuk pembangunan," katanya. "Jika pencuri dipotong tangannya, Malaysia malu kepada para pelancong." Qasim sebenarnya menirukan Tunku Abdulrahman, yang sekali memang pernah menyatakan hal itu (Lihat: Box). Dalam satu konperensi tahunan UMNO, seorang tokohnya, Marina, mengatakan pula bahwa jilbab itu kebudayaan Arab, yang "hanya sesuai untuk orang-orang Arab yang besar nafsunya". "Apa itu bukan penghinaan?" tanya Ustad M. Nakha'ie, naib (wakil) presiden PAS, kepada TEMPO. Ia juga mengkritik bank (selain bank Islam) yang tentu saja tetap bersistem bunga. Juga pabrik arak dan tempat judi. Juga tindakan yang "kelewatan" dalam mengambil hati non-Muslim - misalnya menghadiri acara keagamaan pemeluk Hindu. Langkah-langkah islamisasi sendiri dicibirkan orang-orang PAS. "Bank Isiam itu baik, tapi 'kan bukan ukuran," kata Mustafa Ali, 40, pemimpin PAS di Trengganu. Mengapa? Jawabnya pintar juga: "Negara-negara non-Muslim, seperti Swiss, Jerman Barat, British, juga ada bank Islamnya." Ustad M. Nakha'ie malahan mengatakan, pemerintah menempuh islamisasi itu, "Hanya meniru negara-negara lain, untuk tujuan politik dan ekonomi." Siaran TV yang "diislamkan" pun, dikatakannya, "mengelabui Islam". Pertama ada assalamualaikum, atau pengajian. "Lalu disusul acara-acara hasil kebudayaan Hollywood!" Malahan Hadi Awang menyindir pemerintah dengan menyebut ini: "Mereka yang mendirikan masjid-masjid haram dan memberi makan kepada pengunjungnya". Pokoknya, tak ada yang baik. "Yang ada pada mereka itu hanya tinggal sikap ekstrem saja," sahut Anwar Ibrahim dengan mencoba sabar. Bisa dipahami, "Walaupun mereka tidak terang-terangan menuduh UMNO kafir, bila melihat kesadaran yang meluas di masyarakat, tuduhan-tuduhan PAS itu maksudnya mengafirkan," kata F.ncik Anwar lagi. Sampai-sampai di sementara pelosok, orang tak mau sembahyang di masjid UMNO, atau memilih membuka pekuburan tersendiri untuk para anggota PAS, atau mengangkat imam tandingan di masjid yang sama. Yang terakhir itu memang bisa dijawab PAS. Tapi bila disimak baik-baik, memang tercium bahwa yang ingin dibangkitkan orang PAS ialah anggapan rakyat bahwa UMNO, atau orang-orangnya, atau pemerintah, kafir. "Perbuatan UMNO itu sudah keluar dari keimanan Islam, dari batas iman," kata Ustad Nakha'ie, sarjana ushuluddin Al-Azhar dan sarjana sejarah Universitas Kairo itu. Alasannya? "Dalam segala hal, mereka meletakkan syariat Islam di bawah UUD. Mereka anggap UUD penjajah itu ("warisan" Inggris - Red.) lebih baik." Jadi, bagi mereka jelas: Malaysia harus menjadi negara Islam - dan bukan hanya negara yang mengakui Islam sebagai "agama resmi" seperti tertera dalam UUD. Lalu bagaimana nasib non-Muslim, yang berjumlah separuh warga negara itu? "Mereka punya hak-hak, tapi para pembuat kebijaksanaan harus orang Islam," jawab Mustafa Ali. Hadi Awang, dalam pada itu, menganggap aneh bahwa orang Cina dan Hindu di Malaysia "bisa menerima sistem Barat, tapi tidak sistem Islam". Tapi bagaimana sistem Islam itu?' Tak semua tokoh PAS punya gambaran jelas. Tapi itu agaknya karena, "Tak ada model negara Islam," kata Mustafa Ali. Ia menganggap bahwa baik Arab Saudi, Pakistan, maupun Iran bukan model sempurna - tapi Iran merupakan "perkembangan baru dalam Islam". "Hanya Iran satu-satunya yang menyatakan diri tidak ke Barat dan tidak ke Timur," katanya. Negara Islam adalah, demikian Ustad Hadi Awang kepada TEMPO, "negara yang dikuasai umat Islam, yang pelembagaannya berdasarkan Islam, melaksanakan sistem Islam, dan kepemimpinannya dijalankan secara Islam." Pimpinan negara harus laki-laki, yang adil, yang menguasai ilmu. Tetapi dulu, di zaman Nabi dan para khalifah pertama, masyarakat - atau pemerintahan - bagus sedang sesudahnya, tak bagus lagi. Bukankah itu disebabkan oleh peranan perorangan, bukan oleh sistem? "Memang, yang penting dalam Islam adalah person orang itu," jawab Ustad Hadi. Agak berbeda dengan para pemimpin Iran, para tokoh ini umumnya berkata bahwa negara Islam bisa berbentuk kerajaan, bisa republik, bisa apa saja. Yang penting, dalam hal Malaysia, asal ditambahkan dalam UUD bahwa "semua peraturan yang bertentangan dengan Islam akan ditolak" atau bahwa "negara jelas-jelas memberlakukan syariat Islam sepenuhnya," seperti kata Tuan Haji Yusuf Rawa. Peneraan seperti itu memang penting. Partai UMNO, misalnya - "Kita katakan tak berdasarkan Islam, sebab memang tak dinyatakan, sebab dasarnya bukan Alquran. Juga Malaysia bukan negeri Islam." Dalam Islam, tak ada pemisahan agama dari politik. "Teori pemisahan itu teori Barat." Tetapi, "Pemisahan agama dan politik itu tidak ada dalam sistem pemerintahan Malaysia - tidak ada dalam UUD." Kali ini giliran Dr. Yusof Noor, deputi menteri di Kantor Perdana Menteri. "Bagaimana bisa timbul pemisahan?" Memang bisa musykil: Tun Abdul Razak, misalnya, pernah menyatakan bahwa Malaysia negara sekuler, dan hendaklah tetap dipertahankan begitu. Sementara tokoh-tokoh lain, seperti Anwar Ibrahim, dan Mahathir sendiri, lawan politik Tun, cenderung tidak mengungkit hal itu kecuali dalam nada positif. Kata Anwar, misalnya, "Seluruh basis falsafah, pegangan hidup rakyat dan pelembagaan (UUD) itu, mendudukkan Islam di tempat yang istimewa. Soalnya tinggal bagaimana kita sekarang ini melaksanakannya." Seakan-akan menjawh ritorika Hadi Awang, yang bahkan menyerukan jihad bila keadaan memaksa, Anwar Ibrahim berkata, "Apakah usaha pelaksanaan itu dengan konfrontasi total, atau pertempuran paham Islam-non-Islam, ataukah dengan policy kita menerangkan sesuatu yang menambah keyakinan masyarakat Islam, memperbaiki akhlak mereka, mempertahankan kestabilan politik ekonomi, tanpa menambahkan ketegangan antarkaum? Nah, saya pilih yang kedua." Karena itulah, "Tak semestinya kita mengutamakan label," alias merk. "Apakah memberantas korupsi atau kemiskinan, misalnya, bukan pekerjaan Islam, semata-mata karena negara-negara kapitalis dan komunis juga melakukannya?" Itulah, barangkali, "nilai-nilai Islam" yang sering diucapkan Anwar dan Mahathir. Terdapat perbedaan persepsi yang jauh, kalau begitu - dengan para "fundamentalis" muda, khususnya yang baru pulang dari luar negeri. Tetapi justru bahwa mereka menjadi "fundamentalis", sementara pikiran mereka tak terlalu meyakinkan, kiranya juga merupakan bukti bahwa di "negeri asal" sana - di Al-Azhar sekalipun - soal-soal seperti itu tak pernah dikaji. Para pemuda itu lebih seperti mendapat pengaruh lingkungan daripada ajaran lembaga resmi yang mungkim justru tak menganggap perlu pembahasan seperti itu. Sementara itu, buah Islamisasi pemerintah Mahathir masih juga berjalan, kalau tidak berkembang. Bank Islam, yang mulai beroperasi 1 Juli 1983, kini mempunyai 40.000 nasabah - belum termasuk para nasabah di empat cabangnya: Kuala Lumpur, Kuala Trengganu, Kota Bahru (Kelantan), dan Alor Setar (Kedah). Sekitar 2,5% dari mereka itu non-Muslim, baik Cina maupun India. Tahun ini pula mulai mengeluarkan zakat, dan sedang merencanakan mendirikan Syarikat Takaful (asuransi Islam) awal tahun depan. Universitas Islam Internasional di Kuala Lumpur, yang dipimpin Dr. Abdul Rauf yang berkebangsaan Mesir, punya 400 mahasiswa, semuanya tinggal di hostel di kampus, sekitar 25%-nya dari luar negeri (termasuk Australia, Selandia Baru, Nigeria, Gambia, Indonesia), dan delapan dari mereka non-Muslim. DI luar kehidupan politik, suasana toh tenang-tenang saja. Di mana-mana perempuan pakai kerudung, termasuk di Universitas Kebangsaan Malaysia. Di beberapa wilayah, khasnya di utara, malahan "fundamentalisme" diakui membesar gemanya. Misalnya di Trengganu. "Sepuluh tahun yang lalu tak ada wanita yang memakai kerudung," kata seorang perempuan setengah baya di sebuah agen biro perjalanan disana. "Kerudung mulai populer sejak lima tahun lampau, dan sekarang mungkin 90% wanita di sini memakai kerudung. Tapi saya tidak," katanya. Tidak dengan sendirinya yang berkerudung anggota PAS. Seperti juga tidak dengan sendirinya yang pulang dari luar negeri, dan menjadi "fundamentalis", masuk PAS. "Saya kira, hanya 30% yang masuk PAS," kata Ismail, insinyur elektro yang enam tahun belajar di Inggris. "Sisanya masuk UMNO." Tak begitu susah dipahami, barangkali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus