Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUBUH Asria Nur Hasan tergolek di bangku ruang tamu kediamannya di Kampung Rancasumur, Desa Sindang Sari, Serang, Banten. Wajahnya pucat pasi. "Saya tidak enak badan, tadi habis minum jamu," ujar pria 56 tahun itu sambil menunjukkan plastik kuning bungkus obat yang tergeletak di dekat pintu utama, Selasa pekan lalu.
Selama hampir sepekan, Asria kalut memikirkan putri bungsunya, Siti Aisyah. Perempuan 25 tahun itu ditahan Polisi Diraja Malaysia karena diduga terlibat pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. Siti, yang biasa disapa Neng, dicokok polisi Malaysia di Hotel Ampang, Kuala Lumpur, pada Kamis dua pekan lalu pukul 02.00 waktu setempat. Dia bersama seorang wanita asal Vietnam, Doan Thi-huong, dituduh membunuh Kim Jong-nam—dengan menyemprotkan racun—di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Senin dua pekan lalu.
Asria beserta istrinya, Benah, 50 tahun, baru mendengar kabar penangkapan anak ketiganya itu tiga hari kemudian. "Pokoknya, tahu juga dari televisi," kata Benah, yang tak menyangka anaknya terlibat pembunuhan. Alasannya, kepada Benah dan keluarga, Siti selama ini mengaku bekerja di Batam sebagai penjaga toko pakaian.
Benah bercerita, Siti merantau setelah bercerai dari suaminya, Gunawan Hasyim alias Ajun, pada Februari 2012. Keduanya menikah pada 2008 dan dikaruniai seorang putra yang kini berusia tujuh tahun.
Ajun adalah anak majikan Siti, Lian Kiong alias Akiong. Siti bekerja sebagai asisten rumah tangga pengusaha konfeksi di wilayah Tambora, Jakarta Utara, itu sejak 2007. Siti merantau ke Ibu Kota selepas tamat sekolah menengah pertama karena kemiskinan. Ayahnya hanya penjual rempah-rempah dan sapu yang berkeliling dari kampung ke kampung.
Setahun setelah menikah, Siti dan Ajun merantau ke Malaysia. Menurut Rahmat Yusril, Ketua RT 05 RW 03 Tambora, keduanya bekerja di sana karena usaha Akiong terpuruk. Tapi, Yusril melanjutkan, Ajun pulang seorang diri pada 2012 karena Siti dikabarkan berselingkuh. "Terakhir lihat Siti pada 2012 saat ngurus cerai," ujarnya.
Adapun Akiong terakhir berjumpa dengan menantunya saat perayaan Imlek, 28 Januari lalu. Ketika itu Siti datang pagi hari untuk mengunjungi putranya. Sebelumnya, Siti pulang ke Serang pada 21 Januari. Dalam kesempatan itu, Akiong menanyakan pekerjaan Siti. "Dia bilang kerja di Batam," kata Akiong.
Seorang kawan Siti di Batam punya cerita lain. Menurut perempuan yang pernah bekerja sebagai caddy ini, Siti mencari peruntungan di Malaysia. "Dia ke Batam hanya untuk cap paspor," ujar perempuan yang tak mau disebutkan namanya ini. Dia mengenal Siti sejak pertengahan 2015 di Pacific Discotheque, klub malam terkenal di Batam.
Menurut perempuan itu, kepada teman-temannya, Siti tak mengungkapkan banyak hal, termasuk pekerjaannya di Kuala Lumpur. "Dia cuma cerita tinggal sama pacarnya itu," ucapnya.
Direktur Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, berdasarkan data paspor, Siti sering bolak-balik Malaysia untuk kunjungan kurang dari 30 hari. "Jadi jelas dan terang-benderang dia bukan tenaga kerja Indonesia," ujar Iqbal. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Agung Sampurno mengungkapkan terakhir Siti tercatat keluar dari Batam pada 2 Februari pukul 08.32 dengan tujuan Johor Baru.
Media Malaysia, The Star, melaporkan Siti bekerja sebagai pemijat spa di Ampang, Kuala Lumpur. Hal ini dikuatkan oleh Deputi Kepala Polisi Diraja Malaysia Inspektur Jenderal Datuk Seri Noor Rashid Ibrahim saat mengumumkan empat tersangka, termasuk Siti, yang ditangkap sehubungan dengan pembunuhan Kim Jong-nam. Siti disebut sebagai pemijat di spa. Polisi juga menunjukkan foto Siti, di samping tiga orang lainnya—Doan Thi-huong, warga Vietnam; Ri Joong-chol, yang memegang paspor Korea Utara; dan Muhammad Farid Jalaluddin, kekasih Siti, yang belakangan dibebaskan dengan tebusan.
Sumber New Straits Times menyebutkan Siti sempat bekerja di sebuah restoran Korea di One Ampang Business Avenue, Jalan Ampang Utama, Selangor, Malaysia. Saat menelusuri ke sana, koran ini berjumpa dengan Wan Sazani, yang mengaku kerap melihat Siti di sekitar area restoran itu sejak November tahun lalu. "Tiap istirahat, saya merokok di sini, dia sering lewat. Dia terlihat pendiam," ujar pria 43 tahun ini. Namun para pekerja di restoran itu mengklaim tak mengenali Siti.
Menurut laporan China Press, Siti dan Doan, tersangka warga negara Vietnam itu, bukan agen khusus Korea Utara. Ada kemungkinan mereka ditipu jaringan mata-mata untuk membunuh Kim Jong-nam.
Laporan itu menyebutkan pria misterius yang kini buron diyakini sebagai mata-mata. Pria itu kenal Doan sekitar tiga bulan lalu di Malaysia, yang lalu menjadikan Doan sebagai lady escort alias perempuan pendamping. Pria itu sempat membawa Doan pelesiran ke luar negeri, termasuk Vietnam.
Pria itu kemudian memperkenalkan Doan dengan empat orang yang kini juga ditetapkan sebagai buron oleh polisi Malaysia. Mereka adalah Rhi Ji-hyon, 33 tahun; Hong Song-hac (34); O Jong-gil (55); dan Ri Jae-nam (57 tahun). Semuanya warga Korea Utara. Mereka meninggalkan Malaysia pada hari pembunuhan dan sempat singgah di Indonesia.
Masih menurut China Press, keempat pria itu baru tahu Siti sekitar sebulan lalu lewat Doan. Siti dan Doan kenal lama karena pernah sama-sama bekerja sebagai perempuan pendamping di Cina selama tiga bulan. Pria itu menawari Siti dan Doan mengikuti acara televisi berupa aksi prank atau menipu orang untuk lucu-lucuan. Laporan itu menyebutkan Siti ditugasi menggunakan sapu tangan untuk membekap wajah Kim Jong-nam. Doan bertugas menyuntik.
Keduanya mengklaim tak tahu ulah mereka itu akan membuat masalah. Siti mengaku sudah tiga kali ikut acara prank yang digelar sebuah stasiun televisi. Uang pecahan US$ 100 sebanyak tiga lembar yang ditemukan di kamar hotel tempat Siti menginap diduga merupakan bayaran dari aksi ini.
Laporan itu ditepis Kepala Kepolisian Diraja Malaysia Inspektur Jenderal Khalid Abu Bakar. Menurut dia, Siti dan Doan tahu yang disemprotkan ke Kim Jong-nam adalah zat berbahaya. Dia melihat dari kamera pemantau, keduanya menjauhkan tangan dan langsung pergi ke toilet. "Jadi mereka tahu betul bahwa itu beracun, dan dia harus mencuci tangan," ujar Khalid.
Linda Trianita, Wasi'ul Ulum (Serang), (Benedicta, The Straits Times, The Star, China Press)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo