Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG sidang Cakra di Pengadilan Negeri Surabaya mendadak penuh dengan tumpukan kotak dan dus berisi dokumen pada Rabu pekan lalu. Di antara meja hakim dan kursi saksi, hanya tersisa celah sempit untuk lewat. Gunawan Angka Wijaya, Komisaris PT Blauran Cahaya Mulya, duduk di celah itu. "Dokumen ini untuk penguat bukti," kata Gunawan kepada ketua majelis hakim Unggul Warto Murti.
Gunawan, 49 tahun, hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Trisusilowati Jusuf alias Chinchin, Direktur Utama PT Blauran. Chinchin tak lain adalah istri Gunawan, pemilik gedung serbaguna Empire Palace, Surabaya. Gunawan melaporkan Chinchin ke Kepolisian Resor Kota Surabaya pada Juni tahun lalu. Dia menuduh istrinya mencuri dan menggelapkan dokumen perusahaan yang sebelumnya mereka kelola bersama.
Sebulan kemudian, polisi menaikkan kasus itu ke tahap penyidikan. Berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan pada pertengahan November 2016, bersamaan dengan penahanan Chinchin. Dengan alasan tak kuasa meninggalkan tiga anaknya yang berusia di bawah 15 tahun, Chinchin mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Hakim mengabulkan permohonan itu dan mengubah status Chinchin menjadi tahanan kota pada pertengahan Desember tahun lalu.
Chinchin menduga-duga laporan suaminya ke polisi merupakan imbas dari gugatan cerai yang ia ajukan pada April tahun lalu. Kala itu, Chinchin menuntut cerai karena tak tahan sering diperlakukan dengan kasar. "Itu dia lakukan sejak awal pernikahan," ujar perempuan lulusan Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra, Surabaya, ini.
BERTEMU pertama kali atas campur tangan orang tua pada 1997, Chinchin dan Gunawan langsung jatuh cinta. "Saat itu saya lihat Pak Gunawan sebagai pria yang dewasa, baik, dan sopan," kata Chinchin, mengenang perkenalannya dengan Gunawan. Tiga bulan kemudian, pasangan ini menikah secara adat. Mereka baru mendaftarkan pernikahan ke catatan sipil pada 2002.
Setahun kemudian, Gunawan dan Chinchin mendirikan PT Blauran Cahaya Mulia, yang bergerak di bidang properti. Saham perusahaan 90 persen dimiliki Gunawan. Sisanya, 10 persen, atas nama Chinchin dan kakaknya.
Proyek pertama PT Blauran adalah rumah toko The Royal Palace di Jalan Kedungsari, Surabaya. Modal proyek kala itu Rp 3 miliar. Kini harga pasar kompleks ruko tersebut sekitar Rp 18 miliar. Sukses di Kedungsari, PT Blauran membangun kompleks ruko di tempat lain, di antaranya ruko di Kedungdoro, yang kini bernilai Rp 40 miliar, dan ruko di Soepomo, yang bernilai Rp 140 miliar.
Pada 2007, perusahaan keluarga itu membangun gedung serbaguna Empire Palace di Jalan Blauran, Genteng, Surabaya. Gedung senilai Rp 48 miliar itu tegak di atas lahan seluas 8.000 meter persegi. Gedung ini merupakan wujud obsesi Chinchin. Ia menuangkan kesukaannya atas gaya arsitektur klasik dalam desain gedung berlantai delapan itu.
Belakangan, PT Blauran mengepakkan sayap bisnisnya hingga ke Jakarta. Di Ibu Kota, mereka membangun kompleks perkantoran Royal Palace di kawasan Menteng Dalam, Jakarta Selatan.
Sebagai direktur, Chinchin merasa telah berhasil mengibarkan bendera PT Blauran. Meski begitu, dia mengaku tak pernah berpikir untuk menguasai perusahaan. Di samping mayoritas saham masih milik Gunawan, rekening bank perusahaan pun masih atas nama sang suami. "Yang muter uang memang saya, tapi saya tak mau menghilangkan jasa Pak Gunawan," ujar Chinchin.
Keuletan Chinchin mengurusi bisnis properti terhenti seiring dengan retaknya rumah tangga mereka. Dia mengaku tak kuat lagi dengan sikap temperamental Gunawan. Menurut Chinchin, perlakuan kasar Gunawan kerap dipicu hal-hal sepele. Misalnya ketika ia lupa membawa kunci atau salah membeli makanan. Selain dihujani ucapan kotor, Chinchin mengaku kerap mendapat kekerasan fisik.
Chinchin pun merasa apa yang dia hasilkan untuk perusahaan tak pernah dihargai. Ketika bertengkar, Gunawan selalu mengungkit asal-usul mereka. Sewaktu menikah, menurut Chinchin, Gunawan memang lebih kaya. Sedangkan Chinchin dari keluarga pas-pasan. "Saya tak bisa mengubah asal-usul. Tapi saya ingin dihargai," ucap Chinchin.
Konflik rumah tangga ini memuncak pada awal 2016. Saat itu, Gunawan mengaku didatangi beberapa penagih utang ke gedung Empire. Mereka menagih tunggakan semen sebesar Rp 700 juta yang belum dibayar. Gunawan langsung mempertanyakan hal itu ke istrinya. Namun, kata Gunawan, Chinchin berjanji akan "pasang badan".
Gunawan meminta agar tunggakan itu segera diselesaikan. Chinchin menjawab tak ada uang karena perusahaan punya tunggakan lain sebesar Rp 6 miliar ke pemasok material bangunan. Karena tunggakan itu, menurut Gunawan, distributor bahan bangunan menghentikan pasokan material sehingga proyek rumah toko Royal Palace di Larangan, Sidoarjo, tak bisa dilanjutkan.
Gunawan mengaku pernah mencairkan tabungan pribadi sebesar Rp 5,6 miliar dan menyerahkan uangnya kepada Chinchin untuk pelunasan utang. Namun, menurut Gunawan, duit itu digunakan Chinchin untuk keperluan lain sehingga penagih utang datang lagi pada Maret 2016. "Uang itu untuk keperluan lain tanpa disebutkan untuk apa," ujar Gunawan.
Empat bulan berikutnya, Gunawan meminta laporan keuangan perusahaan. Namun seorang karyawan melaporkan pemindahan dokumen atas perintah Chinchin. "Pemindahan itu pas malam takbiran. Dokumen dikeluarkan lewat pintu belakang," tutur Gunawan. Ia lantas melaporkan kejadian itu ke polisi.
Chinchin membantah mencuri dokumen seperti yang dituduhkan suaminya. Sebagai direktur utama, Chinchin mengklaim berwenang memindahkan dokumen perusahaan untuk keperluan audit. "Kalau dokumen keluar dianggap pencurian, uang perusahaan masuk rekening Pak Gunawan disebut apa?" ujarnya.
Menurut Chinchin, audit perusahaan merupakan permintaan Gunawan selaku komisaris. Tim auditor meminta tempat netral sehingga dipilihlah Apartemen Gunawangsa, Surabaya. Eh, ketika memindahkan dokumen ke apartemen itu, Chinchin malah dilaporkan ke polisi. "Saya minta diaudit di kantor polisi saja, tapi Pak Gunawan menolak," katanya.
Pengacara Chinchin, Hotman Paris Hutapea, mengatakan polisi dan kejaksaan seharusnya tak mengusut kasus ini. Dia mempertanyakan penggunaan Pasal 367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk menjerat Chinchin. Pasal itu tentang pencurian dalam keluarga. Ayat 2 pasal tersebut menyatakan suami-istri yang pisah meja atau ranjang bisa dituntut berdasarkan pengaduan dari yang pihak terkena kejahatan. Ketika kasus ini terjadi, menurut Hotman, Chinchin masih berstatus istri Gunawan. Karena itu, Hotman menyimpulkan kasus ini bukan perkara pidana, melainkan sengketa soal harta gono-gini.
Sejak Oktober tahun lalu, Chinchin meninggalkan kediaman keluarga di salah satu lantai gedung Empire Palace, Jalan Blauran. Bersama ketiga anaknya, ia kini tinggal di salah satu ruko Royal Palace, Kedungsari, Surabaya.
Jaksa penuntut umum dalam kasus ini, Ali Prakosa, berkukuh mengatakan perkara Chinchin layak disidangkan. "Ada penggelapan pada jabatan karena Ibu Chinchin merupakan Direktur PT Blauran," tutur Ali. Jaksa pun beralasan Chinchin dan Gunawan telah pisah ranjang. "Bila tak pisah ranjang sebenarnya tidak bisa dilakukan penuntutan," ujar Ali.
Perseteruan ini tampaknya masih panjang karena Chinchin pun melaporkan balik Gunawan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur. Tuduhannya kali ini pemberian keterangan palsu. "Sudah tahap penyidikan, tapi belum ada tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Komisaris Besar Agung Yudha.
Linda Trianita | Nur Hadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo